Bab. 1

2.2K 68 0
                                    

Pada Perayaan Qing Ming, hujan sering turun dibagian selatan daerah terendah sungai Chang Jiang. Cuaca pada saat itu sering tidak menentu.

Kadang-kadang hari begitu cerah, tak segumpal awan mengotori langit. Tetapi kemudian awan hitam datang bergulung-gulung dari segala penjuru dan hujan pun segera turun dengan derasnya. Jadi, siapa pun yang bepergian, lama atau sebentar, tak akan lupa membawa payung.

Pada suatu pagi di hari Qing Ming, langit cerah tak berawan; bumi bermandikan cahaya keemasan.

Matahari menyinari sebuah halaman dengan sederet bangunan di depannya.
Seorang pria muda berpakaian biru dan bertopi hitam muncul. Ia membawa keranjang bambu di tangan kanannya, berisi kertas mantra berwarna kuning emas dan seikat petasan kecil, serta lilin-lilin yang biasa dibawa bila berkunjung ke makam keluarga. Ditangan kirinya ia memegang payung yang disandangnya di atas bahu.

Ketika berjalan melintasi halaman, ia berteriak lewat jendela, "Aku harus pergi sekarang. Kemarin aku telah mendapatkan izin cuti dari kepala bagian keuangan karena hari ini ada perayaan Qing Ming. Aku akan pergi ke Gunung Selatan untuk mengunjungi makam orang tuaku. Perjalananku jauh, jadi aku tidak akan kembali sampai malam. Bantulah aku menjaga toko."

Seseorang didalam rumah menjawab, "Xu Xian, Saudaraku. Karena engkau telah mendapat izin cuti hari ini, pergilah dengan tenang. Kami akan membantumu menjaga toko. Engkau tidak perlu khawatir. Tetapi mengapa engkau membawa payung di hari yang cerah ini?"

Xu Xian menjawab, "Kendati matahari cerah bersinar; tanpa terduga cuaca mungkin saja berubah sore ini. Jadi lebih baik aku membawa payung. Bukankah cuaca akhir-akhir ini tak tertahankan panasnya dan matahari serasa membakar kulit! Karena itu payung ini kupakai untuk berlindung dari sengatannya!"

"Engkau benar. Pergilah dan jangan resah," jawab orang yang berada di dalam rumah.

Xu Xian melanjutkan perjalanannya, sementara dua pegawai muda membantu menjaga barang-barang di tokonya.

Setelah berjalan beberapa waktu, ia tiba di Gerbang Qing Bo, sebuah pelabuhan dengan pemandangan Danau Barat.

 Di sana tertambat beberapa perahu kecil dengan tali yang panjangnya tidak lebih dari sepuluh meter.

Di antara perahu-perahu itu, terdapat sebuah perahu beratap yang ditumpangi banyak orang. Perahu ini adalah feri yang digunakan untuk menyeberangi danau.

Xu Xian turun ke bawah, ikut dalam antrian dan melangkah ke dalam perahu. Setelah menyelusup diantara para penumpang, ia berhasil mendapatkan tempat duduk di atas sebuah papan. Biasanya pada waktu yang sama, ia sedang duduk memeriksa setumpuk rekening di toko obat. 

Sungguh sukar dibayangkan bahwa kini ia sedang duduk di sebuah perahu memandang keindahan alam luar kota, tanpa sejumlah hitungan di kepalanya. Ketika ia melihat sekilas ke sekelilingnya, gunung-gunung yang melingkungi Danau Barat pada tiga sisinya seakan menghalangi hiruk pikuknya suasana Hangzhou. Su Ti dan Bai Ti, dua jalur jalan dengan pohon-pohon di kiri kanan, menjorok ke tengah danau. 

Barisan pohon ini membentang bertingkat-tingkat ke arah kaki gunung yang menjulang tinggi seperti kursi bertangan, sejauh empat kilometer melingkari Hangzhou. Air danau yang berwarna hijau seperti batu giok, berpadu dengan bayangan puncak-puncak gunung di atas permukaan air, menciptakan pemandangan yang indah tiada tara.

"Pemandangan di sini sungguh memukau!" seru Xu Xian. "Tetapi orang-orang di kota terlalu disibukkan oleh tugas mereka sehari-hari sehingga tidak sempat menikmati pemandangan alam seindah ini. Sungguh sayang!"

Seseorang yang duduk disebelahnya menjawab, "Oh, tetapi Anda dapat mencuri waktu barang beberapa menit setiap tiga atau lima hari untuk menikmatinya, bukan?"

Legenda Ular Putih (White Snake Legend) - Zhang Hen ShuiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang