SEPULUH ~ MILIKKU (END)

12.1K 434 37
                                    

Kejantanan Ravaz terasa besar dan berkedut di dalam kelembapan NaGeen. Menyesakkan. Luar biasa nikmat. Membuat napas gadis itu terengah-engah. Ia mengerutkan keningnya bingung, pandangannya kosong. Kenapa?

Ravaz bergumam dengan suara serak, "Kau memang yang terbaik, NaGeen, kau luar biasa, kau sangat nikmat!"

NaGeen tidak bisa menghentikan laju air matanya. Akhirnya mata hitamnya menatap mata cokelat Ravaz setelah tangan pria itu meraih wajah dan mencengkeram dagunya. Mata NaGeen dipenuhi kabut kesedihan dan rasa bingung. Apa ia sudah tidak perawan sebelum ini?!

"Kau yang terbaik," gumam pria itu parau dengan mata menatap penuh gairah, "NaGeen, aku akan mulai bergerak," ucapnya dengan senyum, lalu ia mulai bergerak pelan awalnya sebelum memberikan satu hunjaman dalam, membuat tubuh NaGeen terlonjak dan lenguhan nikmat terlontar dari mulut gadis itu.

Setiap satu hunjuman dalam, terlontar geraman sang pria dan lenguhan si gadis belia. NaGeen sudah tidak dapat berpikir jernih lagi. Ia seolah-olah terlempar ke dimensi lain, penuh dengan berbagai macam bunga berwarna-warni yang menguarkan aroma harum memabukkan. Tubuhnya terlonjak-lonjak di bawah gerakan kuat si pria. Terkadang, bokong padat NaGeen bergerak menyambut rasa nikmat yang disebabkan rasa gatal di suatu titik di kewanitaannya, yang sangat tak tertahankan.

Saat NaGeen membuka mata, ia mendapati sepasang mata berlumur gairah gelap yang menatap tajam dan lurus, membuat gadis itu mengalihkan pandangannya karena malu.

"Tatap aku, Sayangku."

NaGeen menatap Ravaz. Ia tidak tahan ditatap seperti itu sementara kejantanan pria itu bergerak keluar-masuk kewanitaannya. Terasa sangat besar namun pas untuk dirinya, seolah-olah memang sudah ditakdirkan. Terdengar bunyi seperti mendecak seirama gerakan hunjaman pria di atasnya.

Kini, kedua tangan pria itu meremas-remas kuat sepasang payudara NaGeen yang telanjang——NaGeen tidak bisa mengingat bagaimana Ravaz melepaskan kaus dan bra-nya.

NaGeen merasa seolah akan pipis lagi. Ia menjerit-jerit dengan air mata berlinang sementara bokongnya bergerak liar menyambut orgasmenya. Meledak-ledak. Mengguncang-guncang. Saat NaGeen masih mengalami puncak kenikmatannya, Ravaz menggeram sangat keras seraya melakukan sebuah hunjaman kuat, dalam, dan tajam sebelum tubuhnya mengentak-entak hebat menyemprotkan cairan kental hangatnya jauh ke dalam rahim NaGeen.

Setelahnya, mereka terdiam, hampir tidak bergerak, meresapi sisa-sisa klimaks yang baru saja mereka dapatkan. Kejantanan Ravaz masih memenuhi kewanitaan NaGeen. Peluh membasahi keduanya. Napas mereka saling beradu, terengah-engah dalam kepuasan, tetapi masih ingin meraih kenikmatan selanjutnya.

"Paman," ucap NaGeen setelah pulih beberapa saat kemudian, setelah Ravaz berbaring memeluk tubuhnya dari belakang karena gadis itu merasa malu untuk menatap wajah paman tirinya, "aku ... sudah tidak perawan sebelum ini, ya?"

Ravaz tidak menjawab. Pria itu mengecup puncak kepalanya. Mereka kini sudah tidak mengenakan sehelai benang pun, kulit dengan kulit menempel erat. Panas. Basah.

"Paman ...." NaGeen mulai terisak, "aku ... apakah ... gara-gara seniorku memasukkan jari-jarinya ...?" NaGeen tampak sangat frustrasi, "bagaimana bisa?" Isakannya semakin keras. Dan, ia mulai memberontak dari pelukan Ravaz. "Paman pasti membenciku ya kan? Aku sudah tidak perawan!" Ia berusaha melepaskan diri dari kedua lengan Ravaz yang tetap mendekapnya kuat, tidak mengizinkan gadis itu pergi. "Aku benci Cakra! Aku benci pada diriku sendiri yang ceroboh!"

"NaGeen, sudah, hentikan," suara Ravaz yang dalam dan tenang membuat NaGeen menghentikan usahanya, "aku tidak mempermasalahkan hal itu, sungguh. Aku ... mencintaimu, NaGeen."

LOVE STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang