Dear J!

55 2 0
                                    

Dear J!

Apa kabarmu? Kukira kamu baik-baik saja karena kemarin aku melihatmu di sekolah, sedang bersama temanmu.

J, sudah lama sekali kita tidak berbincang. Memangnya kapan kita pernah berbincang? Aku ini naif ya? J, masihkah kamu ingat tentang perasaan gilaku dahulu padamu? Jika masih pasti kamu akan tertawa terbahak-bahak. Menertawakan gadis sepertiku yang mengejar lelaki sepertimu.

Dulu yang aku tahu hanyalah menyukaimu, teman sekelasku. Lelaki yang kerap kali bertingkah konyol dan mengundang banyak tawa teman-teman.

Kamu ingat ketika kamu tertawa setiap kali mereka mengolok-oloku? Yang aku bisa hanyalah diam. Karena melawan pun percuma saja.

Lalu, kamu ingat pertengkaran pertama kita ketika awal tahun 2014? Kamu sangat marah saat itu dan aku pun sama. Maaf ya. Ketika itu apakah terjadi sebuah kesalahpahaman? Aku lupa. Yang aku ingat hanya perkataanmu yang seperti racun mengalir perlahan melalui pembuluh darah menuju jantung. Kemudian membunuhku secara perlahan.

Sejak saat itu rasanya kamu mengabaikan kehadiranku, hubungan pertemanan kita memburuk. Aku seperti pluto yang tidak lagi dianggap sebuah planet, maka aku harus mundur perlahan-lahan.

Namun, saat itu rasanya aku tidak pernah mencoba untuk menyerah. Aku selalu percaya bahwa Happy Ending itu selalu ada, meski pun entah kapan datangnya.

Di akhir tahun 2014, hubungan pertemanan kita sedikit membaik meski pun kamu tetap tidak bisa menerima setiap perasaan yang aku berikan. Kamu dengan segala sifatmu malah seperti mempermainkan segala hal. Aku yang terlalu bodoh saat itu malah hanyut mengikuti segala permainan yang kamu ciptakan.

Di awal tahun 2016, kamu memiliki seorang pacar. Kamu tahu apa yang aku rasakan saat itu? Hatiku hancur saat itu. Terkadang kehancuran hati justru membuat tingkah kekanakanku meningkat seketika. Maaf, telah menghancurkan hubunganmu yang baru berjalan sehari.

Aku jadi ingat ketika kamu bertanya padaku dalam bentuk chat.

"Kamu kenapa?"

Aku yang saat itu sedang kacau, tiba-tiba kesulitan menahan diri untuk tidak jingkrak-jingkrakan. Kemudian kamu bilang:

"Maaf, aku gak pernah bermaksud untuk menyakitimu. Sumpah."

Waktu itu aku yang sangat senang menerima chat darimu maka aku mempersulit kamu. Aku membuat diriku sulit untuk memaafkanmu. Aku jahat ya? Emang. Bahkan saat kamu bilang untuk membantu permasalahanmu dengan pacarmu yang berasal dariku, aku malah bersikap kasar padanya.

Kemudian, chat itu menjadi sebuah pertengkaran. Selalu. Aku yang tidak mau menerima kenyataan dan kamu yang bersikukuh tidak mau bersamaku.

Pada akhirnya aku yang memang harus mengalah. Tidak tega mendengar hatimu hancur. Aku merelakan kamu dengan dia.

Saat itu aku belajar bahwa cinta itu tidak hanya merasakan kebahagiaan. Ada saatnya cinta harus penuh dengan rasa sakit. Tapi justru sebuah kepuasan akan terasa ketika kamu merelakan dia dengan orang yang dicintainya.

Aku tidak bisa munafik, memang kecemburuan selalu menghiasi langkahku saat melihatmu bahagia dengannya. Wajar saja, aku yang menyukaimu dengan tulus kau tolak mentah-mentah. Sedangkan dia? Dia hanya menyukai sahabatmu dan beharap bahwa sahabatmu akan cemburu ketika dia denganmu.

Aku jadi ingin tertawa, rasanya dulu kita begitu bodoh. Bermain dengan sebuah rantai yang tidak bisa bersatu. Aku suka kamu. Kamu suka dia. Dia suka sahabatmu. Sahabatmu suka pacarnya.

Sudah lama sejak aku dan kamu tidak lagi sering bersama dalam satu ruangan, aku tidak merasakan perasaan gila itu lagi. J, kamu tahu tidak? Sekarang aku malah berpikir kalau perasaanku padamu dahulu hanyalah sebuah obsesi. Aku terlalu ingin memilikimu yang tidak pernah menyadari keberadaanku. Hingga aku dulu menyimpulkan aku menyukaimu.

Dan aku baru ingat, pada awalnya aku melihatmu seperti seorang dari masa lalu. Cinta pertamaku. Kamu mirip dengannya saat pertama kali aku melihatmu. Sampai aku mengatakan bahwa aku menyukaimu.

Berapa lama kita akan mengenang perasaan itu?

Kita? Ah maaf, mungkin hanya aku. Tapi kurasa tidak, aku sudah tidak merasakan itu lagi. Mungkin masih, hanya saja bukan padamu.

J, kamu sebenarnya orang yang baik. Hanya saja kamu tidak pernah bisa menerima segala hal yang berlebihan. Seperti yang aku berikan padamu, segalanya berlebihan.

J, aku harap kehidupanmu yang sekarang lebih baik daripada dulu. Jangan merokok, J! Merokok itu tidak baik untuk kesehatanmu, meski pun itu hanya rokok electric tapi bahayanya lebih dari rokok pada umumnya.

Jangan lupakan helm! Apa kamu tidak menyayangi kepalamu yang hanya satu itu?

J, terima kasih sudah mengajarkanku tentang setiap luka yang bisa aku terima ketika aku memaksakan kehendak. Terima kasih sudah mengajarkanku setiap rasa sakit yang bisa aku dapatkan ketika terlalu mencinta. Terima kasih sudah mengajarkan segala hal tentang sikap kekanakan yang bisa saja menyakiti orang lain.

Maaf telah menyukaimu. Maaf telah membuatmu risih. Maaf terlalu memperhatikanmu. Maaf terlalu memikirkanmu. Maaf untuk segala yang kulakukan dimasa lalu, J.

Ya sudah. Cukup. Aku tidak bisa berlama-lama menulis ini atau aku akan terjebak pada masa lalu kelam itu.

Salam,
Teman lamamu
Dewi Anggita

Dear J!
Februari 2017

Don't MindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang