Chapter 03

207 23 9
                                    

"Jadi kau ke sini hanya karena ada kerjaan?" Taehyung membuka mantel, menyangkutkannya pada gantungan di sudut kiri apartemen Nara. Ia berjalan masuk ke dalam ruang tengah dan melihat punggung Nara yang menghilang kearah dapur.

"Iya. Ayahku tidak bisa datang, jadi aku yang mengurusi semua keperluan bisnisnya di sini." Nara sedikit berteriak.

Hati Taehyung mencelos akibat terlalu cepat berekspetasi tinggi. Awalnya, dia pikir Nara datang karena rasa rindu, seperti yang ia rasakan, atau paling tidak karena rasa bersalah akibat telah meninggalkan dirinya sendiri di Seoul. Tapi sepertinya Nara tidak merasakan atau menyesali apapun.

Bukan karena Taehyung, dia kembali ke Seoul hanya untuk membereskan bisnis ayahnya saja.

"Bagaimana kabar paman?" Nara sibuk. Ia berjalan ke luar dapur, memasukkan helaian jemurannya ke dalam kamar, dan kembali ke arah dapur untuk membuat teh.

"Seperti biasa. Selalu sibuk." Taehyung menjatuhkan bokongnya pada sofa berwarna putih gading milik Nara.

"Ha... mereka sama saja." Pembicaraan Nara mengarah pada ayah Taehyung dan ayahnya. Mereka memang terkenal sebagai orang sibuk. Sibuk dan kaku, lebih tepatnya.

"Like brother like young brother."

Nara tertawa lepas. "Pepatahmu terlalu memaksa, Taehyung."

"Tapi itu memang benar."

"Lalu bagaimana kabar bibi Ilhwa?" kini Nara berjalan mendekati Taehyung dengan tangan penuh membawa nampan berisi sepiring kue kukus coklat dan dua cangkir teh hangat.

"Baik."

"Aku rindu kue kukusnya. Belum ada kue kukus yang seenak milik bibi." Nara meletakkan nampan, kemudian menyusun bawaannya di atas nakas. Ia pun menduduki tempat kosong di sebelah Taehyung.

Kue kukus coklat buatan Ibu Taehyung adalah kesukaan Nara.

"Berkunjung saja besok," suruh Taehyung, "Pasti dia langsung membuatkan mu kue kukus itu."

"Aku masih takut, Taehyung," kata Nara jujur, membuat Taehyung terenyuh hingga melupakan rasa kecewa yang wanita itu ciptakan beberapa menit lalu. Nara pergi bukanlah inginnya, pikir Taehyung. Menyalahkan bukanlah hal yang tepat, tapi menerima kembali mungkin itu lebih baik.

Mereka berdua cukup menderita selama ini. Cukup dan tak ingin lebih sakit lagi.

Seperti sebuah kebiasaan yang berubah menjadi hal wajib, Taehyung langsung menyandarkan kepala Nara pada dadanya. Dia membelai surai itu pelan bahkan diciuminya ujung kepala Nara, merasakan aroma apel yang tak hanya mengelitik, namun kini memenuhi paru-parunya.

"Jangan lupa dia itu menyayangi mu. Dan aku rasa dia akan terus menyayangi mu, Nara."

Nara mengangguk dalam pelukan Taehyung, membenarkan. Walau setengah hatinya masih ragu, jika mengingat-ingat kedua mata Ilhwa beberapa tahun silam.

Drrrttttt

Getaran pertanda pesan masuk membuat mereka melepaskan pelukan. Taehyung beranjak selepas membaca pesan masuk.

"Kau mau kemana?" wajah Nara tertekuk, jidatnya pun berkerut. Rasa kaget dan tak rela jelas tercermin pada wajahnya.

"Pulang."

"Pulang?" Nara mencoba memastikan.

"Ini sudah malam." Taehyung buru-buru memakai mantelnya selepas memakai sepatu. Sedang Nara langsung memfokuskan pandangannya, memburu jam persegi di dinding. 11.30. Jelas memang sudah malam, tapi bukankah tidak ada kata perpisahan untuk mereka berdua semalam apapun itu, seperti dulu?

Nara kemudian memandangi Taehyung, menuntut alasan yang lebih jelas. Dan di ujung pintu Taehyung sudah berdiri tegak. Kedua matanya sendu. Ia mendesah kasar dan akhirnya berkata lirih,

"Istriku sedang menungguku."

°°°

[A/N: chapter 4 dan seterusnya bakalan di-private]

Why Try | kthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang