24. Menikam

17.6K 1.3K 24
                                    

Happy reading...

Sebuah kecupan ringan menyentuh di kening Valencia, "aku akan pergi dan nanti malam aku akan kembali." Jonathan mengatakannya sambil merambatkan ciumannya ke telinga gadisnya. 

"Kau mengerti?" Tanya Jonathan bernada sensual. 

"Yes, sir," 

Well, Valencia terpaksa mengiyakannya. Bukan hanya mengiyakan satu hal saja, tetapi semua deretan peraturan terbaru dari Jonathan. Tidak boleh seperti ini tidak boleh seperti itu, harus begini dan harus begitu, serta kini Velencia memiliki dua orang bodyguard, menemaninya kemana saja kecuali ke kamar mandi. Karena Jonathan sendiri yang akan menghajar mereka kalau mereka sampai berani melakukannya. 

"Kau harus ingat! ganti pakaianmu dengan yang lebih tertutup, aku tidak ingin banyak laki-laki menontoni kaki seksimu." Ujar Valencia hapal betul dengan apa yang akan di katakan Jonathan saat ini. Saat di Aldan, peringatan itu tidak berlaku sebab suhu udara sangat rendah membuat siapapun berpikir dua kali menggunakan pakaian tipis dan pendek. Berbeda dengan di sini, udara cukup panas juga lembab. 

Sedangkan Jonathan hanya mendesah keras dengan sikap gadisnya, asal dia tau saja, Jonathan memiliki ketakutan berlebih terhadap gadisnya setelah kejadian beberapa minggu yang lalu. 

"Iya, iya. Tuan Giovinco. Sudahku catat baik di otakku semua keinginanmu. Jadi pergilah sekarang juga!" Valencia mendorong Jonathan ke depan pintu kamar, dasar laki-laki aneh, kalau ingin pergi ya pergi saja. Kenapa malah mencoba merangsangnya dengan meremas payudaranya serta sedikit mencubit putingnya. Jantung Valencia berdetak memompa darah terlalu cepat, nyaris mulutnya desahan cukup keras, dirinya sangat malu ada Anastasia di kamarnya sekarang, yang datang untuk membaca katalog terbaru Brand Victoria's Secret miliknya. 

Anastasia tertawa pelan, Jonathan tampak kewalahan dengan cara bicara Valencia terlau cepat nyaris seperti berkumur. Kadang kala Anastasia melihat mereka seperti pasangan ruwet,  seketika juga Ana harus mendengar Peter menggerutu saat tinggal mereka berdua. 

Waktu di tanya alasannya kenapa Peter tidak menyukai Valencia. "Bukankah dia sangat baik Peter, lihat saja dia sangat murah senyum." Anastasia mencoba membela temannya.

"Kau tidak tau Ana, wajahnya sangat kurang ajar sekali saat aku pertama kali bertemu dengannya, dia berani sekali melakukan negosiasi pada tuanku seorang Giovinco pembunuh bayaran ternama, padahal tubuhnya sudah dibeli. Apalagi aku benar-benar marah saat gadis sialan itu menampar wajahmu. Rasanya ingin kuhabisi saat itu juga dengan pistolku."

"Apa kau sungguh mau melakukan itu?"

"IYA!" Jawab Peter mantap.

Batin Anastasia terbesit rasa jengah. Selalu saja Peter menganggap semua orang yang mencoba akrab dengannya adalah berbahaya. Ketika itu juga Ana berpegangan pada nakas di samping ranjang untuk membantunya berdiri. "Kau masih membencinya setelah dia menyemangatiku agar berlatih berjalan?"

Peter berdiri tak berkutik, dibanjiri pandangan tak percaya. Padahal banyak dokter mengatakan Anastasia tidak bisa berjalan kembali. 

"Dia juga memberikan syal, kaus kaki dan mantelnya padaku saat aku sekarat terkena radang dingin saat penculikan, nyatanya dia sama merasakan beku hingga mati rasa. Dia juga mengajariku memaafkanmu dan tidak membencimu Peter." 

Anastasia melangkah perlahan mendekat ke arah Peter lalu menarik kasar kerah kemeja laki-laki tersebut, sesuai ajaran Valencia. Sampai wajah mereka saling berhadapan, "kalau kau juga masih membencinya, sungguh aku tidak mengerti jalan pikiranmu." Bila benar Peter mencintainya, dia akan berterima kasih banyak pada temannya bukan?

*

*

*

Petang di mansion milik Jonathan sangat menyilaukan dan memberikan suasana nostalgia. Berkas sinar matahari menyongsong memasuki jendela menghamburkan partikel koloid. 

Hati Valencia remuk seperti di hantam oleh benda keras hingga dia kesulitan bernapas. Sejam sebelumnya dia menonton berita acara tv yang menyiarkan bahwa Alan Bennet masuk rumah sakit karena mengalami kecelakaan mobil akibat menyetir dalam keadaan mabuk berat di persimpangan Restaurant La Mi Venta. Dan kini daddynya menjalani masa kritis di ruang ICU. 

Air matanya mengalir penuh kesedihan. 

"Ada apa ini?" seru Jonathan memandang Marta, Anastasia dan beberapa pelayan mengerubungi gadisnya sedang duduk di sofa depan tv ketika dia baru saja pulang dari pekerjaannya bertemu salah satu pemilik properti menyewa jada makelarnya untuk menjualkan properti tersebut dengan harga tinggi.

"Pergi kalian semua!" perintah Jonathan sebab tak ada yang angkat bicara. 

Jonathan melangkah mendekat lalu menerima pelukan erat dari gadisnya. "Oh Jonathan aku ingin pulang, daddyku sekarat karena kecelakaan." Valencia menunjuk ke arah tv masih menyiarkan berita kecelakaan konglomerat ternama Alan Bennet. 

"Kau tidak boleh pergi selangkahpun dari sini." 

"Kumohon Jonathan, sekali saja. Aku janji tidak akan pergi darimu lagi. Aku akan langsung kembali padamu dan meninggalkan mereka selamanya." Valencia mengutarakan kata-katanya seolah menikam jantungnya sendiri.

"Aku tetap milikmu Jonathan, kau tidak perlu takut. Aku tidak akan pergi meninggalkanmu." Lanjut Valencia berusaha meluluhkan hati Jonathan.

"Tidak akan pernah Jenny! KAU MILIKKU." Bentakan Jonathan memenuhi setiap sudut. Ucapannya sangat dingin dan penuh penekanan.  Alam bawah sadarnya tak berngatakan, Jenny Violena milikku dan tak boleh ada yang mengambilnya. 

Valencia mendorong keras tubuh Jonathan lalu memeluk dirinya sendiri. 

"Aku membencimu Jonathan! kau mengahancurkan masa laluku dan masa depanku. Mengganti namaku sesuka hatimu, membunuh Jenny Violena hingga seluruh dunia tau aku sudah mati, memaksaku menyandang nama sialanmu itu, memeperkosaku seperti pelacur, meninggalkanku sendirian di tengah ratusan mayat, menikam orang tak bersalah. Kau monster Jonathan!"

"PERSETAN!" Jonathan marah lalu mengangkat salah satu kursi dan membatingkannya ke layar tv. Bunyi pecaran kaca membuat semua orang bergidik ketakutan. Tubuh Valenciapun gemetaran terselubungi beribu ketakutan membayangkan masa depannya tetap terkurung dalam kukuhan seorang The Ruthless dan daddynya akan mati sia-sia tanpa mengetahui kebenaran Jenny Violena masih hidup.

Jonathan berjalan mendekati gadisnya kemudian menjambak rambutnya hingga gadis itu mengadahkan kepalanya ke atas agar menatap kedua matanya. "Ya! aku adalah monster. Aku menikmati sekali menyiksa, membunuh dan mempermainkan orang lain." bibir Jonathan menyeringai tinggi, sorotan matanya sangat berbeda mengingatkan pada kejadian pembantaian lima tahun yang lalu. 

"Kau milikku Jenny, jadi yang mengendalikan hidupmu adalah aku. Jangan pernah membantahku sama sekali atau tidak aku akan membunuh keluargamu di depan matamu hingga kau tidak memiliki tempat kembali kecuali diriku." Bisik Jonathan tepat di salah satu telinga gadisnya sembari menjilatnya mencoba merangsang gadisnya. Monster yang tertidur mulai mengambil kesadaran Jonathan. 

Sedangkan semua orang terdiam tak berani menolong saat Jonathan mengangkat tubuh gadisnya dan membawanya ke kamar. Memaksa menyetubuhi gadisnya yang berusaha memberontak dari kukuhannya. Dengan kasar di robeklah baju sialan yang melekat pada tubuh perempuannya, hingga meninggalkan bekas cakaran di pundak. 

"Tidak Jonathan! don't fucking touch me!" jerit Valencia.

Jonathan memasuki inti tubuhnya yang belum basah sama sekali. Nyeri langsung mendera, menggores dinding kewanitaannya ketika Jonathan bergerak di dalamnya dengan hujaman cepat. 

Hanya Jonathan yang mendapatkan puncaknya. Dia mengerang begitu kuat meraskan terjangan luar biasa mendera seluruh tubuhnya kemudian dia menjatuhkan dirinya kesamping gadisnya. Napasnya tersengal beriringan dengan sengguk tangis gadisnya.

"Kau milikku Jenny dan berjanjilah padaku bahwa kau tidak akan meninggalkanku." Jonathan berkata dengan nada lembut. Membuat tangisan gadisnya semakin keras sambil bersembunyi dalam pelukannya. 

~~~~TBC~~~~



The Ruthless ♠ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang