Part 11

532 48 4
                                    

Tubuh mungil itu meringkih di atas tanah basah yang mulai lenyap tenggelam oleh genangan air hujan. Menggigil hebat bagaikan berada di bawah suhu minus temperatur normal. Gemerutuk gigi beradu menandakan jika ia begitu gelisah dan kedinginan.

Luhan mengatur detak jantungnya dan rasa takutnya ketika Guntur dan juga derasnya hujan mulai menunjukan taring mereka di bumi ini.

Phobia akutnya tentang hujan membuatnya harus bersusah payah menahan dan tak bisa berbuat apapun ketika tubuhnya menampilkan reaksi yang bertolak belakang dengan alam.

Yang bisa ia lakukan hanya menutup telinganya sambil bersimpuh di atas tanah dengan wajah pucat ketakutan serta tubuh yang sudah bergetar karna dingin dan juga rasa kaget yang membuatnya terasa terpenjara di kastil yang menyeramkan.

Tetapi di saat rasa takut dan dingin itu membelenggu relung hati dan jiwanya tiba-tiba saja kehangatan muncul, membuat Luhan merasakan kenyamanan yang begitu ingin ia rasakan terus-menerus.

Tubuh bersimpuhnya perlahan terangkat, dekapan menenangkan ia rasakan ketika kedua tangan memeluk dan merengkuh tubuhnya kedalam pelukan hangat seseorang yang membuat jantung Luhan kembali berdesir.

Malaikat penolongnya.

Mata rusanya terpejam ketika sosok itu sudah menggendongnya dan membawanya entah kemana, Luhan tak peduli yang jelas ia hanya ingin menikmati kehangatan ini sebentar saja. tangannya bergerak dan bersandar cantik di leher malaikat penolongnya seakan tak ingin malaikatnya ini pergi begitu saja, ia pun tak peduli jika malaikatnya ini akan menolak ataupun merasa risih karna perlakuannya yang tiba-tiba, yang penting bagi Luhan adalah ia hanya ingin merasa tenang dan hangat.

Rangkulan di leher sosok itu mengerat ketika keduanya sudah masuk kedalam sebuah taksi, mata rusa itu masih terpejam, masih menyamankan diri pada dada bidang malaikat penolongnya kendati pakaian keduanya sekarang sudah basah karna hujan.

Lagi, Luhan tak peduli. Ia hanya ingin melakukan ini dengan malaikat penolongnya. Oh Sehun...

.
.
.

"Oh Sehun? Ya Tuhan.. Luhan!" Yumi segera mempersilahkan Sehun untuk masuk, ia begitu terkejut ketika melihat Sehun dengan kondisi basah kuyup datang dengan membawa anaknya –Luhan- dengan kondisi yang sama namun bedanya putranya itu lebih mengenaskan, Yumi tau betul gejala itu. Luhan phobia dengan hujan dan suara Guntur, dan hati seorang ibu pasti tidak pernah salah, perasaannya selalu tak pernah enak jika hujan sudah turun disaat putranya itu berada di luar rumah.

"Lekas ganti pakaianmu, ini pakaian mendiang suamiku. Kurasa kalian memiliki ukuran yang sama, Biar Aku saja yang mengurus Luhan." Yumi menyerahkan sepasang pakaian itu ketika Sehun selesai membaringkan Luhan di ranjang kamarnya.

Tanpa mengatakan apapun Sehun memilih untuk menerima dan pergi untuk mengganti pakaiannya, karena memang tubuhnya sudah kaku karna suhu minus yang mulai merendah.

"Terimakasih sudah mengantar Luhan, kupikir hubungan kalian masih kurang baik."

Setelah mengganti pakaian Luhan , Yumi membiarkan anaknya itu beristirahat dan kebetulan Sehun baru saja selesai mengganti pakaiannya.

"Memang iya, tapi..."

"Tak apa, aku mengerti kondisi kalian. Terutama kau Sehun, maafkan Luhan jika-"

"Terimakasih untuk pakaiannya ahjumma, aku janji besok akan ku kembalikan." Sehun mengalihkan pembicaraan ketika ia paham Yumi akan membahas tentang Ayahnya.

"Tidak usah, simpan saja. aku benar-benar berterimakasih atas ini, aku tak tahu apa jadinya Luhan jika ia terlambat untuk di tangani, Phobianya dan gangguan ingatannya itu membuatku sangat khawatir." Yumi tersenyum getir ketika ingatannya melayang ke kejadian-kejadian yang pernah Luhan alami.

ImpactTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang