Dua Puluh Enam

10.4K 1.2K 70
                                    

Bila kau butuh telinga tuk mendengar
Bahu tuk bersandar, raga tuk berlindung
Pasti kau temukan aku di garis terdepan
Bertepuk dengan sebelah tangan
Fiera Besari — Garis Terdepan

***

Fanny

Agam tidak benar-benar pergi ketika kemarin aku menyuruhnya untuk pergi.

Tadi malam sekitar pukul setengah dua belas, aku mendengar dia membuka pintu dengan amat perlahan. Membuatku langsung memejamkan mata dan memutuskan untuk berpura-pura seolah sudah terlelap. Setelah itu, aku bisa mendengar langkah kakinya memasuki ruangan sebelum akhirnya berhenti selama sepuluh menit. Cowok itu lalu mematikan televisi yang masih menyala, dan kembali keluar.

Ketika aku kembali membuka mata, sudah ada setandan pisang di atas meja. Pemberian Agam.

Membuatku yang sudah tidak bisa tidur menjadi semakin tidak bisa tidur lagi.

Lalu pagi ini, pukul lima pagi, ketika aku hendak sholat shubuh, Agam kembali datang. Wajahnya lelah, tapi senyumnya mengembang ketika kami bersitatap.

Cowok itu... Apa dia tidak pulang semalaman? Kalau iya, jahat sekali aku sudah membiarkannya berada di luar semalaman.

"Uhm... Fan?" sapanya kikuk di ujung pintu. "Sekarang kamu masih pengin sendiri atau sudah mau ditemani?"

Ya menurut kamu aja deh, Gam???!!!

"Gam..." Kutatap dia tepat di matanya. "Kamu mau apa?"

Agam menarik napas panjang. Mungkin dia sudah lelah menghadapiku yang telah kurang ajar padanya sejak semalam. Tapi aku harus bagaimana? Aku masih belum siap bertemu dengan Agam dan berpura-pura seolah kami ini sedang tidak ada apa-apa. Aku belum siap.

Tapi ternyata Agam tersenyum. Senyuman yang selalu dia berikan padaku setiap kali aku merasa lelah dan kebingungan. Senyum yang menenangkan. Senyum yang tak pernah gagal membuat hatiku tidak berdebar.

"Aku cuma pengin tahu kamu udah bangun apa belum. Tapi ternyata udah," jelas Agam. "Udah sholat shubuh?"

Aku menggeleng.

"Itu artinya belum sholat apa lagi nggak sholat?"

"Belum sholat," jawabku.

Lagi, Agam menarik napas. "Udah tayammum?"
(Tayammum=cara untuk bersuci sebelum sholat ketika suasana tidak memungkinkan untuk berwudhu)

"Udah."

"Mukena kamu di mana?"

"Kayaknya kemarin Resha simpan di lemari... Atau di meja, ya? Aku nggak tahu."

Tanpa berkata apapun lagi, Agam membuka lemari kecil yang berada tepat di samping ranjangku. Cowok itu lalu memberikanku mukena yang ia dapatkan dari sana.

"Makasih, Gam..."

"Fan, lain kali kalau kamu memang lagi butuh bantuan, nggak usah sungkan-sungkan buat minta tolong aku. Kemarin kalau Tante Ayna nggak telpon, aku pasti nggak tahu kalau kamu sakit sampai opname gini," Agam berujar panjang lebar. "Coba bayangin kalau kamu sendirian sekarang, nggak ada yang bisa kamu mintain tolong. Sekadar ambil mukena di lemari aja kamu pasti susah, harus pakai bawa-bawa infus segala. Kalau ada orang yang bisa nolong kan enak, Fan..."

"Iya..."

"Kemarin siapa yang ambilin baju ganti kamu ke rumah?"

"Resha."

Agam tak menjawab. Tapi aku bersumpah melihat kelegaan di sana ketika mendengar jawabanku.

"Kamu sholat dulu, gih," ujarnya.

CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang