Epilogue

166 15 5
                                    

Taehyung's POV
°°°

Malam ini aku kembali tidak bisa menikmati tidurku. Walau sudah memasuki tahun kedua setelah kejadian pahit itu. Kejadian yang terjadi akibat kebodohanku sendiri terjadi, aku masih tak sanggup menatapi hari esok.

Sebelum subuh datang, aku sering terbangun. Mendudukkan tubuhku di kursi di balkon kamar, di apartemen, sambil menunggu matahari muncul kemudian pelan ia mulai meninggi. Dan setelahnya ia membubung sempurna, aku akan kembali ke dalam rumah untuk bersiap berangkat ke kantor.

Herannya, tak banyak yang kukerjakan selama menunggu sang surya bersinar. Aku hanya termenung dan kemudian berandai-andai dengan perasaan yang sulit untukku jelaskan. Namun aku sering melakukannya berulang kali seperti tak pernah bosan. Dan sampai sekarang aku terus berfikir perasaan apa yang sanggup membius pikiranku untuk terjaga. Yang jelas perasaan itu kuat melebihi kafein.

Seperti hari ini, aku kembali duduk di bangkuku, ditemani kelelawar yang sesekali berterbangan dan satu burung hantu yang baru saja terbang--mungkin pulang ke rumahnya--aku melihat langit yang mulai berubah warna jingga lembut berbaur dengan biru tua yang bercampur hitam. Suhu udara mulai menghangat, musim semi baru saja dimulai dari dua minggu yang lalu.

Musim semi? Tanpa sadar aku tersenyum.

Ada banyak hal yang kubanggakan dari musim ini. Musim di mana aku sanggup merelakan cinta pertamaku, dan mendapatkan cinta sejatiku, istriku, Hana. Ini musim semi ketigaku bersamanya, dan musim semi pertama kami bersama putri kecil kami, Kim Haneul. Putri yang baru saja Hana lahirkan satu bulan lalu.

"Kau belum tidur?" aku menarik pandanganku dari langit dan memusatkannya pada sumber suara, istriku, Hana. Dia sedang berdiri di dekat pintu, terbalut piyama cream kesukaannya dengan rambutnya yang tergerai. Ia terlihat manis dan menggoda dalam waktu yang bersamaan.

"Aku baru saja terbangun," jawabku.

"Sulit tidur lagi?" dia datang mendekatiku dan duduk tepat disebelah kananku. Aku mengangguk untuk mengiyakan. Ia tahu kebiasaanku namun baru kali ini berniat untuk bergabung.

"Apa Haneul terbangun?" tanyaku karena ia terlihat seperti sudah lama sadar dari bangunnya, dan dia mengangguk.

"Aku baru saja menyusuinya, dan dia sudah tertidur lagi." Berdua kami duduk berdampingan, menatap pada arah yang sama pada lengkungan matahari yang sedikit mulai muncul. Aku menghela nafas pelan dan kemudian menghirup udara pagi yang bercampur dengan aroma Hana yang manis. Kurasakan paru-paruku menghangat.

"Apa kau ingin bercerita?" tawarnya. Ia menatapku dengan senyum tipis pada wajahnya. Matanya teduh membuatku nyaman untuk menatapnya lamat. Dan saat pandangan kami menyatu, aku berkata,

"Maaf. Aku minta maaf." Sebisa mungkin kusembunyikan suaraku yang terdengar bergetar.

"Entah kenapa aku selalu ingin mengatakan maaf," kataku lagi. Kini wajahnya berubah sendu.

"Taehyung, kumohon jangan lagi kau ulangi kata-kata itu. Kita sudah sepakat, bukan?"

"Mauku juga begitu, tapi sepertinya ini hukuman yang harus kutanggung karena sudah berani menyakitimu." Aku tersenyum lucu. Aku tidak tahu dengan apa yang kurasakan, seperti yang kujelaskan sebelumnya. Namun aku sadar, saat melihatnya, banyak jarum yang terus menusuk hatiku. Dan mungkin, menurutku, kata maaf pantas untuk ia dengar setiap waktu.

Aku menghela nafasku panjang.

"Setiap malam. Ketakutan selalu datang padaku persis seperti bintang yang tak pernah meninggalkan langit. Aku takut kehilanganmu. Aku tak mampu. Jujur kukatakan saja bahwa aku tak sanggup jika kau meninggalkanku, Hana. Aku takut setengah mati. Seandainya saja aku tak sebodoh itu. Seandainya saja aku cepat menyadarinya."

Ini kali pertama aku mengaku pada Hana. Dan dapatku lihat sorot matanya yang berubah serius, sedikit tersipu malu dan dadanya yang naik turun. Aku menebak dia sedang gugup sama seperti diriku saat ini. Dan aku sangat berharap tebakanku benar. Dia menarik nafasnya pelan.

"Manusia tak bisa se-pasti matahari, yang selalu terbit di timur pada waktu yang sama. Dan aku juga, jujur saja, tak mampu berjanji akan selalu di sampingmu. Tapi kita diberi kesempatan untuk menentukan pilihan. Aku memilih untuk di sampingmu selama yang aku bisa. Selama yang semesta dan Penciptanya inginkan. Bukankah sudahku katakan padamu?" tangannya meraih tanganku, menjalin jari-jemari kami.

Aku mengangguk, dan film kejadian itu terputar dalam ingatanku, bagaimana dia pulang padaku dulu. Bagaimana penampilannya saat itu yang sama berantakannya denganku. Kami canggung untuk beberapa jam, hingga akhirnya aku menangis di hadapannya dan meminta maaf. Tapi kemudian
dia mengatakan, "tidak apa-apa." Dan itu berhasil menghancurkan seluruh tulang-tulangku hingga berkeping-keping.

Dia pulang membawa hati dan harapan yang masih sama. Dijadikannya aku rumahnya walaupun aku tahu aku tak sekokoh itu untuk menjaganya, dan aku tak seaman itu untuk tidak menyakitinya. Tapi dia percaya, katanya.

Aku memandang tangannya ​yang menggenggam tanganku, kemudian menatap matanya ragu-ragu.

"Jadi daripada meminta maaf, maukah kau mengatakan terimakasih karena aku ingin kembali?" tanyanya.

"Daripada berandai-andai, maukah kau berjalan bersamaku? Karena aku dan keputusanku takkan mampu berjalan sendiri tanpamu." Dia tersenyum setelah itu, dan sabit kegemaranku pun mulai terlihat membuat jantungku berdetak lebih keras. Aku gugup dan kepanasan namun ikut tersenyum.

Aku adalah orang paling bodoh di dunia, itu kata seorang Kim Namjoon dan anggap saja ia benar karena aku setuju. Aku bodoh karena tak pernah bersyukur dengan apa yang sudah kudapati. Aku tak mampu mengartikan kata hatiku sendiri. Menyakiti orang yang menyayangiku, dan menyalahkan orang lain atas kesalahanku sendiri.

Namun pernah sekali seseorang mengatakan padaku bahwa cinta lebih dari sekedar detak jantung yang tak normal. Perasaan yang melayang atau dada yang sesak seperti ditumbuhi ribuan bunga atau perut yang terpilin seperti sedang menaiki rollercoaster. Tapi bagaimana aku terus bergantung padanya, seperti dia adalah oksigen pada paru-paruku.

Ia yang sejati tak akan sanggup meninggalkanmu, katanya. Dan sampai sekarang aku selalu mengingatnya karena Hana tak pernah meninggalkanku sendiri.

Dan orang bodoh ini, kendati ia tak mengerti arti cinta, adalah orang beruntung karena mendapati cintanya yang sejati. Diberi kesempatan, lahir sebagai pasangan abadi istrinya, Kim Hana.

Aku balik tersenyum. Menggenggam balik tangannya dan meremasnya pelan. Tepat saat matahari naik setengah, aku berkata,

"Terimakasih karena mau kembali padaku. Tetaplah terus disampingku karena aku mencintaimu."

°°°

What a sensitive Taehyung :"
btw, terima kasih banyak udah baca sampai epilogue 💜

Why Try | kthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang