Dering ponsel mengagetkan keduanya. Ravaz menghentikan kegiatannya sebelum dering kedua berakhir. Ia meraih ponselnya. "Halo." Napasnya masih tersengal.
"Pagi, Bro, sedang olahraga?"
Sial! "Hai, Reeve! Olahraga? Ya, ya, aku sedang sedikit berolahraga. Ada apa menelepon sepagi ini?"
"Aku menelepon NaGeen, tapi putriku itu tidak mengangkatnya. Apakah dia masih tidur? Biasanya jam segini sudah bangun."
"NaGeen? Ohh ...." Ravaz melirik NaGeen yang sedang mengancingkan atasan piamanya sambil menunduk. Rambutnya terlihat semakin berantakan setelah tadi tangan Ravaz mengacak-acaknya. "NaGeen mungkin masih tidur, aku tidak tahu," sorry, Reeve, "aku sedang di ruang kerjaku."
"Kau berolahraga di ruang kerjamu? Jangan bilang kau habis tidur dengan salah satu teman kencanmu, Brother?" Terdengar kekehan di seberang sana, membuat Ravaz meneguk ludah.
Ravaz tertawa menanggapinya sebelum berkata, "Ya. Maksudku, tidak! Ada putrimu di rumahku, Reeve, aku tidak mungkin membawa salah satu dari mereka!"
"Ya, ya. O ya, Ravaz," tiba-tiba suara Reeve terdengar tegas, "Angelica sebetulnya tidak mengizinkan NaGeen ke tempatmu karena dia khawatir kau akan mendekati putri kami itu. Tapi ... aku percaya padamu, Bro, aku tahu ... kau takkan merayu ataupun melukai NaGeen," Reeve berhenti berbicara selama beberapa saat, membuat Ravaz tegang. Saat Ravaz akan berbicara, Reeve melanjutkan ucapannya, "Tetapi ... jika kau melakukannya, kali ini aku bersumpah akan membunuhmu."
Ravaz menatap NaGeen yang kini tengah berdiri di tengah ruangan sambil menatapnya. Ravaz membuang muka, lalu menjawab, "NaGeen keponakanku tersayang, aku tidak mungkin merayu atau ... melukainya."
"Terima kasih, Bro, selamat beraktivitas kembali."
Ravaz menutup ponselnya. Ia lalu duduk di meja kerjanya. "Sebaiknya kau kembali ke kamarmu dan mandi. Setelah itu kembalilah ke sini untuk membalas e-mail," pinta Ravaz tanpa menoleh pada gadis itu.
NaGeen hendak memprotes, tetapi mengurungkannya. "Baik, Paman," ucapnya, lalu segera berbalik pergi.
Ravaz melemparkan tempat pulpen ke lantai berkarpet sehingga isinya bertebaran. Ia kemudian menggebrak mejanya dengan amarah dan penyesalan. Sial! Tidak seharusnya ia menyentuh putri kakak tirinya! Kendalikan nafsu binatang tololmu, brengsek!
***
NaGeen berdiri di bawah siraman shower dengan pandangan kosong. Ayahnya melarang pamannya untuk mendekati dirinya. Pasti ayahnya mengatakan sesuatu sehingga sikap Ravaz tiba-tiba berubah dingin.
NaGeen mematikan shower lalu meraih handuknya. Ia keluar dari kamar mandi menuju kamarnya tanpa memerhatikan sekelilingnya.
"Pemandangan yang indah," ucap suara serak yang kemudian bersiul.
NaGeen membelalak terkejut saat ia mendapati Harley, pria berambut cokelat panjang dan tinggi berotot yang kemarin bersikap kurang ajar padanya! "Permisi, aku mau ke kamarku!" NaGeen menutupi bahunya yang terbuka.
"Kau tahu, kau begitu segar, Miss NaGeen. Tubuh eksotismu sungguh menawan." Seringai muncul di wajah pria itu yang mirip Channing Tatum.
"Tolong bergeser, tubuhmu terlalu besar. Aku mau lewat." NaGeen melotot pada Harley. Namun, pria yang wajah dan postur tubuhnya mirip Channing Tatum itu bergeming. "Tolong, permisi," ulangnya.
"Harley, menyingkir dari situ," sahut suara kasar dari belakang NaGeen.
NaGeen menoleh dan mendapati Ravaz telah mandi dan rapi. Pria itu mengenakan kemeja berwarna navy dan celana bahan hitam. "Paman mau ke mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE STORY
RomanceNaGeen Anjani, gadis muda yang mengenal cinta begitu prematur. Ia menjatuhkan hati pada Ravaz, penulis yang merupakan paman tirinya. Namun, sebuah kenyataan masa lalu yang kelam atas dirinya tercemari oleh pamannya sendiri .... Akankah rasa cinta it...