Chap. 9

6.7K 1.3K 137
                                    

First gais sebelum baca, dimohon dengan SANGAT untuk meninggalkan jejak berupa vote dan KOMENTAR. Kalian tau, yang buat penulis fanfiction lama update itu karna apa, selain sibuk? Ya karna ini nih, yang baca kayak hantu. Apa aku private aja ya cerita ini????



***

"Lo benar-benar nggak mau ikut?" Johnny menatap Taeyong sembari membereskan buku-buku sekolah miliknya.

Bel tanda pulang sekolah sudah terbunyi sejak beberapa menit tadi.

"Gue mau. Tapi gue nggak bisa John, gue lagi ada tanggung jawab."

Johnny mengangguk. Lalu menepuk punggung Taeyong pelan.

"Gue cabut dulu."

Taeyong mengangguk pelan.

Seluruh murid di kelasnya mulai mengosongkan kelas. Tiga terakhir terlihat Rose, Jisoo beserta Lisa berjalan akan keluar dari pintu dengan pandangan tajam mereka terhadap Taeyong.

Taeyong yang di tatap seperti itu langsung meneguk ludahnya berat.

Wanita benar-benar menyeramkan.



Untung cantik.

···

Jennie tersenyum tersentuh, menatap kedatangan teman sekelasnya. Namun, dalam kesempatan kecil matanya juga mencari sosok cokiber kelasnya itu.

"Jenn, Taeyong nggak bisa datang. Seminggu lalu bu Hyeri ngasih kabar kalau olimpiade di percepat otomatis, tugas Taeyong juga di percepat sama bu Hyeri." jelas Joy menatap Jennie.

Jennie mengangguk paham, tak banyak berkata.

"Untung lo tetap cantik ya Jen, walaupun sakit. Nggak malu-maluin gue sebagai mantan lo." ucap Jaewon tengil.

"Ngebacot si bangsat." balas Jennie membuat mereka tertawa bersama.

"Enak nggak lo di sini?" kini giliran Binnie yang bertanya.

"Pertanyaan apaan sih Binn?" delik Bobby kesal.

"Kehabisan ide si Binnie." sambung Bambam.

Binnie langsung memajukan bibir bawahnya.

Jennie tertawa kecil berkat kehadiran kawan sekelasnya.

Sore itu, suasana kamar nomer 15 milik Jennie, terasa ramai seperti pasar malam.

···

"Ma. Mama pulang aja, Jennie nggak apa-apa kok sendiri di sini. Mama juga bergadang mulu jagain Jennie." ucap Jennie lembut.

Ya memang mamanya tak pernah pulang selalu menjaga Jennie hingga terlelap, tanpa beristrirahat menyebabkan kantong matanya tampak jelas.

Kim Jia—mama Jennie menggeleng meragu.

"Kalau kamu butuh sesuatu gimana? Kalau kamu mau berpergian bagaimana?"

Jennie tertawa kecil, "Ma! Jennie udah besar. Mama tau juga 'kan, keadaan Jennie udah membaik. Udah mama pulang aja, Jennie beneran nggak apa-apa kok ma." bujuknya lagi.

Jia mencoba bertanya sekali lagi pada Jennie, mencoba membujuk Jennie agar ia tetap di kamar inap Jennie.

Namun, Jennie tetap berkeras untuk menyuruhnya pulang.

Jia pun akhirnya setuju, dengan syarat Jennie harus benar-benar tepat waktu meminum obat dari dokter, dan Jennie menyetujui.

Pintu tertutup, namun kemudian 5 menit kemudian terdengar terbuka.

Jennie mengira itu pasti mamanya.

"Ma Jennie 'kan..,

Taeyong?" desisnya saat menoleh Taeyong yang baru saja memasuki kamar inapnya.

Lengkap dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya.

Taeyong tersenyum kikuk, "Hai."

Jennie mengedipkan matanya apakah ini hanya alam bawah sadarnya atau bukan, kemudian menarik kursi di samping tempat tidurnya dan menepuknya menyuruh Taeyong untuk duduk di sana.

Taeyong menurut langsung menduduki kursi tadi.

"Lo baru pulang dari ngajar?"

Taeyong mengangguk pelan.

"Seharusnya, lo langsung pulang Yong. Ini 'tuh udah hampir jam sepuluh malam."

Taeyong tersenyum kecil. "Nggak apa-apa, lagian searah juga ke rumah gue." alibinya. Sejujurnya, rumahnya jauh dari rumah sakit ini. Ia harus memutar balik sebanyak dua kali.

"Oh, terus lo tau dari mana nomer ruang inap gue?"

"Gue nanya sama receptionist di depan" balasnya polos.

Jennie menepuk jidatnya pelan. Kok jadi bego gini, pas Taeyong dateng.

"Hahaha. Gue emang kurang fokus."

"Butuh Akua nggak?"

Jennie kemudian tertawa kembali disusul tawa kecil Taeyong.

"Apaansih Yong, receh banget lo."

Taeyong hanya mengedikan kedua bahunya.

"Minum obat lo jangan lupa."

Jennie memutar bola matanya malas, "Iye pak. Bossy amat lo."

Taeyong tak membalas ucapan Jennie.

Tangannya malah membuka tas sekolahnya, mengeluarkan sebuah mp3 player tipis beserta earphone putih miliknya.

"Nah. Pake buat lo di rumah sakit, supaya nggak bosen."

Jennie menatap benda kecil tipis di hadapannya.

"Enggak usah. Itu 'kan punya lo, lo sering make di kelas juga,"

Taeyong menatap Jennie jahil—tapi gagal karna terlihat datar doang, "Lo sering merhatiin gue ternyata."

Jennie mendecih, "Yang benar aja."

"Udah pake aja, kalau udah sembuh baru lo kembaliin,"

Jennie akhirnya mengalah, mengambil benda kecil tipis tersebut.

"Oke udah gue ambil. Sekarang lo pulang. Gue mau tidur."

Taeyong mengangguk, "Gue emang mau pulang kok" balasnya singkat.

Taeyong emang bener minta di tabok pemirsa.

"Gue pulang dulu."

Jennie mengangguk.

"Tunggu bentar."

Jennie menatap Taeyong dengan sebelah alis tertatik keatas.

"Coba lo baring."

Jennie mengikuti ucapan Taeyong dengan patuh.

Jennie langsung menahan nafasnya, saat Taeyong mendekat menarik selimutnya hingga menutupi dadanya.

Taeyong menatap Jennie sebentar, lalu menepuk pucuk rambut Jennie lembut.

"Cepat sembuh."








Please, butuh oksigen gue.






Jennie refleks terdiam seperti patung sambil menatap punggung lebar Taeyong yang mulai menghilang dari pandangannya.

Atur jantung Jenn. Atur jantung lo.

···

WKWKWKWK.

Crush.一Lee Taeyong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang