Chapter 05

192 18 4
                                    

"Selamat pagi," sapa Hana pada suaminya yang baru saja keluar dari kamar. Sebentar pandangannya mendarat pada presensi Taehyung yang sudah berdiri di dekat meja makan. Ugh—Taehyung berantakan sekali dalam kaos putih longgar kesukaannya. Dia berantakan, tetapi indah. Ini seperti Dejavu yang terjadi di setiap pagi.

Jika dihadapkan pada situasi seperti ini Hana otomatis akan datang mendekati Taehyung, memperbaiki leher baju kaos pria itu yang sudah termakan waktu, hingga benda itu terletak pada tempat yang tepat--menutupi tulang selangka dan dadanya--kemudian berkata, "Jangan gunakan kaos ini lagi." Lalu akhirnya meninggalkan satu kecupan singkat di pipi Taehyung. Sedang pria itu hanya akan membalas dengan senyuman.

Percuma. Taehyung terlalu cinta dengan kaos tua miliknya.

Meninggalkan Taehyung dan kaos favoritnya, Hana berjalan mondar-mandir, mengambil cangkir di sudut kiri dapur, mengambil beberapa piring dari kabinet dan meletakkannya di atas meja yang ada pada tengah-tengah dapur, kemudian kembali ia pergi mendapati telur mata sapinya.

Aroma seduhan kopi, teh, telur mata sapi dan roti panggang memenuhi dapur mereka, menggelitik hidung Taehyung sehingga menaikan nafsu makannya. Taehyung tidak sabar. Diraihnya segelas cangkir berisi kopi dari atas meja, membayangkan kerongkongannya dialiri kopi.

Tapi tiba-tiba dia terkesiap saat Hana menepis tangannya pelan. "Jangan minum kopi."

"Ini, minum teh ini dulu." Hana memberikan Taehyung secangkir teh.

"Kopi itu tidak baik untuk orang yang kurang tidur; menurunkan tekanan darah. Teh lebih baik." Hana tersenyum dan kemudian meletakkan sepiring roti isi di atas meja. Asap tipis menggeliat, terlihat seperti sedang menggoda Taehyung, tapi ia malah lebih tertarik memperhatikan gerak Hana. Dia tersenyum, tak lupa menguasak rambut Hana, kemudian barulah mendudukkan dirinya di depan meja makan.

"Apa kau pulang malam?" Hana masih bergerak membuat Taehyung risih. Dia menggapai pergelangan tangan Hana lalu mengajaknya duduk berdampingan.

"Ayo sarapan bersama," ujarnya. Kembali ke topik awal, setelah mengunyah roti sekali dan menelannya, barulah dia menjawab pertanyaan Hana dengan sebuah pertanyaan,"Ada apa?"

"Dua hari lagi ibu ulang tahun. Kita belum membeli hadiah untuknya." Hana benar, hampir saja Taehyung terlupa. Beberapa hari lalu dirinya sadar jika ibu sudah memberi kode untuk dibelikan sebuah oven keluaran terbaru sebagai hadiah ulangtahun. Bahaya jika tidak dituruti. Taehyung paham sekali perilaku ibunya. Sindiran halus setiap minggu, juga tidak ada kue kesukaan.

Tapi membayangkan tugas kantornya yang menumpuk, pun proyek yang menjanjikan Taehyung jadi berpikir ulang. Lumayan hasil proyek nanti bisa digunakan untuk membeli apartemen baru yang sederhana, berhubung mereka masih menyewa, pikirnya.

"Akan ku usahakan untuk pulang sore," katanya setengah yakin.

"Nanti aku kabarin lagi, oke?" lanjut Taehyung.

Hana hanya mengangguk mengiyakan.

°°°

Taehyung membenarkan posisi duduknya. Berkutat dengan lembaran surat perjanjian dan memeriksa beberapa dokumen dalam waktu yang lama membuat tulang pinggul dan ekornya pegal. Ia menghela nafasnya perlahan setelah yakin pekerjaannya untuk hari ini sudah selesai. Lebih cepat dari perkiraannya, Taehyung benar-benar senang bisa pulang kantor tepat waktu.

Saat tengah bersiap, mengenakan mantelnya, telepon genggam di atas meja terlihat berkelip, juga bergetar.

Sebuah pesan masuk.

From: Hana

Apa kau pekerjaan mu sudah siap? Bisakah kau menjemput ku?

Baru saja ingin membalas, satu notifikasi terlihat pada bar telepon genggam pintar miliknya. Darah Taehyung berdesir, pipinya memanas.

Nara mengirim pesan. Nara ingin bertemu.

From: Kim Nara

Ketemuan? :)

Taehyung mengutuk dirinya sendiri saat tersadar bahwa Hana sedang menunggu jawabannya. Lagi-lagi tentang Hana dan Nara. Mau tidak mau dia harus memilih. Memilih tiba-tiba, memilih secara acak, lantas ia mengetik papan tombol huruf pada layar ponselnya.

Mian. Sepertinya pekerjaanku masih banyak.

Sedetik kemudian sebuah pemberitahuan terlihat di layar telepon genggamnya.

Terkirim ke Hana.

°°°

"Kau tidak mendengarkan ku?" Nara memicingkan mata, mencari tahu. Sedang yang dicari tahu malah tidak merasa, atau sedang tidak peduli. Entahlah. Nara yang tidak ingin menebak-nebak segera menegur dengan nada yang lebih tinggi, "Taehyung?!"

"Hm, a-apa?" Taehyung mendelik. Ia kemudian melepaskan pangkuan dagu pada tangannya, melihat-lihat sekeliling, menyadari mereka masih di sebuah cafe di dalam mall yang terletak tak jauh dari kantornya (mereka memutuskan untuk bertemu di tempat yang lebih dekat). Lalu menjatuhkan pandangan seutuhnya pada Nara.

Nara menggunakan riasan tebal pada wajahnya, tetapi tidak menimbulkan kesan berlebihan sama sekali. Juga baju mewah buah pikir desainer ternama, melekat sempurna pada tubuhnya, bersanding dengan kulit putih nan bersih miliknya. Dan itu juga tidak membuatnya tampak begitu berlebihan, tetapi cantik. Dia cantik, seperti biasa.

"Kau tidak mendengarkan ku?" tanya Nara. Nadanya terlalu dingin, membuat Taehyung takut merespons. Taehyung yang diam jelas mengartikan bahwa dia tidak mendengarkan apapun. Nara menatapnya kesal.

"Maaf," ujar Taehyung lirih.

"Apa terjadi sesuatu?" pertanyaan Nara membawa jiwa Taehyung ke beberapa menit lalu; saat Hana membalas pesan singkatnya.

Baiklah, aku akan pergi sendiri. Jangan terlalu memaksakan dirimu! Hwaiting!! begitu tulisnya. Sial. Taehyung benar-benar merasa dirajam ribuan batu saat itu. Karena semula ia pikir, Hana akan batal berangkat. Dia pikir, Hana akan memilih tinggal di rumah, memutuskan untuk pergi esok hari saja atau marah? Iya, dia seharusnya marah. Marah seperti wanita-wanita pada umumnya yang kecewa jika suami melanggar janji, atau memberi harapan palsu. Tapi wanita itu malah memberi ucapan kasih yang membuat Taehyung merasa risau.

Taehyung menggelengkan kepalanya dua kali.

"Tidak, tidak terjadi apa-apa. Aku hanya lelah?" Taehyung sedang tidak bisa memilih kata-kata yang tepat. Dia menggigit bibir bawahnya singkat kemudian memperbaiki ucapannya, "Iya, sepertinya aku sedang lelah."

"Kau ingin pulang?"

Iya, adalah jawaban dalam benak Taehyung, tetapi "Tidak," adalah kata yang keluar dari bibirnya.

"Kau tahu, aku tidak percaya pada mu?" Nara terkekeh, sedang Taehyung tersinggung. "Ayo kita pulang. Kau pasti sangat lelah."

Hanya hening yang menemani mereka berdua dalam perjalanan menuju rumah. Taehyung melihat Nara menyandarkan kepalanya pada kaca jendela. Dia melihat jalan saja sedari tadi dan tidak berbicara bahkan sampai saat mereka berada di depan apartemen Nara.

"Pulanglah. Aku masuk dulu," ucap Nara akhirnya saat Taehyung membukakan pintu mobil untuknya.

Ia tidak bergerak, tidak pula menjawab bahwa dia tidak ingin pulang (atau sebenarnya dia memang ingin segera pulang.) Nara kesal, dia tahu. Ingin meminta maaf, tetapi segalanya terasa menyakitkan untuk Taehyung. Pikirannya kusut. Ia memutuskan untuk diam saja memandang punggung Nara yang menjauh dua langkah. Yang lalu tiba-tiba berbalik untuk kembali menatap dirinya dan memberinya sebuah senyuman miring.

"Pulanglah. Jangan berbohong dan jangan mengelak. Bagaimana pun aku ini kakak mu, 'kan? jadi aku tahu. Pulanglah. Aku bisa melihatnya ... bahwa matamu merindukan dia."

Why Try | kthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang