"NaGeen, kamu sudah pulang?" Angelica mengerutkan keningnya melihat putri semata wayangnya tengah makan siang di restoran hotel. "Kenapa? Kok tidak bilang? Buku-buku pamanmu sudah habis kamu baca semua?"
NaGeen menelan kue sus mini dengan susah payah, lalu menenggak jus jambu, mengabaikan sindiran ibunya. "Paman sedang sibuk dengan novelnya, jadi kupikir sebaiknya pulang saja."
"Paman Ravaz memang selalu sibuk membuat novel kan? Itu memang pekerjaannya."
"Yah, memang. Tapi ... aku tidak ingin mengganggunya. Ibu, boleh aku menginap di salah satu kamar hotel?"
"Boleh. Bayar sesuai harga kamar, ya."
"Ibu ...."
Angelica tergelak. "Baiklah, setengah harga kamar."
NaGeen cemberut. "Kalau begitu aku tidur di rumah saja."
Angelica nyengir. "Bagaimanapun juga, kamar di rumah lebih nyaman, Sayang."
"Oke, oke." NaGeen beranjak seraya membawa ranselnya. "Sampai nanti malam, Bu." NaGeen mengecup pipi Angelica sebelum pergi.
Angelica terkekeh melihat punggung NaGeen yang lesu.
***
Malamnya, NaGeen tidak bisa tidur. Adegan percintaannya dengan Ravaz selalu membayanginya. Ciuman pria itu, pelukannya, aroma tubuhnya yang memabukkan, dan lain sebagainya. Baru beberapa jam tidak bertemu, dan ia sudah merindukan pria itu!Tapi, mengingat kenyataan masa lalu membuatnya bergidik. Pamannya sudah menginginkannya sejak dirinya masih empat belas, dan NaGeen sama sekali tidak mengetahui hal itu!
Tiba-tiba ponselnya berdering. NaGeen meraihnya. Tertera 'Paman Ravaz' di layar ponselnya. NaGeen terlalu takut untuk mengangkatnya. Selang satu menit setelah panggilan berhenti, gadis itu menerima pesan singkat dari Ravaz.
"Kau di mana? Kenapa barang-barangmu tidak ada? Mbok Yu bilang kalau kau pulang ke rumah orangtuamu. Apa itu benar? Aku mencemaskanmu."
NaGeen ragu-ragu sebelum akhirnya membalas pesan pria itu, mengabarkan bahwa dirinya sudah pulang ke rumah, dan sedang beristirahat.
"Kenapa kau pergi? Apakah kau tidak mau memaafkanku? Kau boleh menghukumku, apa pun, asal jangan tinggalkan aku, NaGeen. Aku sangat mencintaimu."
"Maaf, Paman, biarkan aku berpikir selama beberapa hari."
Tidak ada balasan lagi dari Ravaz. NaGeen memejamkan matanya. Ia merasa takut pada Ravaz. Takut pada gairah pria itu. Ia teringat pada lembaran foto-foto dirinya yang telanjang yang ditumpuk di salah satu laci lemari besi di ruangan berdinding hitam itu. Itu terlalu menyeramkan! pikir NaGeen.
Tapi, entah kenapa, kewanitaannya saat ini terasa lembap memikirkan hal itu. Memikirkan gairah Ravaz yang abnormal. Ia mengakui dirinya sekarang takut sekaligus bergairah. Tidak, hal itu tidak boleh! Itu aneh! NaGeen berperang dengan batinnya.
Ketukan di pintu kamar membuyarkan lamunannya. NaGeen buru-buru turun dari tempat tidur dan membuka pintu kamar. "Baru pulang, Bu?"
"Iya. Hari ini sangat sibuk. Kenapa kamu sudah pulang? Apa kamu bertengkar dengan Paman Ravaz?"
"Tidak," jawab NaGeen tidak meyakinkan.
Angelica mengikuti NaGeen masuk ke dalam kamar dan duduk di tempat tidur, di sebelah putrinya. "Kamu selalu menyukai pamanmu. Tiga tahun tidak pernah berlibur ke rumahnya membuatmu pusing, dan sekarang kamu hanya beberapa hari di sana. Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE STORY
RomanceNaGeen Anjani, gadis muda yang mengenal cinta begitu prematur. Ia menjatuhkan hati pada Ravaz, penulis yang merupakan paman tirinya. Namun, sebuah kenyataan masa lalu yang kelam atas dirinya tercemari oleh pamannya sendiri .... Akankah rasa cinta it...