Chapter 14

177 13 10
                                    

"Halo, Hana di sini...

...tinggalkan pesan jika perlu."

Hati Taehyung mencelos. Suara Hana terdengar sama seperti kemarin sore walau ini sudah—kurang lebih—ke 31 kalinya ia menelepon. Ia yang terdengar bahagia membuat Taehyung sakit. Namun pria itu mencoba menipis semua rasa yang berkecamuk dalam hatinya dan berkata,

"Halo Hana... Ini aku Taehyung. Kau dimana? Kau ingin aku menjemputmu? Kau dimana sekarang? Telepon aku jika kau sudah mendengar pesan ini." Taehyung menjauhkan ponselnya dari daun telinga.

Selanjutnya panggilan terputus.

°°°

"Jaga dia."

"Jaga dia."

Bunyi denting sendok menabrak tepian mangkok keramik terdengar. Suaranya terlalu nyaring hingga menggema ke seluruh sudut dapur. Taehyung baru saja menghempasnya kemudian ia mendesah nafanya yang berat. Ia membungkuk, menopang kepalanya pada tangan kiri. Beban pada pundaknya terlalu berat.

Ditambah sarapan sereal kesukaannya terasa pahit pagi ini, dada Taehyung semakin terasa sesak.

"Jaga dia."

Sial, akhir-akhir ini kepalanya seperti berkhianat, terlalu mudah mengulang hal yang Taehyung benci.

Taehyung sadar apa yang ia harus lakukan; menjaganya. Tapi bagaimana melakukan hal itu jika wanita itu tak ada di sampingnya saat ini.

Sudah tiga hari Hana tak pulang. Tak ada kabar, tak ada pesan atau panggilan. Tak ada detik tak memikirkan wanita itu untuk Taehyung, membuatnya frustasi. Dan terakhir kali Taehyung mencoba untuk menelepon Hana, ponsel wanita itu masih belum aktif.

Taehyung kembali mengambil telepon genggamnya, yang sengaja ia letakkan di atas meja makan. Mengulang lagi kebiasaannya tiga hari ini, menelepon Hana setiap jam, pagi, siang, malam, sebanyak yang ia inginkan. Walaupun ia sadar tak akan ada suara Hana di seberang sana yang menyambutnya ramah, ia tak putus asa.

Tutt...

Tutt...

Ada harapan baginya. Ponsel Hana aktif kali ini. Ia tersenyum ragu, menyembunyikan debaran jantungnya yang tak stabil.

Cukup lama Taehyung menunggu. Dan ia masih berharap.

Satu lagi keajaiban di pagi hari. Nyatanya panggilan terangkat. Taehyung ingin menjerit rasanya namun tertahan oleh ribuan kata tak terucap dan rasa yang tak sanggup ia jelaskan.

"Halo. Hana..." panggilnya pelan. Dan tak ada jawaban.

"Hana,"panggilnya lagi. Namun masih tetap tak ada jawaban.

"Ha-hana." Taehyung merasa dadanya semakin sesak terkendali. Seperti ada yang menyesak dadanya kuat, memperkecil rongga dadanya, membuat nafasnya terputus-putus. Satu tetes air matanya jatuh tanpa ia sadari.

"A-aku ... aku minta maaf. Aku sungguh sungguh mi-minta ma-maaf." Lagi air matanya jatuh. Dan kali ini pria itu mengusap pipinya kasar. Ia benci dengan situasinya saat ini.

Terbayang olehnya wajah kecil wanita itu dengan dua binar yang selalu penuh harapan. Senyum kecil malu-malu miliknya lengkap dengan bulan sabit yang terbentuk. Bahkan ia bisa menghirup aroma tubuh wanita itu mendesak masuk pada paru-parunya yang tandus. Aroma yang sampai sekarang tak ia kenali namanya, entah mawar atau vanila atau kayu manis. Yang Taehyung ingat hanya bahwa aroma itu terasa wangi, manis dan hangat. Dan yang terpenting ia merindukannya.

Taehyung sesenggukan. Irama nafasnya semakin tak teratur menggema ke seluruh sudut dapurnya yang sepi. Ia terkungkung tangis pilu miliknya. Air matanya jatuh dengan deras seperti rintik hujan pada musim panas, jatuh berbondong-bondong tak terkendali. Tangannya sudah berhenti mengusap pipinya. Ia sadar hal itu sungguh tak berguna.

Why Try | kthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang