NaGeen mengerang nikmat kala kejantanan Ravaz menerobos miliknya. Begitu besar dan keras, menyesaki kelembapannya. Air matanya mengalir, merindukan Ravaz dan kenikmatan bercinta dengan pria itu. Dadanya terasa nyeri mengingat bahwa ini akan segera berakhir. Ia memang belum memaafkan Ravaz, tetapi ia tahu bahwa tubuhnya sangat merindukan tubuh Ravaz, begitu juga hatinya.
"NaGeen, NaGeen!" erang Ravaz sementara kejantanannya menghunjam kuat liang sanggama gadisnya, dengan kedua tangan mencengkeram erat pinggulnya. Perlahan salah satu tangannya merambat meraih payudaranya, meremasnya dengan gemas.
NaGeen memejamkan matanya erat sementara menggigit bibirnya meresapi kenikmatan demi kenikmatan yang menghantamnya. Sebentar saja ia sudah orgasme lagi. Tubuhnya bergetar hebat.
Ravaz mencabut kejantanannya, membiarkan Nageen beristirahat beberapa detik. Ia menarik lengan NaGeen dan membalikkan tubuh gadis itu, lalu menciumi bibirnya. Setelah itu ia mendorong tubuhnya hingga terlentang dan memasuki vaginanya lagi. Menghunjamnya kembali. Matanya menatap mata NaGeen tajam dan penuh gairah. Ia menggertakkan giginya karena merasa akan meraih klimaksnya. Diremasnya sepasang bukit kenyal NaGeen saat ia memberikan satu hunjaman kuat dan dalam sebelum buru-buru mencabut kejantanannya dan mengeluarkan cairannya di atas tubuh gadisnya. Hangat, begitu kental, dan banyak.
Napas keduanya tersengal-sengal dan peluh membasahi tubuh mereka. Mata mereka saling bertemu, masih dipenuhi kerinduan dan gairah.
"Kental sekali, Paman."
Ravaz tersenyum, ia meraih tisu di meja samping tempat tidur lalu membersihkan cairannya dari perut, payudara, bibir, dan rambut gadisnya. "Maaf."
"Apa Paman tidak mengeluarkannya beberapa hari ini?"
Ravaz menggeleng.
"Kenapa?"
Pria itu hanya mengangkat bahu bidangnya. Ia lalu berbaring di sisi NaGeen, memeluk erat tubuh lembut dan telanjang itu dari belakang. Bibirnya mencium aroma tengkuknya yang harum. "Aku hanya ingin mengeluarkannya denganmu. Tetapi jika sebulan kita tidak bertemu, terpaksa aku akan mengeluarkannya sendiri dengan membayangkanmu."
NaGeen menarik napas panjang. "Kenapa tidak melakukannya dengan gadis cantik yang Paman peluk di toko buku tadi?"
Ravaz terkekeh. Ia meremas payudara kanan NaGeen, memelintir puting merah mudanya gemas. "Aku benar kan, kau cemburu padanya. Hmm, dia memang cantik, tapi aku lebih menyukaimu, NaGeen."
"Aku tidak percaya," jawab NaGeen berusaha santai dan menyembunyikan rasa cemburunya.
Ravaz menggigit daun telinganya, lidahnya menyelusup ke dalam, membuat NaGeen mendesah keras dan menggeliat dalam pelukan pria itu. "Hanya kau yang bisa membuatku bergairah. Aku hanya menginginkan lubangmu," bisiknya vulgar membuat NaGeen menggigil.
"Kalau begitu buktikan padaku..." desah NaGeen. Jika pamannya berbohong, biar saja, ia ingin pria itu hanya mengingatnya dan memanjakannya untuk saat ini. Setelah semuanya usai, ia akan merelakannya untuk gadis peri itu, atau siapa pun yang lebih pantas membahagiakan pamannya kelak. Walaupun ia sungguh tidak rela....
Ravaz kembali memasukinya, pria itu bersandar ke kepala tempat tidur sementara NaGeen naik turun sambil mengangkanginya. Dengan posisi seperti ini NaGeen merasa berkuasa, ia melihat ekspresi Ravaz yang menahan diri untuk tidak mencapai klimaksnya terlebih dahulu. Pria itu mencengkeram erat bokongnya sambil mengerang dan memejamkan matanya.
"Cukup!" geram Ravaz. Ia mengangkat NaGeen lalu menggulingkan gadis itu hingga terlentang, dan kembali memasukinya membuat NaGeen menjerit nikmat menyambut orgasmenya. Ravaz menyeringai melihat dan merasakan tubuh gadisnya menggeletar hebat di bawahnya. Ia menciumi bibir NaGeen, turun ke leher lalu kedua puncak payudaranya sebelum kembali bergerak di dalam kehangatan gadis itu.
***
NaGeen memandangi rintik hujan yang menampar-nampar kaca jendela cafe. Saat ini ia tengah menunggu Cakra untuk berkencan dengan pemuda itu. Ravaz tidak menahannya karena pamannya itu tidak ingin menyakti Reeve lagi.
"Maaf lama menunggu, pekerjaanku baru selesai."
"Tidak apa-apa," ucap NaGeen tanpa senyum. Ia menatap sekilas rambut dan kemeja Cakra sedikit basah terkena hujan.
"Aku sudah membeli tiket film untuk satu jam lagi, jadi kita bisa bersantai dulu. Kau tidak memesan minum atau makanan?"
"Aku sudah makan di rumah," jawab NaGeen singkat.
Cakra tiba-tiba menarik tangan NaGeen hingga gadis itu berdiri. "Kalau begitu kita ke pameran lukisan di dekat sini saja."
"Boleh." NaGeen berdeham. "Kau masih melukis?"
"Masih."
NaGeen mengangguk-angguk. Dari cafe, mereka mengunjungi pameran lukisan di mall di lantai atas cafe. NaGeen sungguh terkejut melihat beberapa lukisan yang sangat besar yang dipamerkan. Lukisan dirinya dengan berbagai pose, dan dengan berbagai ekspresi.
NaGeen menelan ludah. "Ini...."
"Sejak kejadian di klub... aku hanya melukismu..." aku Cakra dengan malu. Aku hanya membayangkanmu, maaf kalau tidak mirip.
NaGeen tidak bisa berkata-kata. Jantungnya berdegup kencang sementara matanya tak lepas dari lukisan-lukisan dirinya. Ia memang sangat menyukai lukisan Cakra. Itu memang dirinya. Saat sedang tertawa, bersedih, marah, dan lain sebagainya.
"Kau marah?"
"Tidak, aku tidak marah." NaGeen menoleh pada Cakra dan tersenyum tulus. "Aku sangat menyukai lukisan-lukisanmu."
Cakra menghela napas lega. "Kalau kau mau, aku akan memberikannya padamu."
"Benarkah?" tanya NaGeen senang.
Namun, saat Cakra meminta kepada panitia, ia terkejut karena ternyata semua lukisan diri NaGeen telah terjual beberapa menit yang lalu.
Cakra menoleh pada NaGeen. "Maaf, aku akan segera melukismu lagi." Pemuda itu berdeham. "Aku ingin melukismu sambil menatapmu..." melihat perubahan raut wajah NaGeen, ia buru-buru menambahkan dengan suara pelan, "kita bisa melakukannya di tempat umum, jadi kau tidak usah khawatir aku akan menyerangmu."
NaGeen mengangguk setuju.
"Ah, sebentar lagi kurasa filmnya akan dimulai, sebaiknya kita ke bioskop," saran Cakra setelah melihat jam tangannya.
NaGeen mengangguk setuju.
***
Holaaa, maaf baru update lagi, kalo banyak typo atau jalan ceritanya ngaco, harap maklum.
Semoga tetep suka sama Ravaz & NaGeen ^^
Salam, moccamocca
26 Oktober 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE STORY
RomanceNaGeen Anjani, gadis muda yang mengenal cinta begitu prematur. Ia menjatuhkan hati pada Ravaz, penulis yang merupakan paman tirinya. Namun, sebuah kenyataan masa lalu yang kelam atas dirinya tercemari oleh pamannya sendiri .... Akankah rasa cinta it...