Chapter 10

31 2 0
                                    

Arryn terbangun sebelum alarmnya berbunyi.

Dan seperti hari-hari yang sebelumnya, Arryn pun menyiapkan sarapan untuk kedua orangtuanya, menyiapkan susu untuk Nico, dan terakhir, mmenyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri.

Sudah hampir dua minggu Arryn belum melihat ayahnya, karena ayahnya selalu pulang telat karena pekerjaannya. Terkadang Arryn merasakan rindu untuk ayahnya, tetapi terkadang, rasa rindunya itu diganti dengan rasa kepedihan dihati yang tak terhentikan.

Setelah semu pekerjaannya selesai, dia pun berjalan menuju sekolah.

***

Ethan berdiri di depan gerbang sekolah, menunggunya untuk datang ke sekolah.

Ya, dia adalah Arryn. Dia ingin berteman dengan baik dengan gadis itu, dan hal itu tidak akan terkabulkan jika mereka akan terus seperti ini. 

Sepertinya Arryn masih kurang percaya sama gue. Padahal sumpah gue tulus sama dia kok temenannya. Kenapa dia salah paham ya?, batin Ethan.

Dan seketika lamunannya buyar ketika seseorang menyapanya.

"Selamat pagi Koko Ethan!", seru gadis itu.

Namanya adalah Grace, dan dia adalah salah satu adik kelas Ethan. Grace mempunyai mata bulat yang besar, rambut hitam legam yang dipotong bob, dan bibir tipis yang dilapisi lipstik berwarna pink muda. 

Selama akhir tahun ini, banyak murid perempuan yang mengejar Ethan, dan Grace adalah salah satunya, tetapi sayangya, Ethan sangat tidak peka akan lingkungannya. SANGAT.

Tetapi, lebih cakep Arryn. Jauh malah. Hatinya juga lebih cantik Arryn. , batin Ethan.

"Pagi Grace.", jawab Ethan dengan ramah.

Ketika Grace hendak menjawab, Ethan melihat Arryn dengan cepat melangkah masuk gedung sekolah. Ethan harus dengan cepat mengejarnya.

"Gue pergi dulu.", kata Ethan, sebelum Grace dapat mejawab.

Dan Ethan pun berlari mengejar Arryn yang semakin menjauh.

***

Setelah berada disebelah gadis itu, Ethan pun berhenti berlari.

Ethan menoleh kearah gadis itu, yang sama sekali belum mengganti raut mukanya sama sekali. Ethan menunjukkan wajah heran, tetapi Arryn pun tidak menyadari ekspresinya itu. Bukan, lebih tepatnya, gadis itu pun tidak menyadari keberadaannya.

Ethan berdeham.

Arryn menoleh.

"Oh, Pagi Ethan.", sapa gadis itu dengan nada yang terdengar mengantuk.

Dan untuk kedua kalinya, Ethan menatap Arryn dengan wajah yang heran.

"Kenapa? Ada sesuatu di muka gue?", tanya Arryn sambil mengusap-usap wajahnya.

Ethan pun sontak ketawa dan berhenti berjalan. Arryn menatapnya dengan wajah heran. Setelah puas berketawa, Ethan menunjukkan wajah gelinya.

"Ngga kok Ar, gaada apa-apa di muka lu.", jawab Ethan.

Ethan menyadari bahwa Arryn sempat tersontak kaget mendengarnya memanggilnya dengan panggilan "Ar". Tetapi kekagetan itu dengan cepat tergantikan dengan wajah herannya.

"Terus, kenapa lu tiba-tiba ketawa ketawa? Dasar gila.", jawab Arryn.

"Ah.. Ngga kok. Lu kedengeran ngantuk aja. Emang lu bangun jam berapa sih setiap pagi?", jawab Ethan.

Arryn sempat terdiam sebentar, sebelum menjawab pertanyaan Ethan,

"Jam empat pagi.."

"Lu ngomong apa?! Ga kedengeran! Ngomong kerasan dikit kenapa?", jawab Ethan dengan keras.

"JAM EMPAT PAGI!", jawab Arryn, nyaris berteriak.

"Ohh.. jam emp- tunggu. Ngapain lu bangun jam empat? Kan kita sekolah jam 06.30?", tanya Ethan.

Arryn terlihat gelisah beberapa saat, sebelum menjawab,

"Bu-bukan urusan lu."

Dan Arryn pun jalan menjauh.

Dan Ethan pun mengejarnya lagi.

 Sebelum Ethan dapat menanyakan hal itu lagi,

"Hatsyiii!"

Ethan pun menoleh kearah Arryn yang sedang menutupi wajahnya dengan tisu.

"Lu kena flu?", tanya Ethan.

Arryn menoleh kearah Ethan, dan mengangguk.

Ethan pun menaruh tas yang  ia bawa di lantai, dan membuka jaket yang sedari tadi ia pakai, berwarna navy blue dan memberikannya pada Arryn.

Arryn menatapnya dengan tatapan heran, menggelengkan kepalanya, dan berkata,

"Ga usah Ethan, gue- Hatsyii!"

Ethan mendesah pelan dan menyodorkan jaket itu pada Arryn lagi.

"Pake aja gapapa. Dari pada lu sakit nanti.", jawab Ethan.

Arryn pun menyerah dan mengambil jaket itu dari tangan Ethan.

"Makasih ya, nanti gue balikin.", kata Arryn dengan sebuah senyuman.

Ethan pun mengambil tas yang Arryn bawa, dan memegangnya, saat Arryn sedang memakai jaketnya.

Dan setelah selesai, jaket itu terlihat kebesaran dipakai oleh Arryn, tetapi hal itu membuatnya telihat semakin..... imut

Arryn pun mengulurkan tangannya dan berkata,

"Sini tas gue."

Ethan menggeleng pelan dan berkata, "Ngga Ar, lu lagi sakit."

"Gue gamau orang yang gue sayang tambah sakit.", tambah Ethan.

Seketika muka Arryn bersemu merah, dan dia pun dengan perlahan jalan menuju gedung sekolah yang berarna putih abu-abu itu.

Anak itu unyu banget sih, batin Ethan.

Inside The DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang