Chapter 5

55 2 0
                                    

Ethan melihat Arryn, yang terlihat sangat bingung dan ketakutan.

Dia tidak menyalahkannya, karena memang sangat mengejutkan, dan tanpa sepengetahuannya, aku pun memilihnya.

Aku memilihnya karena aku merasa dapat mempercayainya, tidak ada alasan khusus.

Ethan pun kembali menatap pasangannya, yang masih terlihat bingung.

***

"Hey! Lu dipanggil tuh!"

Teriakan itu membuyarkan lamunan Arryn.

Arryn menoleh ke Jessica, yang tadi meneriakinya. Jessica menunjuk keatas panggung, dimana Ibu Tay sedang mencari-cari sosokku.

Arryn pun dengan segera berdiri, berjalan dengan kaku menuju panggung.

Dia melangkah naik, dan berdiri disamping Ethan.

"Baik, selanjutnya..."

Suara Ibu Tay sudah tidak terdengar olehnya, suara hati dan otaknya berlombalomba memberikan penjelasan yang tepat tentang kejadian ini.

***

Usai pemilihan pasangan, murid-murid berhamburan menuruni tangga menuju kelas masing-masing.

Arryn berjalan dengan lemas, menuju kursinya, dan mulai melanjutkan membaca novelnya.

"Arryn."

Panggilan itu membuyarkan imajinasi Arryn. Arryn pun mendongak keatas, melihat Ethan sedang berdiri, memegang sebuah kertas di tangannya.

"Lu harus isi formulir ini, jadi guru-guru pada tau lu pasangan gue.", kata Ethan datar.

Arryn merasa gejolak didalam hatinya. Dia akan menuntut kebenarannya, dari pada otaknya meledak karena penasaran.

"Lu jelasin dulu ke gue, kenapa lu pilih gue jadi pasangan lu. Pertama, kita baru ketemu. Kedua, gue bahkan belom-"

"Gue percaya sama lu.", potong Ethan.

Arryn bungkam. Ethan curang. Jika dia jawab seperti itu, jawaban apa yang dapat diberi Arryn?

Arryn pun menyambar formulir yang masih dipegang Ethan dan mulai mengisinya.

***

Setelah pelajaran itu selesai, bel makan siang berbunyi.

Tetapi murid-murid 11A tetap berada dikelas, untuk merencanakan apa yang akan dipentaskan untuk Open House.

Arryn memerhatikan Ethan, yang dengan cepat mempersiapkan semua yang dibutuhkan untuk "rapat" ini.

Ethan pun berjalan menuju papan tulis, dan mengetuk papannya, yang membuat seisi kelas hening.

"Ok, jadi Open House akan dilaksanakan dua minggu lagi, dan kita harus menyiapkan sebuah presentasi. Tidak apa-apa jika hanya beberapa orang, hanya sebagai wakil kelas 11A. Ada yang ingin memberikan pendapat untuk presentasi?", mulai Ethan.

Joe mengangkat tangannya.

"Joe."

"Bagaimana kalo kita bikin dance aja? Kan ga harus semua orang ikut, jadi beberapa orang yang jago nari aja.", kata Joe.

Beberapa murid mengangguk, menyetujui pendapatnya.

"Maaf Joe, tapi dance membutuhkan waktu yang lama untuk dipersiapkan, dan kita hanya mempunyai dua minggu tersisa.", tolak Ethan.

Joe pun mengangguk mengerti.

"Ada lagi?", tanya Ethan.

Dada Arryn berkecamuk. Dia ingin memberikan pendapat, tetapi takut ditertawakan.

Akhirnya, Arryn dengan nekat yang tinggi, mengangkat tangannya.

"Arryn."

"Gimana kalo kita bikin drama aja? Dialognya gausah panjang-panjang. Tinggal beberapa orang aja.", kata Arryn dengan gugup.

Murid-murid 11A mengangguk dan bertepuk tangan setuju.

"Ga buruk juga ide lu. Ok kita bikin drama. Tema?", tanya Ethan.

Jessica mengangkat tangannya.

"Jessica."

"Romeo and Juliet. Terus, Samantha bisa jahit bajunya. Dia kan jago jahit.", kata Jessica.

Samantha mengangguk.

"Ok. Pemeran."

"Gimana kalo Ethan jadi Romeo, terus Joe jadi Juliet?", celetuk seseorang.

"Lah kok gue? Kan gue cowo!", teriak Joe.

"Kalo Julietnya cewe, bisa-bisa pada iri Joe.", kata Samantha.

Joe pun hanya mengangguk pasrah.

"Ok. Joe, mulai latihan hari ini ya.", kata Ethan.

Tetapi Ethan tidak melihat ekspresi Joe yang berubah menjadi ekspresi licik.

"Tan, hari ini gue gabisa. Gimana Arryn gantiin gue?", tanya Joe.

Arryn membelalakkan matanya, dan melotot kearah Joe.

Berani-beraninya dia!, batin Arryn.

Inside The DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang