Bab Dua Puluh

10K 1.6K 202
                                    

Kirana

Agam: Kir, nanti hbs pulang mau ke mana?

Aku menahan napas melihat pesan WhatsApp yang baru saja masuk ke ponselku. Sejak aku pindah ke apartemen Kak Saras, terutama sejak kejadian yang membuatku marah padanya itu, Agam dan aku sudah jarang banget membicarakan tentang "kegiatan yang akan kami lakukan setelah pulang". Karena, yah, aku kan sudah nggak nebeng pulang lagi padanya.

Cepat, kubalas pesan darinya.

Kirana: Langsung pulang aja kayaknya
Kirana: Gak ada kegiatan jg
Kirana: Whyyy?

Agam: Temenin gue mau?
Agam: Lg pengin crepe cake

Aku mesam-mesem geli. Si Agam galak-galak begitu, kalau ke Pancious juga pasti pesannya Crepe Cake Blueberry!

Kirana: I'm in!!!
Kirana: Di GI? Biar ntar gue lgsg nyamper ke kantor lo, langsung cus kitaa

Agam: Gpp lo nyamper kantor gue dulu?

Kirana: Ya gapapa lahhh

Kulirik murid-muridku yang sedang khusyu' mengerjakan soal dariku. Aku bersyukur ini sudah jam tambahan bagi anak-anak kelas dua belas. Biasanya mereka cenderung lebih tertib karena mengharapkan ridho dari para guru. Yah, walaupun beberapa masih ada yang kasak kusuk sambil ketawa ketiwi di belakang sana. Itu gerombolan Reza dan kawan-kawan. Biar saja. Flu dan batuk yang menyerang imunku membuatku malas berdebat dengan bocah-bocah itu.

Untungnya, dua jam kemudian aku sudah sampai di lobi kantor Agam, agak keliyengan karena masih sedikit pusing. Agam bilang dia masih harus mengurus satu email lagi sebelum pulang. Aku mengiyakan, dan memutuskan untuk membuka instagram saja. Daripada gabut. It's pretty embrassing, actually, tapi aku sering banget sok-sok buka HP di tengah lalu lalang orang-orang seperti ini cuma karena aku kikuk dan supaya nggak kelihatan kayak orang gabut. Padahal yah, yang dibuka paling cuma instagram, atau line. Buka line pun, emang siapa sih yang bakal nge-chat?!

Aku mengernyit ketika melihat komentar Resha di foto yang diunggah Fanny tujuh jam lalu. Resha menuliskan komentar yang nggak nyambung banget, seperti biasa, tapi aku lebih takjub lagi ketika tahu bahwa Resha mengenal Fanny. Aku ingat sih Resha pernah mention kalau dia kerja di tempat yang sama seperti Fanny, tapi aku nggak menyangka kalau mereka cukup dekat. Sampai berbalas komentar di IG segala. Pengin ketawa aja rasanya. Ternyata Resha kenal Fanny yang biasanya kusebut-sebut sebagai 'ceweknya teman gue' atau 'ceweknya si Agam' ketika bercerita padanya. What a small world!

"Hei," seseorang menepuk pundakku. Aku menahan napas. Agam, dengan kemeja slimfit ala kakak-kakak kantoran yang rasanya udah lama banget nggak kulihat itu tersenyum padaku. "Sori, udah nunggu lama?"

"Nggak terlalu. Yuk!"

Agam mengernyit. Cowok itu meletakkan telapak tangannya di atas dahiku. "Lo sakit?"

Aku menyingkirkan tangannya dari dahiku. "Flu sama batuk-batuk doang."

"Rada anget," Agam memberi informasi. "Udah minum obat?"

"Belum. Ntar mampir aja dulu ke Guardian atau di manaaa gitu."

"Langsung pulang aja, yuk? Gue anter. Di dekat apartemen lo ada apotik kan? Beli di sana aja," Agam menghentikan langkahnya. "Yuk?"

"Terus sia-sia dong gue naik busway dari CH ke sini, terus nungguin elo, kalau ujung-ujungnya cuma pulang?" protesku. Kugeret tangannya supaya dia mau berjalan lagi "Pengin Pancious, Agaaam!"

"Lah, tadi kan gue yang pengin. Kenapa jadi elo ikut-ikutan?"

"Ya lo harus tanggung jawab karena lo bikin gue jadi pengin," jawabku sekenanya.

CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang