3.Siapa dia¿

52 10 5
                                    

Melukis salah satu hobi senja dari kecil, hingga sekarang itu pun masih, jadi tidak salah jika dia mengikuti eskul lukis. Senja berjalan menuju ruang eskulnya dengan senyuman yang di paksa, karena jika tidak semua orang akan curiga, senja memang bukan seorang primadona di sekolah, apa lagi seseorang yang di puja di sana, dia hanya gadis biasa.

"Permisi" ujar senja sambil mengetuk pintu putih tersebut.

"Masuk" teriak orang yang ada di dalamnya. Saat senja masuk sudah banyak orang di dalam, tentu saja pasti senja tadi sudah telat, padahal dia adalah pengurus dalam eskul ini.
"Maaf saya terlambat"  senja langsung menaruh buku gambar dan alat yang lainnya.

Di lain tempat pria berperawakan tinggi sedang memainkan gitarnya, sesekali dia tersenyum walau dia adalah tipikal orang cuek, tapi jika dia sudah masuk dalam dunia musiknya, dia pasti akan terus tersenyum seperti sekarang, meninkmati setiap petikan gitar dan lantunan dari gitar itu membuat pikirannya tenang.

"Ah udah jam sepuluh" gumamnya saat berhenti bermain gitar dan melihat jam tangan yang melingkar di tangan kekarnya. Dengan cepat dia berlari membawa gitarnya menuju tempat yang ia cari, namun belum sempat dia sampai bahunya di tabrak oleh seseorang membuat gitar yang ia pegang jatuh ke lantai, dan kalian tahu apa yang terjadi pada gitar itu. Gitar itu retak.

Pria itu menatap gitarnya sendu lalu beralih kepada pemilik bahu yang manabraknya tadi, ia menatap orang itu tajam, lalu ia sesuatu teringat di kepalanya.

Ini kan cewek kemarin yang pingsan, udah gue duga gue sial gara-gara ini orang. Batin pria itu sambil menghela nafasnya.

Ya gadis itu senja.
"Maaf ya gue gak sengaja" sahut senja saat melihat orang itu menatapnya tajam, lalu dengan cepat dia berbalik namun tangan orang itu lebih cepat menahan tangan senja.

"Lo tanggung jawab, gitar gue rusak" bentak orang itu, kepada senja yang masih memunggunginya, dengan pasti senja memutar tubuhnya agar menghadap ke arah pria itu.

"Iya, gue tanggung jawab, lo kira ngehamilin lo apa, pake tanggung jawab" ucap senja asal nyerocos, membuat pria itu menatapnya tak percaya.
"Ini nomor gue, lo harus beli gitar dengan warna, motif, dan bentuk yang sama" pria itu langsung pergi dengan membawa gitar yang sudah rusak. Senja hanya memengang kertas yang ditulisi nomor oleh pria itu dengan datar.

"Bisa habis tabungan gue buat nonton konser oppa" ujar senja lalu menaruh kertas itu di sakunya, dia bersumpah tidak akn pernah berlari lagi sepanjang hidupnya, tapi dia tidak akan berjanji.

Sedangkan pria tadi masih menatap sendu gitarnya, gitarnya, GITARNYA.

"Arghhh, gitar gue, hidup gue, kesayangan gue" histeris pria itu, lalu sebuah tangan menepuk pundaknya, pria itu menengok dan mendapatkan temannya.

"Faz lo kenapa, eh gitar lo kenapa" tanya pria yang ada di hadapannya. Siapa lagi kalau bukan Endra Wijaya sahabat dari pria itu.

"Ini gara-gara cewek gak tau terima kasih, udah gue tolongin pas pingsan eh dia malah ngebuat gitar kesayangan gue rusak" ujarnya kesal, endra bisa lihat betapa kesalnya sahabatnya ini, tapi mau gimana lagi, dia bukan tuhan yang sekali ucap dapat terwujud yang kita bilang.

"Faz lo gak biasanya kayak gini, biasanya lo cuek, tetap dengan gaya SWAG ala ala boyband korea, hahaha" ledek endra, membuat pria itu, semakin panas dan mendidih.

"Bodo" ucapnya dingin.

"Eh, iya lo di cari sama bu elma katanya mau ngurus eskul musik, dan gue mau bilang hati hati cewek di sini ganas semua, makanya punya muka jangan ganteng ganteng, standar aja kayak gue" ujar endra dengan gaya sok imutnya, membuat pria yang di hadapannya jijik.

Itu mah maunya lo, bego. Ujar pria itu saat melihat endra.

Lalu pria itu berjalan dengan cepat menuju ruang musik, karena dia tahu bahwa gurunya itu akan mengomelinya saat datang nanti.

"Telat 10 menit" suara siapa lagi kalau bukan bu elma,baru saja pria itu membuka pintu, guru itu langsung menyambar.

"Naufaz, kenapa kamu telat, tidak seperti biasanya" tambah bu elma kepada pria itu.

Ya. Nama pria itu Naufaz Rivana, mantan pengurus dari eskul musik, dan sekarang dia akan mengurus eskul musik lagi, itu hal yang begitu membahagiakan bukan. Tapi dirinya sudah mendapat masalah dari gadis yang dia sendiri tidak tahu namanya, lagi pula dia tidak peduli. Naufaz memang tergolong sebagai the most wanted bahkan dari dia SMP, dia hanya dingin kepada orang yang belum ia kenal, tapi jika kalian mengenalnya lebih dalam dia adalah orang yang humoris.

"Ada masalah bu" jawab naufaz santai. Dan mantan gurunya itu sudah biasa dengan sikap naufaz yang seperti ini. Yang selalu menganti topik.

"Oke, saya ingin bilang, bahwa sebentar lagi ada lomba instrumen musik jadi saya ingin kamu mencari beberapa orang yang bisa kamu andalkan di sekolah ini, sebenarnya saya sudah memiliki satu, tapi....." ucapan bu elma terpotong sedangkan naufaz menatap itu aneh "dia menolak ikut" lanjut bu elma gusar.

"Kenapa" entah apa kata itu kaluar dari mulut naufaz, tapi tetap terkesan biasa saja.

"Hmm, sudah itu tidak usah di bahas, oh iya saya juga mau bilang bahwa ruang musik di pindahkan bukan di tempat yang dulu" sahut bu elma.

"Loh kenapa" dua kata tapi begitu aneh, dia hanya bisa bilang kenapa dan itu sangat aneh.

"Sebenarnya kepala sekolah memintanya, jadi ibu tidak bisa menolak, dan ruang musik berada di sebelah ruang lukis jadi naufaz kau pasti bisa menemukanya dengan mudah, baik saya sudah selesai jadi silahkan kembali"

Naufaz menghembuskan nafasnya kasar, ruang musik yang dulu ia bangun di pindahkan, dan dekat dengan ruang lukis, sebenarnya itu tidak jadi masalah hanya saja kenangan dalam ruangan itu begitu banyak, dari sahabat dan perjuangannya hingga bisa seperti ini. Dia yakin orang akan bilang itu hal sepele, tidak penting tapi ketahuilah sesuatu yang terlihat kecil itu lebih berharga dari pada yang terlihat besar, seperti orang kaya, lihat belum tentu orang kaya lebih bahagia dari orang yang tak mampu. Jadi jangan pernah sesekali menganggap hal kecil itu biasa karena yang kecil bisa menjadi luar biasa. Dan yang besar dia belum tentu bisa. Hidup memang aneh dari dulu jadi jangan pernah salahkan hidup ini tapi salahkan dirimu, karena jika kau tidak salah maka hidupmu pun begitu. Seperti hidup naufaz yang mungkin dia pikir selalu di permainkan oleh takdir, tapi yang sebenarnya bahwa dirinya sendiri yang mempermainkannya.

Absurd chapter ini, maaf kalau gak nyambung. Otak ini sedang banyak masalah, dari pr di sekolah, sampai ulangan jadi maklumi ya:)

Salam dari Me

Senja Setelah GerimisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang