07

1.2K 145 3
                                    

Kami berdua kembali ke Wolfenstein. Jill memaksa untuk ikut, padahal aku tau keadaannya sendiri masih sedikit kacau. Kami pergi lewat jalur pintu khusus yang dibuat oleh keluarganya Jill di ruang bawah tanah rumah mereka. Kata Dave, pintu ini akan terhubung dengan kota Charlotte. Pintar sekali. Mereka tidak perlu susah payah untuk mendapatkan benda-benda sihir karena pintu mereka sudah terhubung dengan pusat kota sihir, tempat dimana benda apapun dijual disana.

Kota ini seperti kota London. Bangunan-bangunan tinggi, pertokoan serta tempat makan. Bedanya yang dijual di toko-toko tidaklah biasa. Meskipun termasuk pusat kota, tidak sedikit hutan yang masih tersisa di kota Charlotte. Bahkan cukup banyak tanah-tanah lapang di dekat bangunan. Sampai sekarang aku masih tidak mengerti untuk apa tanah-tanah lapang itu.

Kami pergi ke sekolah Wolfenstein dengan naik bus. Selama di dalam bus, aku memikirkan banyak hal. Termasuk kata-kata yang akan kuucapkan pada kepala sekolah nanti. Setidaknya kata-kata yang terdengar sedikit masuk akal.

"Mungkin bukunya disembunyikan kepala sekolah sendiri," kata Marissa setelah aku mengatakan kalau aku tidak menemukan buku tentang malaikat di perpustakaan sekolah.

"Bagaimana kalau pengarang bukunya sudah meninggal?" tanyaku.

"Yah, mungkin orang itu akan menceritakan apa yang sudah ditelitinya pada keturunan-keturunannya."

"Bagaimana kalau keturunan-keturunannya adalah manusia?"

"Hei, hei, hentikan kalian! Kita sudah sampai," sahut Jill. Aku menatap ke luar jendela. Kita memang sudah sampai di Wolfenstein. Kami bertiga cepat-cepat turun dan berlari menuju sekolah sebelum bel masuk berbunyi. Setelah aku dan Jill sampai di kamar asrama kami segera mengganti pakaian kami dengan seragam sekolah. Tak pelak, beberapa detik kemudian bel tanda masuk berbunyi. Aku dan Jill segera keluar kamar dan cepat-cepat menuju ruang kelas.

"Tunggu, tunggu, tunggu!" seruku menghentikannya. "Aku lupa sekarang pelajaran apa?"

Jill terlihat seperti mengingat-ingatnya. "Berburu," katanya. Kemudian dia menatapku dengan mata melebar. "Oh tidak," gumamnya.

"Tidak Jill. Aku tidak mau berburu!"

"Lori, aku tau. Aku yakin kita tidak menggunakan hewan sungguhan. Kita masih murid tingkat awal," katanya.

Aku menggigit bibir bawahku. Di sepanjang koridor ini sudah terlihat sangat sepi. Para murid sudah pergi ke gedung sekolah. Kurasakan Jill memegang lengan atasku. "Semua akan baik-baik saja," katanya mencoba menenangkanku. Dengan hati yang tidak karuan, aku dan Jill akhirnya melangkah menuju gedung sekolah.

"Hei, kemana kalian kemarin?," kata seorang gadis berambut merah saat kami tiba di belakang gedung sekolah. Kata guru pengajar berburu, tn. Trevor, kami disuruh pergi ke belakang gedung sekolah untuk melihat pelatihan berburu yang sedang dilakukan para senior tingkat kedua.

"Yeah. Ada sedikit urusan mendadak," dustaku. Aku melihat para senior itu memegang sebuah busur. Empat rusa ada di depan mereka, sesuai jumlah senior yang sedang melakukan praktik memanah. Keempat senior itu mulai mengangkat busurnya, menarik anak panah tersebut seraya mengarahkan ke arah yang tepat. tn. Trevor menghitung. Dan pada saat hitungan ke tiga keempat anak panah itu dilepaskan dan semuanya menancap ke tubuh rusa di depan mereka. Aku memejamkan mata dan menempelkan dahiku ke pundak Jill. Tidak tahan melihatnya.

"Tidak apa-apa. Lihatlah, itu hanya klon," kata Jill.

Aku mengangkat wajahku dan melihat ke tanah lapang. Benar. Rusa-rusa itu hanya klon. Mereka menghilang menjadi kumpulan asap setelah anak panah itu menancap ke tubuhnya. Tapi aku bersumpah aku pernah melihat mereka menggunakan hewan sungguhan. Ketika kulihat tn. Trevor berjalan ke arahku, cepat-cepat aku mendekatinya. "Tuan Trevor," panggilku.

WINGS (Book #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang