9. Kata-kata

22.1K 1.9K 16
                                    


Deru napas Jenny tersengal, padangannya berkabut sambil menatap tajam laki-laki yang telah membelinya. Alam bawah sadarnya tertawa getir menertawakan nasibnya sendiri. Memang benar! dia telah menjebak dirinya sendiri dalam kukuhan seorang The Ruthless. Tapi semua ada alasannya, yaitu dia meyakini daddynya suatu hari akan menjemputnya.

Senyuman miring terbentuk indah pada bibir Jenny. Mau bagaimana lagi, dia harus menerima kenyataan kalau keluarganya mengiranya telah mati. Padahal selama ini dia menduga Jonathan kurang tertarik dengannya, buktinya sampai sekarang mereka belum pernah melakukan sesuatu hal lebih dari ciuman. Kecuali beberapa menit yang lalu, Jonathan berhasil membawanya satu gelombang orgasme ringan.

Sekuat tenaga Jenny melangkahkan kakinya ke pintu keluar dengan tubuh yang mengkaku. Dia butuh menjernihkan pikirannya supaya dia dapat menemukan cara untuk terlepas dari Jonathan. Karena mulai saat ini daddynya tidak akan pernah mencari keberadaannya lagi. Dan dirinya paham sekali tipe seperti apa, orang yang di hadapinya sekarang.

Koridor rumah terasa amat dingin. Marta mengamati langkah terseret nonanya dengan menyentuh dinding sebagai pegangan lalu bergilir menatap Jonathan yang sedang mengikuti Jenny perlahan dari belakang. Pasti telah terjadi masalah di antara mereka.

Segera Marta bergegeas membantu Jenny berjalan ke kamarnya. Namun, nonanya itu meliriknya dingin, matanya sedikit merah tergenangi air mata dan mulutnya terkunci rapat tanpa menimbulkan suara senggukan. Sedangkan salah satu tangannya mencengkram erat tepat di dadanya. Nonanya sangat berbeda dari biasanya, bahkan Marta sendiri ngeri melihatnya.

"Biarkan dia sendirian" seru Jonathan memecah keheningan.

Marta melangkah mundur. Matanya masih terpaku pada nonanya yang berjalan kembali hingga masuk ke dalam kamar.

"Apakah saya harus mengunci kamarnya dan meningkatkan keamanan" seru Marta pada tuannya. Lantaran, biasanya tuannya akan mengajukan perintah itu bila sudah ada tanda-tanda gadisnya mulai memberontak.

"Tidak perlu Marta. Kau cukup mengawasinya saja dan layani dia dengan baik. Dia bukanlah seperti perempuan bodoh sebelumnya yang akan kabur begitu saja. Satu lagi, mulai sekarang namanya berganti menjadi Valencia Giovinco"

Jonathan melangkah pergi setelah menatap lama kamar gadisnya sembari mengingat kembali mimpinya semalam berkaitan dengan seorang gadis pucat yang asing. Sedangkan Marta belum bisa mempercayai tuannya sudah mengambil tindakan sejauh ini. Pasalnya Jonathan biasanya tidak terlalu ingin terlarut dalam urusan wanita. Bagi dia wanita adalah makhluk bodoh, lemah dan membosankan.

*

*

*

Menangis sepuasnya meratapi nasib sudah berakhir, waktunya bangkit dan tetap menjalani kehidupan. Karena mulai sekarang ada banyak waktu untuk membuat rencana matang bagaimana cara dirinya lari dari kukuhan Jonathan. Untuk apa dia terlalu memaksakan dirinya sendiri untuk pergi sekarang, bila nanti usahannya tidak akan membuahkan hasil.

"Ok, Valencia ingat satu hal kalau kau tetaplah Jenny" ujarnya pada pantulan dirinya di cermin.

Kehidupan baru Jenny Violena berubah menjadi Valencia Giovinco di mulai........

Valencia menyanggul rambutnya ketat, memakai legging hitam panjang dan leotat balletnya. Kemudian memakaikan sepatu balletnya di kaki mungilnya. Tak lupa dia membawa botol orange berisi air putih serta handuk kecil. Ia akan menari meningkatkan gairah hidupnya sekaligus menghibur dirinya sendiri.

Sebenarnya dia juga bisa menari tarian Flamenco, khas Spanyol. Tapi sekarang tubuhnya lebih ingin bergerak dalam lembayu musik Tchaikovsky - Dance Of The Swans atau Tchaikovsky - Dance Of The Little Swans.

Keheningan malam semakin larut. Valencia berjalan santai menuju ruangan kosong dan luas dekat kolam renang yang kini sudah menjadi ruang ballet pribadi miliknya, tanpa memedulikan beberapa pengawal sedang berkeliling menjaga keamanan rumah ini terkejut betapa seksinya Valencia dalam balutan pakaian ketat.

Dinyalakan sakelar lampu hingga menghidupkan cahaya temaram. Valencia membuka icon iTunes di iPodnya, ibu jarinya bergerak mencari Instrumental Tchaikovsky-Waltz of the flower untuk mengiringinya selama proses perenggangan. Setelahnya Valencia mengamati patulan dirinya pada cermin memenuhi dinding sesuai pesanannya.

Butuh waktu sepuluh hingga dua puluh lima menit mengendurkan dan menguatkan otot-ototnya supaya dia tidak mengalami cedera. Mengingat dirinya sudah lama sekali tidak latihan.

Valencia mengikuti ballet dari tiga tahun yang lalu di Spaziodanza Academia, escuela de danza di Madrid, Spanyol dan rencananya awal musim panas tahun ini dia akan masuk ke Julliard, New York. Setelah dia menggunakan berbagai cara agar daddy mengizinkannya.

Tubuh Valencia bersimbah keringat. Napasnya tersengal menikmati tariannya sendiri dalam alunan musik indah. Kakinya masih belum mau berhenti bergerak. Dia membutuhkan rasa lelah untuk menutupi kesedihannya sekaligus mengekpresikan semua emosinya yang dia tumpahkan dalam tariannya. Hingga seseorang datang mengamati tarian itu, dan Valencia belum kunjung menyadarinya sampai musik Tchaikovsky - Dance Of The Little Swans bersilih ganti menjadi Tchaikovsky-The Nutcracker yang menggema sedingin es.

"Kau luar biasa" ujar Jonathan terpukau dengan Inner beauty tersendiri yang terpancar begitu indah dari Valencia. Apalagi kilauan keringatnya itu menambah sentuhan sensual di tengah malam.

"Terima kasih atas pujiannya, sir." Ujar Valencia menatap datar pandangan lembut Jonathan. Nyaris saja dia tersentuh dengan sikap Jonathan. Entah dia juga tidak paham pada hatinya yang tertarik begitu saja seperti magnet. Sejak awal memang Jonathan memiliki paras tampan bisa membuat banyak perempuan berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan indah hidung mancung, alis tebal, bibir terukir senyuman smirk dan garis rahang yang tegas. Jujur, Valencia merupakan salah satu dari banyak perempuan yang ikut terpukau.

"Nanti pagi aku akan mengajakmu jalan-jalan, jadi lebih baik kau istirahatlah sekarang"

Gadisnya memutuskan kontak mata di antara mereka karena nampaknya dia masih marah dan memilih meneguk air putih dari botol dengan napas yang tersengal. Setelahnya, perempuan tersebut mengambil iPod yang tergeletak di lantai kayu lalu pergi melewatinya begitu saja dengan ekpresi kecewa.

Jonathan menangkap tangan kiri gadisnya kemudian meraih pinggangnya menggunakan salah satu tangan lainnya hingga mereka saling berhimpit.

"Kau sedang mogok bicara denganku, hem?"

"Tidak Jonathan, kau lupa aku tadi menjawab ucapanmu. Lagi pula apa pentingnya perasaanku," tubuh Valencia menegang merasakan Jonathan malah menaruh kepalanya di salah satu pundaknya sembari menepuk pelan punggungnya. Sepertinya laki-laki itu mau membujuknya agar berhenti marah. Aneh, bukankah Jonathan termaksud laki-laki pemaksa kehendak orang lain. Untuk apa dia melakukan hal pengertian seperti ini.

Entahlah, Valencia mendapatkan dorongan dari mana. Dia ikut membalas pelukan Jonathan dengan erat. Senggukannya meluncur begitu saja begitu juga air matanya kini mengalir keluar. Sejak tadi memang dirinya membutuhkan sebuah sandaran, tapi salah besar jika sandaran tersebut orang yang telah menyakitinya.

"Oh Jonathan kenapa kau melakukan hal sampai sejauh itu?" ujar Valencia belum bisa melupakan seorang Jenny Violena dalam dirinya. Rasanya dia seolah tidak mengenali dirinya sendiri. Terlebih lagi berita kematiannya sungguh tidak masuk di akal.

"Karena kau milikku Jen dan aku tau kau berusaha pergi dariku" sendu Jonathan lembut mengusik batinnya.

"Kau berbeda Jenny dan diam-diam tanpa ku sadar, kalau aku sudah terlalu memujamu" Jelas sekali Jonathan memiliki kesulitan untuk berterus terang.

Apakah ini sebuah langkah besar untuk seorang Jenny Violena? Jonathan telah jatuh cinta dengannya.

~~~~~~TBC~~~~~

Selanjutnya di Privat. Thank You

The Ruthless ♠ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang