Chapter 9

31 4 0
                                    

Arryn membeku ditempat, ketika dia merasakan pelukan Ethan.

Pelukan itu sangat lembut, dan perlahan-lahan suhu tubuh Ethan mulai terasa di dada Arryn. Arryn pun mulai merasakan detak jantung Ethan. Arryn pun mulai merasakan mukanya memanas.

Setelah beberapa detik, Ethan melepaskan pelukan mereka. Arryn melihat Ethan memalingkan mukanya untuk menyembunyikan mukanya.

Setelah hening beberapa saat, Arryn pun mulai mengatakan bagiannya.

"Tidak bisa Romeo... Aku tau bahwa kau ingin aku disampingmu.. Tetapi ayahku mengatakan tidak. Maafkan aku...", kata Arryn alias Juliet.

Ketika Ethan alias Romeo hendak menjawab, jam berdentang jam 4 sore.

"Maaf Ethan, gue harus pulang. Udah jam 4 nih.", kata Arryn.

Ethan mengangguk dan berkata, "Mau gue anterin ga?"

Arryn menggeleng pelan, menyambar tas sekolahnya dn segera berlari meninggalkan ruangan itu.

***

Arryn berlari dan berlari sampai tidak terlihat lagi sekolahnya. 

Kejadian itu terus berulang-ulang di kepalanya, sampai dia pun tidak sadar bahwa dia sudah berdiri didepan rumahnya.

Arryn pun mengeluarkan kunci rumahnya yang berada di sakunya dan membuka pintu rumahnya.

***

Arryn pun dengan pelan melangkah masuk ke rumahnya, takut dengan tanpa sengaja membangun Nico. 

Rumahnya berukuran sedang, dengan hiasan yang juga sederhana. Di atas perapian, jelas terlihat bingkai foto dengan foto Arryn bersama kedua orang tuanya. Sebuah sofa terlihat didekat perapian, dan sebuah televisi didepan sofa itu. 

Arryn pun menengok dan tersadar bahwa ibu tirinya sedang menggendong Nico di tangannya, dengan menyanyi lagu dengan lembut dan sangat menenangkan. Tanpa sadar, Air mata Arryn terjun butir demi butir dari kelopak matanya. Dia kembali teringat dengan ibunya, juga dengan lembut menyanyi kepadanya saat dia kesusahan tidur.

Arryn pun menghapus air matanya, memasang sebuah senyum yang ceria, dan menyapa ibu tirinya.

"Sore ibu. Langitnya sangat indah hari ini ya.", kata Arryn mencoba untuk memulai percakapan.

Seketika alunan lagu itu terhenti. Sepasang mata coklat yang tajam menoleh kearahnya, dan mata tu terlihat sangat marah, kilatan api kebencian terlihat jelas di mata ibu tirinya itu. Ibu tirinya itu dengan marah segera bangkit dari sofanya, dan dengan marah meninggalkan Arryn, berjalan menuju kamarnya.

Arryn pun tidak sanggup menahan air matanya. Dia pun berlari menuju tangga, lari naik, dan langsung berlari masuk kamarnya. Dia mengunci pintu kamarnya dan terisak-isak tanpa henti. Dia menaiki ranjangnya, dan menangis sampai kehabisan air mata.

Oh Tuhan. Doa Arryn.

Kesalahan apa yang hamba perbuat sampai engkau menimpa kemalangan ini Tuhan?

Arryn pun berhenti sejenak, dan melanjutkan doanya.

Tuhan, hamba tidak akan meminta apapun dari Tuhan lagi. Hamba hanya meminta kebijaksanaan dan kesabaran untuk menyelesaikan masalah-masalah ini.

Arryn pun tersenyum, beban di pundaknya seperti lenyap.

Amin.

Arryn pun bangkit dari tempat tidurnya, dan mengambil diary yang berada di meja belajarnya dan mulai menulis.

Setelah banyak masalah, datanglah sesuatu yang baru di hidupku yaitu lu Ethan. Apakah elo sebuah berkat? Atau malah sebuah jebakan? Tapi jebakan apapun yang lo rakit, gue udah mulai jatuh. Jatuh kedalam perangkap lu.

Inside The DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang