Ravaz memencet tombol ctrl+A lalu delete. Ia menghela napas frustrasi. Disandarkan tubuhnya ke punggung kursi dan dipejamkan matanya.
Ia rasa ia sudah gila. Kenapa ia menulis soal dirinya dan NaGeen dalam adegan mesum?! Oke, ciuman semalam sedikit membuatnya terbuai. Ah, baiklah, ia memang sangat terangsang. Tapi, NaGeen hanya anak kecil. Anak kecil yang masih labil dan belum mengenal cinta sejati. Tentu saja itu benar.
Dan, dirinya juga tidak memiliki perasaan lebih pada NaGeen. Hanya sebatas rasa sayang terhadap keponakan, selalu seperti itu. NaGeen putri dari kakak tirinya. Putri dari kakak ipar yang sangat ia cintai, Angelica.
Oke, setelah ia membantu NaGeen menyembuhkan traumanya, ia takkan membiarkan gadis itu datang berlibur ke sini lagi. Well, dan tentu saja setelah gadis itu kuliah nanti, ia akan bertemu dengan banyak pria dan mungkin ... cinta sejatinya.
Dan, sial, saat ini dia butuh pelampiasan!
"Paman, kau sudah bangun?"
Ravaz terkejut saat NaGeen tiba-tiba muncul dari pintu ruang kerjanya yang sudah terbuka. Gadis itu masih mengenakan piama tangan panjang dan celana panjang motif kelinci yang mengenakan topi fedora hitam. "Ya .... Hari masih pagi, Na, ada apa?"
"Paman bergadang menulis novel?"
"Tidak, maksudku, ya," ucap Ravaz salah tingkah. "Ada apa?"
"Tidak apa-apa, hanya eh ... aku bermimpi buruk. Tadi aku mengetuk pintu kamar Paman, tapi tidak ada yang menyahut. Dan, ternyata kamar Paman kosong, jadi aku ke sini." NaGeen melangkah mendekati meja kerjanya.
Sial, kejantanannya sudah bereaksi. "Maaf, Paman sibuk."
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin duduk di sini. Tidak apa-apa kan?" NaGeen duduk di kursi di seberang mejanya. Tepat di hadapannya. "Atau ... aku bisa mulai membalas e-mail para pembacamu," ucap NaGeen.
Ravaz mengangguk seraya menyodorkan laptop merah marun. Pria itu lantas berpura-pura memerhatikan layar laptopnya sendiri padahal ia tengah berusaha keras menurunkan gairahnya. Aroma tubuh NaGeen benar-benar menggoda indra penciumannya. Tak berapa lama, ia mendengar gadis itu bergumam kesal.
"Paman, apa selalu seperti ini?"
"Apa?" Ravaz menoleh pada NaGeen yang kini tengah mengerucutkan bibirnya, tampak menggemaskan.
"Ini ... ah, perempuan menyebalkan! Kenapa dia mengirimkan foto telanjangnya seperti ini dan berkata, 'Bisakah kita bertemu, Tuan Penulis Ravaz?'?!"
Ravaz tergelak, tawanya bergema di dalam ruang kerjanya yang dipenuh buku-buku. "Kadang-kadang memang ada yang seperti itu. Memangnya kenapa? Tidak apa-apa kan?"
NaGeen terlihat kesal. Ia sepertinya berusaha keras menahan amarahnya. Tatapannya tajam pada layar laptop. "Oh. Begitu. Iya, memang bagus, sih, tapi kurasa lebih bagus bentuk tubuhku." Tiba-tiba NaGeen terdiam. Wajahnya menggelap karena malu. Ia bangkit dari kursinya. "Kurasa aku mulas. Mau ke air. Kulanjutkan nanti saja, Paman."
Sepertinya Ravaz sudah kehilangan akal sehatnya, karena tiba-tiba saja pria itu berdiri dari kursi, bergegas memutari mejanya, kemudian menarik tubuh NaGeen ke dalam dekapannya. Ia tidak berkata apa-apa, tetapi langsung mencium bibir gadis itu dengan kasar. Tangannya sudah membuka kancing-kancing atasan piama keponakannya sebelum ia menyadarinya.
"Paman!" protes NaGeen di sela-sela pagutan bibir pria itu. Protesnya berubah menjadi erangan saat tangan Ravaz menyingkap bra-nya dan meremas payudara kenyal gadis itu. "Paman, ah, jangan, ahh!" Napasnya terengah-engah kala ciuman pria itu menelusuri dan menggelitik leher jenjangnya. Basah dan lembap. Sementara payudaranya merasakan kenikmatan akibat remasan pria itu. Tubuhnya menegang saat putingnya disentuh lalu dipilin. Bagai tersengat listrik, ia kejang-kejang. Lututnya menjadi lemas seolah tak bertulang.
Ciuman dan jilatan Ravaz kini sudah berada di payudara NaGeen, membuat gadis itu mengerang keras. Tubuhnya gemetar hebat. Ia bisa saja jatuh jika tubuh kuat Ravaz tidak menopangnya.
"Paman ... Paman, hentikan, aku, oohhh!" Ia menjerit kala putingnya lenyap di dalam kuluman Ravaz. Kedua tangannya melingkari leher kokoh pria itu sementara mulut dan tangan pria itu bekerja pada payudaranya. Napas NaGeen tersengal-sengal. Matanya menatap langit-langit dan ia pusing. Pusing karena gairah yang melingkupinya. Ia terus mendesah dan mengerang, merasakan ciuman mulut dan jilatan lidah Ravaz bergantian di puting kanan dan kirinya yang kencang dan sedikit nyeri.
Lalu ia merasakan jari-jemari pamannya menyelinap ke balik celananya dan membelai kelembapan di bawah sana. NaGeen rasa ia akan pingsan!
****TUJUH ~ KELEMBAPAN****
moccamocca, 1 Februari 2017, Rabu
Makasih yang udah vote dan komen, ya 😘Love You
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE STORY
RomanceNaGeen Anjani, gadis muda yang mengenal cinta begitu prematur. Ia menjatuhkan hati pada Ravaz, penulis yang merupakan paman tirinya. Namun, sebuah kenyataan masa lalu yang kelam atas dirinya tercemari oleh pamannya sendiri .... Akankah rasa cinta it...