Chapter 04

178 19 10
                                    

"Istriku sedang menungguku."

Kalimat itu terus terngiang dalam benak Nara, mengalun bersama suara detik jam dinding. Mengusiknya berjam-jam dan membuatnya sulit tidur. Terjaga hingga subuh menjelang.

Sial.

Ditemani anggur kesukaannya, di atas kursi kayu yang sengaja ia tempatkan di pinggir jendela besar, subuh itu Nara melamun. Dia tersenyum, mendecih frustasi kemudian membiarkan dirinya tertawa sebentar untuk menertawai diri sendiri. Benar, hatinya sakit, tapi ia sudah terlalu lelah untuk menangis. Dia merasa berada di sebuah jalan buntu yang sunyi, sendiri, tak tahu harus berbuat apa.

Kenyamanan yang Taehyung buat selama enam jam terakhir telah membuatnya melayang, menelan seluruh kesadarannya, membakar jiwa pun menaikan hasrat untuk jatuh kembali.

Atau mungkin memang Nara sudah jatuh kembali-dia bertanya-tanya-walau akhirnya dia tersadar kalau Taehyung bukan miliknya. Dia sadar, jika pria itu telah menikah satu tahun yang lalu.

°°°

"Aku pulang." Pukul 12.30 Taehyung tiba di apartemen setelah mendapat pesan dari Hana, istrinya. Taehyung melepas sepatu lalu menggantikannya dengan sendal rumah. Kedua mata Taehyung langsung terpenuhi oleh sesosok wanita berbaju tidur yang tengah datang menghampirinya. Wajah wanita itu kusut sedikit, juga kedua mata sudah hampir merapat. Dia mengantuk, namun memaksa untuk tetap terbangun.

"Kenapa malam sekali. Apa kau lembur?" Hana bertanya dengan wajah khawatir. Diperhatikannya seluruh tubuh Taehyung dari ujung kepala hingga kaki, kemudian menatap wajah Taehyung dengan lama lalu ia mendadak sedih. Taehyung pasti merasa sangat lelah, pikirnya.

"Iya, seperti itulah." Taehyung melepas mantel dan dasi kemudian memberikannya pada wanita itu.

"Segeralah pergi mandi, aku baru saja menyiapkan air panas," ujar Hana yang sedang menggulung dasi dan mantel agar lebih mudah dimasukkan ke keranjang pakaian kotor, "Aku akan segera memanaskan sup, jadi kau bisa langsung makan," lanjutnya.

"Tidak usah, Hana. Aku sudah kenyang." Taehyung terdiam sejenak, melihat Hana dengan tatapan yang tak memiliki arti. Ia menjilat bibirnya, menghela nafas sejenak, kemudian melanjutkan, "Aku lelah. Sehabis mandi, aku akan langsung tidur saja."

Ia melangkah, meninggalkan Hana yang hanya bisa memandang badan Taehyung yang bergerak terhuyung masuk ke dalam kamar.

"Baiklah," jawabnya lirih. Hana kecewa, terang saja. Seingat Hana tadi dia semangat sekali menyiapkan makan malam dan sedikit berkhayal jika Taehyung mungkin akan memuji makanannya. Ia sedikit berharap, sedikit. Namun rasanya harapan itu malah melilitnya hingga sesak.

Tapi, melihat Taehyung lelah dengan wajah kalut, juga tatapan sendu yang tak Hana pahami, sama sakitnya dengan harus menelan harapan sendiri.

Daripada memaksa Taehyung, daripada keduanya harus sakit, kenapa tidak aku relakan saja mimpi hari ini?

°°°

Taehyung ingin sekali dapat tidur dengan tenang. Badan dan pikirannya benar-benar sudah lelah, namun tampaknya, mata Taehyung masih enggan untuk tertutup. Ia memiringkan tubuhnya, menghadap pada wajah Jung Hana, wanita yang ia nikahi setahun yang lalu. Gadis itu tertidur tenang di sampingnya. Dengkuran halus keluar dari bibir tipis wanita itu, berlomba dengan suara detik jam dan juga hembusan pendingin ruangan yang sudah tua.

Taehyung sejenak berhenti berpikir tentang segalanya dan hanyut dalam pesona wajah kecil Jung Hana, wanita manis juga baik pilihan ibunya.

Mereka bertemu dua tahun lalu di taman belakang rumah Hana. Saat itu ia sedang menggunting beberapa batang mawar, sengaja ia lakukan untuk dijadikan hiasaan ruang tengah, katanya. Mereka berkenalan, saling bertukar kisah, kemudian menikah setelah genap sebulan saling mengenal.

Terlalu cepat, tapi itu lebih baik kata Ibu Taehyung.

Taehyung menurut saja. Gadis itu baik, lembut dan penurut, sanggup melakukan apapun yang Taehyung mau. Tidak ada yang kurang dari dirinya. Lagi pula, selain sisi indah Hana, ada keyakinan yang Taehyung dan ibunya tanamkan pada gadis itu-tanpa sepengetahuan gadis itu sendiri-bahwa hadirnya Hana diharapkan sanggup menyedot semua perasaan Taehyung pada Nara.

Mengingat Hana, Taehyung juga berarti harus mengingat Nara. Sulit dan membingungkan.

Taehyung tidak paham apa yang semesta telah rencanakan. Jelas mereka-Nara dan Hana-berbeda, pun waktu yang mereka gunakan untuk hadir di kehidupan seorang Kim Taehyung juga berbeda, namun mengapa mereka berdua sanggup meninggalkan tanda tanya besar dalam benak pria itu?

Malam-malam seperti ini Taehyung kerap kali berpikir, mengapa?

Hana sudah mengisi hatinya, Taehyung menyayangi Hana. Dia tidak bisa mengelak. Hana adalah wanita pertama yang dia cium di depan khalayak dan juga di depan Pencipta semesta. Yang kepada wanita itu saja dia serahkan diri sepenuhnya tanpa ragu, berbagi hasrat dan mimpi tentang sebuah keluarga.

Namun mengapa sosok Nara beserta kenangan mereka masih menyatu pada setiap helaan nafas Taehyung? Mengapa Taehyung masih menganggap bahwa kisah mereka belum berakhir, walau wanita itu sudah pergi? Mengapa walau jauh dia masih sanggup melihat bayang-bayang Nara di genangan kopi dalam sebuah cangkir? Mengapa ia masih sanggup mengulang tawa wanita itu dalam memorinya?

Mengapa ia masih bisa merasakan jatungnya berdetak abnormal jika di dekat Nara, seperti tadi?

Hingga, mengapa ia masih berani berharap pada Nara agar wanita itu merengkuh tubuh serta menggenggam tangannya erat, sedang ia jelas sadar ada hidup Hana dalam genggamannya?

Ada Nara di hatinya, pun ada Hana. Tapi siapa yang mendapat bagian terbesar, dia tidak tahu.

Taehyung merasa berdosa. Kepalanya pusing, tetapi Taehyung memilih mengubur pikiran kalutnya sendirian, membiarkan semua kata tanya mengapa mati pada ujung bibirnya. Tidak ada yang perlu tahu, semua akan berjalan normal, itu pikirnya.

Taehyung yang sulit tidur masih setia mengamati seluruh lekuk wajah Hana. Di tariknya pelan anak rambut yang menutupi wajah Hana. Badan Hana menggeliat akibat perlakuan Taehyung, yang membuat Taehyung seketika berhenti. Matanya terbuka pelan, mengerjap beberapa kali untuk memfokuskan pandangannya.

"Kau belum tidur?" Hana memandangi hanya pada wajah Taehyung, melihat kedua mata kekasihnya masih terbuka. Tak ada tanda-tanda mengantuk sedikit pun, tapi di bawah matanya terdapat kantong mata yang lebih besar dari kemarin, pertanda Taehyung sudah sangat lelah.

"Belum, aku sulit tidur."

Kasur melesak saat Hana mendekatkan tubuhnya pada tubuh Taehyung. Dia merasakan hawa hangat membalut dirinya. Kemudian wanita itu menggerakkan tangannya untuk menyentuh rambut Taehyung. Perlahan ia menyisir rambut Taehyung menggunakan jari-jemarinya yang kurus. Mereka bertukar pandang sebelum akhirnya Taehyung menutup matanya pelan. Tetap tekun, terus menerus disisirnya.

"Siapa yang selalu meminta diusap kepalanya tiap kali susah tidur? Kau kan, Taehyung?"

Sejak kalimat itu terucap oleh Ibu Taehyung-saat Ibu Taehyung sedang bertengkar dengan Taehyung tentang siapa yang paling manja diantara mereka berdua-kalimat itu langsung tersimpan di dalam sebuah pandora kecil berlabel 'Kesukaan Taehyung' pada pikirannya. Tidak payah baginya untuk membuat si pria manja mengunjugi alam mimpinya.

Ibu benar. Ini ampuh, mata Taehyung telah tertutup.

Hana mengembangkan senyumannya. "Selamat malam, Taehyung."

°°°

Why Try | kthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang