RIVAL

16 3 0
                                    


Ade Oktiana

Sudah puluhan tahun ayah meneliti dan bereksperimen, mencari dan mencari sebuah penemuan baru di zaman yang sudah maju seperti sekarang ini. Ayahku sebenarnya bukanlah sebuah panglima atau prajurit perang, ayah hanya berprofesi sebagai profesor yang bertugas melakukan penelitian- penelitian secara mendalam dan berusaha menemukan serta menciptakan sesuatu baru yang dapat berguna bagi sahabatnya. Dana, ia adalah seorang panglima yang memimpin setiap pergolakan perang yang terjadi sesama rivalnya. Segala bentuk usaha selalu ia kerahkan untuk memenangkan setiap kali perang terjadi. Dan tak banyak juga, ayahku menciptakan berbagai penemuan baru mulai dari alat hingga teknologi- teknologi yang dapat digunakan untuk mendukung perangnya. Kini Panglima Dana meminta ayahku Prof. Erick untuk membuat sebuah inovasi baru dari apa yang baru saja ia berikan.

"Apa yang kau mau Dana?" tanya ayahku saat melihat Panglima Dana melemparkan sebuah peluru ke meja ayahku. Sementara Dana tersenyum licik sambil memperhatikan alat- alat canggih yang ada di ruangan eksperimen ayahku. Tersenyum sedikit kemudian ia berkata, "bisa kau rubah peluru itu menjadi transparan?"

Ayahku sejenak berhenti dari aktifitasnya dan melirik ke arah Panglima Dana yang sedang bersandar pada sebuah meja tempat ayahku menyimpan berbagai buku sumber penelitiannya.

"Kenapa kau hanya melirikku?" tanya Dana sekali lagi. Namun, ayahku justru masih terfokus dengan kegiatannya yang sebelumnya sempat terhenti.

"Erick ... Ayolah, kau pasti bisa membantuku! Aku yakin." ucap Dana berusaha membujuk ayahku. Biar kalian semua tahu, ayahku dan Panglima Dana adalah teman akrab sejak dulu tak heran jika ia memanggil ayahku dengan sebutan nama. Sambil merapihkan alat- alat yang habis digunakan, ayahku mengajak Panglima Dana untuk berbicara disebuah paviliun rumahku.

"Jadi, kau mempunyai strategi perang yang baru Karasta?" tanya ayahku menyebut nama depan dari Panglima Dana. Sambil menyesap teh yang telah disediakan panglima dana duduk d

"Menurutku dengan bermodalkan peluru tembus pandang itu, akan lebih mudah untuk memusnahkan mereka." ucap Dana, "dan kau tau mereka tidak akan melihat peluru itu." sambungnya kembali.

"Lalu bagaimana membuatnya?" tanya ayahku.

"Erick ... biar aku yang akan mencarikan bahan untuk membuat peluru itu menjadi dan transparan, dan kau hanya perlu mencari teknologi apa yang akan kita padu-padankan dengan inovasi dari peluru itu." jelas Panglima Dana.

Ayahku yang mendengar ucapan Panglima Dana tampak diam, terlihat sedang berfikir untuk meluluskan permintaan sahabat lamanya ini. Ayahku tak pernah menolak setiap kali Panglima Dana meminta bantuannya. Panglima dana sendiri adalah orang yang sangat baik, ia tak pernah menyerang sekutu manapun jika tidak dimulainya lebih dulu oleh lawan.

Menyesap tehnya, ayah menatap Panglima Dana dengan seksama. Dan dengan mantap ayah menyanggupi permintaan Panglima Dana dengan berkata, "baiklah, Karasta ... untung saja kau sahabatku, jika bukan? Mungkin aku tak akan sudi mencarika. Teknologi terbaru ini." ujarnya membuat kedua mata lawan bicara di hadapannya menjadi membulat seketika. Raut wajah yang cerah, seperti tampangnya yang begitu menawan.

"Terimakasih Erick, kau benar- benar sahabat terbaikku." balasnya sambil bangkit dari kursi duduknya dan memeluk ayahku.

***

Sudah seminggu lebih ayahku tak menyentuh kasur, setiap malam ia selalu sibuk dengan alat- alat, laptop beserta buku- buku yang menjadi sumber sebagai penelitiannya. Aku yang melihatnya merasa kasihan, tetapi itulah ayahku jika sedang ingin berusaha menemukan sesuatu ia selalu berusaha dan tidak kenal lelah.

Sambil memperhatikan ayahku yang sedang sibuk, aku putuskan untuk membuatkan ia teh hangat dan sedikit camilan agar dirinya dapat tetap fokus. Saat aku baru saja meletakkan teh dan camilan Panglima Dana datang dengan membawa beberapa bahan yang akan digunakan untuk membuat permintaannya.

"Hai, kawan? Bagaimana dengan teknologimu? Sudah berhasilkah ditemukan?" tanya Panglima Dana saat memasuki ruangan ayahku.

"Kau mengejutkanku rasta bodoh!" seru ayahku, dan Panglima Dana hanya tertawa renyah. "Kau bisa saja, Erick." ujarnya.

"Rasta, aku tidak menemukan teknologi yang digunakan untuk merubah sebuah peluru. Bagaimana jika kita membuatnya saja dengan bahan yang telah kau bawa?" jelas ayahku.

"Selama itu masih dapat memenuhi keinginanku, tak apa Erick." jawab Panglima Dana.

"Baiklah siapkan bahan- bahannya dan aku akan menset salah satu penemuan teknologi terbaruku ini." ujar ayahku sambil sibuk mengotak- atik papan keyboard LCD yang menghubungkan pada sebuah layar monitor dan juga sebuah tabung besar. Dan Panglima dana, ia menuruti perintah dari ayahku, Prof. Erick yang juga menjadi sahabatnya. Bagi ayah Panglima Dana tidak hanya seorang sahabat lamanya yang sangat baik. Tetapi, Panglima Dana adalah salah satu orang yang rela berkorban demi orang lain sekalipun nyawa menjadi taruhannya.

Sambil tetap memperhatikan mereka, dan kini ayah meminta Panglima Dana untuk memasukan sedikit saja bahan- bahan yang sudah disiapkan. Perlahan- lahan dengan senyum merekah dan raut wajah bahagia ia memasukkan bahan- bahan tersebut pada sebuah alat yang di jalankan oleh sebuah teknologi terbaru hasil temuan sahabatnya sendiri.

"Berapa lama prosesnya?" tanya Panglima Dana sambil memperhatikab mesin itu bekerja, "jika sudah jadi, bagaimana cara melihatnya?" sambungnya kembali.

"Sabarlah kawan, ku sudah siapkan segalanya hanya demi kau." sahut ayahku sambil menepuk bahu Panglima Dana yang masih terus memperhatikan mesinnya bekerja.

Keesokannya, ayahku meminta Panglima Dana pada malam hari guna untuk membuat peluru transparan itu dengan massal. Ayah kini tengah menyetting mesin tersebut dengan teknologinya sementara Panglima Dana terduduk sambil mengantuk di sebuah kursi ayah.

Sambil terus menekan- nekan keyboar dan mengutak- atik teknologi terbarunya, ayah membangunkan Panglima Dana yang sudah mulai tertidur agar segerah mempersiapkan bahan- bahannya. Setelah bangun, kini Panglima Dana tengah siap hendak memasukkan bahan- bahan untuk pembuatan masal peluru transparan tersebut. Dan semua bahan telah tercampur, mesin sedang bekerja. Ayahku mengambil sebuah benda dari dalam laci meja kerjanya dan memberikan salah satunya pada Panglima Dana.

"Apa ini?" tanya Panglima Dana sambil memberikan kacamata tetapi tidak berbentuk kacamata.

"Pakai itu maka kau akan melihat hasil peluru yang kita buat." jawabnya yang ikuti dengan pergerakan Panglima Dana.

***

Kini waktunya telah tiba, Panglima Dana siap untuk membrantas rival- rivalnya yang selalu mencari masalah dengan dirinya. Setelah semua senjata siap dengan peluru dan hendak beranjak melangkahkan kaki, ada beberapa prajurit yang melapor bahwa rivalnya telah menyerangnya lebih dulu. Panglima Dana yang mendengarnya segera bergegas untuk maju paling depan dan siap melindungi bawahannya. Namun, ia menyadari sesuatu. Seperti ada kejanggalan yang terjadi.

"Hai Rasta, apa kabar denganmu? Kurasa kau pasti kaget dan heran bukan saat mendapati anak buahmu mati dengan tertembak tanpa peluru." ujar rivalnya. Panglima Alvin, Panglima Dana yang sadar akan ucapan dari Panglima Alvin segera mentitah anak buahnya untuk melakukan serangan balik.

Seketika juga suasana ricuh mulai membanjiri jalanan penuh dengan baku hantam yang saling menyakiti satu sama lain. Cukup lama terjadi perkelahian saling baku hantam dan tembak menembak hingga pada akhirnya Panglima Alvin jatuh tersungkur di hadapan Pangeran Dana.

"Alvin menyusup ruanganku dan menghack semua alat penemuanku untuk mengetahui, inovasimu dalam strategi perang kali ini, Karasta." jelasnya

"Erick? Bagaimana ... kau mengetahuinya?" tanya Panglima Dana.

"Kau lupa jika aku juga bekerja sebagai hacker, dan akun Alvin terlacak olehku." ucap Prof. Erick ayahku.

"Kau benar, mengapa aku tidak berfikir sedemikian rupa?" ujarnya.

"Sudahlah, yang terpenting sekarang. Hidupmu tidak akan terganggu lagi, karena Alvin sudah menjemput ajalnya." ucap ayahku lagi.

"Kau benar sobat, terimakasih sudah membantuku." ujar Panglima Dana dan kemudian memeluk ayahku.

***

TAMAT

REBEL'S GAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang