4 [Cinta Dalam Diam]

4.8K 191 0
                                    

~Selamat Membaca~

“Saya sudahi pelajaran hari ini, kerjakan halaman 56 sebagai PR. Selamat siang.” Ucap Pak Toni setelah bel istirahat berbunyi.

Setelah Pak Toni keluar dari kelas, semua siswa membereskan buku-buku dan berhamburan keluar.

“Mau ke kantin?” Tanya Bayu membuyarkan lamunan Rury.

Rury hanya menggeleng.

“Kenapa? Bawa bekal?”

Rury tidak menjawab, dan kembali melanjutkan lamunannya sampai Bayu menepuk bahunya. “Kenapa sih? Bengong terus?”, untuk kesekian kalinya ia menggeleng.

“Bay, kantin yuk!” Seru Ari, teman sebangku Bayu.

“Gak deh, gue di kelas aja.” Ujar Bayu dan kemudian duduk di samping Rury.

Sudah lama Bayu mengamati wajah Rury yang terlihat kurang tidur. Sebagai sahabat yang sudah 10 bersama, Bayu merasa cemas akan keadaan Rury.

“Rury yang ku kenal itu selalu bisa tersenyum, membagi perasaannya kepada Bayu. Sangat berbeda dengan wanita yang duduk di sebelahku ini hanya melamun dan memendam sendiri apapun yang membuatnya sedih.” Bayu memberanikan diri untuk berbicara.

Rury menghela nafasnya dengan berat dan mencoba menatap Bayu, namun bukannya kata yang terucap tapi justru air mata yang menetes. Hal itu tentu membuat Bayu bingung, "ada apa dengan Rury".

“Ri, lo kenapa?”

Rury hanya menggeleng dan menghapus air matanya, ia tidak ingin membuat teman-temannya yang lain menyadari bahwa ia menanggis.

Bayu kembali ke bangkunya mengambil sapu tangan dan menyodorkannya ke Rury, “Ambil!”

Sebelum Rury menjawab, Bayu menarik telapak tangan gadis itu dan memberikan sapu tangannya, “Dah ambil, gak usah gelang-geleng terus.”

Rury menerima benda berwarna biru itu, “Maaf.”

“Oh lo nangis karna punya salah sama gue? Lo salah apa? Udah gak usah pake nangis-nangis, cengeng banget sih!” Ucap Bayu dengan penuh percaya diri.

“Tingkat kePDanmu tuh emang parah ya.” Kini Rury bisa tersenyum.

Bayu ikut tertawa saat menyadari sahabatnya itu tersenyum, “Terserah deh, gue ikhlas di bilang kePDan. Yang penting lo bisa senyum.”

Semua siswa spontan masuk setelah mendengar suara bel.

“Pokoknya pulsek lo harus cerita ke gue.” Buru-buru Bayu berjalan kembali ke bangkunya.

*****

Rury berdiri di depan gerbang sekolah, ia menunggu disana bersama sepedanya karena Bayu yang meminta. Kalau saja botol minum Bayu tidak tertinggal di kelas, pasti mereka sudah pulang 15 menit yang lalu.

“Lama banget sih. Kalo gini mah keburu hujan.” Gerutu Rury. Kesal dalam hati gadis itu terpaksa ia hentikan karena suara handphonenya berbunyi.

Bayu
Ri, sorry gue ada rapat sama anak-anak basket yang lain.

Rury
Iya -_-

Bayu
Jgan mrah dong, Ri. Bsok  gue traktir di kntin deh

“Tau gitu gak aku tungguin si Bayu, bikin kesel deh” Rury memutuskan tidak membalas pesan Bayu.

Ia mengayuh sepedanya, namun di perempatan jalan ada dua orang lelaki berbadan besar yang siap seperti akan menghadang jalan Rury.

“Berhenti!” Ucap salah satu lelaki sembari memegang sepeda Rury.”

Rury merasa ada yang aneh dengan wajah kedua lelaki kekar itu. “Kalian mau apa lagi?” Tanya Rury yang mengenali wajah keduanya.

“Turun!” Lelaki itu kembali membentak Rury.

Rury memberanikan diri untuk mengulangi pertanyaannya, “Kalian mau apa?”

Lelaki itu tidak menjawab, ia malah menoleh kearah temannya, entah mengapa perasaan Rury tidak enak.

Tiba-tiba tangannya di tarik dan di dorong hingga terjatuh ke badan jalan.

“Astaga, kalian ini mau apa?” Badan Rury gemetar, ia takut.

“Ya Tuhan ada apa ini, kenapa jalanan disini sepi sekali. Aku harus apa?”

Rury semakin takut saat lelaki itu mendekati Rury, tangannya mengepal dan mengarah pada tubuh Rury.

Namun sebelum kepalan tangan itu mendarat di tubuh Rury, ada sebelah tangan yang memeganginya.

“Beraninya kok sama perempuan?” Ucap seorang yang siang itu telah menjadi pahlawan bagi Rury.

Mata Rury menyusuri tangan yang telah menyelamatkannya, dan betapa terkejautnya ia saat mendapati wajah Reza.

Cinta Dalam Diam [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang