Bof tiga belas : Mahesa Bramasta

263 37 11
                                    

... "Lo yakin dia temen lo?" Tanya lelaki itu yang dijawab anggukan Liezy.

"Oke, gue nitip bro." Lalu segera lelaki itu pergi dari sana.

Liezy menghembuskan nafasnya, "Thanks," ucapnya lalu berjalan menjauh dari lelaki itu.

"Lo nggak penasaran gue siapa? Kenapa gue bantuin lo?" Tanya lelaki itu membuat Liezy berhenti lalu berbalik menatapnya.

"Lo siapa? Kenapa lo bantuin gue?" Tanya gadis itu membuat si cowok tersenyum.

"Gue Mahesa. Mahesa Bramasta. Salam kenal." Ia mengulurkan tangannya. Liezy yang mendengar nama Mahesa kembali mengingat karena merasa tidak asing. Saat kepalanya mengingat, gadis itu memukul kepalanya. Anjir, jaketnya ketinggalan dirumah si Erlen. Kalau dia minta balik gue kudu jawab apaan?

Liezy hanya diam menatap tangan Mahesa yang terulur. "Oh, sorry. Gue lupa soal phobia lo." Mahesa kembali menarik tangannya. Liezy menatap waspada lelaki didepannya. "Lo nguntitin gue?" Tanyanya. Apa dia salah memilih tinggal dari pada ikut Erlen? Ini dia bukan keluar kandang buaya masuk kandang singa kan?

"Hahaha, gue bukan singa. Gue manusia, sama kek lo." Liezy dibuat terpaku barusan lelaki itu membaca pikirannya?

"Lo ada-ada aja sih, mana mungkin gue bisa baca fikiran lo." Ucap Mahesa kembali membuat Liezy waspada.

"Terus gimana bisa lo ngejawab semua fikiran gue!" Ucap gadis itu menyuarakan fikirannya.

"Itu tertulis jelas diwajah lo." Ucapnya lalu lelaki itu duduk dibangku yang sebelumnya diduduki Erlen dan Liezy. Sejak kapan ia jadi sosok yang mudah dibaca? Liezy duduk dibangku yang sama, menjaga jarak dari Mahesa.

Bagaimanapun mahesa tau soal phobianya itu artinya lelaki ini ada tujuan mendekatinya. Karena tak banyak yang tau soal phobianya ini.

"Apa mau lo?" Tanya to the point.

"Nggak ada, gue kebetulan lewat dan liat lo kejebak dengan cowo tadi. Nggak salah kan gue nolong orang yang gue kenal?"

"Tapi gue enggak kenal lo," ucapan Liezy membuat lelaki itu mangut-mangut.

"Makanya tadi gue kenalin diri, gue Mahesa jadi kalau kedepannya ada apa-apa lo bisa minta tolong gue."

"Kenapa?"

"Kenapa?" Mahesa mengusap dagunya berfikir, "mungkin karna gue baik?"

"Lupain aja. Gue kasih lo kesempatan buat ajuin apapun yang lo mau, tapi lo harus rahasiain tentang phobia dan penyamaran gue."

Mahesa diam, tidak menjawab ataupun merespon membuat Liezy menatapnya heran. "Kenapa?" Tanyanya.

Mahesa menghela nafasnya, "Udah gelap, mending gue anter lo pulang. Ayuk." Mahesa bangun dari duduknya, mengambil sepeda yang terparkir tak jauh dari posisi mereka.

"Gue kasih lo waktu buat mikir. Tapi gue harap selama itu, lo nggak ngebocorin soal ini kemana-mana. Mungkin ini cuma lelucon bodoh buat lo, tapi buat gue ini semua lebih berarti." Ucap Liezy lalu pergi meninggalkan Mahesa. Ia akan pulang dan langsung mencari tau tentang lelaki itu dan mengapa dia bisa tau.

"Oke, tapi selama itu juga lo harus disamping gue." Jawab Mahesa membuat Liezy berhenti dan menatap Mahesa yang sudah berada disampingnya.

"Siapa yang bakal jamin gua nggak bakal keceplosan?" Tanyanya lalu berjalan mendahului Liezy. "Buruan, nanti keburu magrib!"

~ Basket Or Futsal ~

Nama Lengkap : Mahesa Bramasta
Nama Panggilan : Mahesa
Status : Pelajar
Sekolah : Husain School
Kelas : XI-IA-1
Hoby : Sepak Bola
Ekskul : Kapten Futsal

Liezy menatap malas layar laptopnya, tidak ada data yang berarti yang ditemukannya. Hanya hal remeh-temeh tentang Mahesa. Padahal ia sudah bertanya pada seluruh kenalannya.

Sebenarnya Liezy tak perlu bersusah payah untuk cari sendiri, dia bisa saja menyuruh Ashley atau Dadynya. Tapi dia tidak mau Dadynya khawatir dan juga tidak ingin Ashley tau soal phobianya.

Liezy menghempaskan tubuhnya dikasur, menatap langit-langit kamarnya yang kosong. Soal phobianya hanya Keith, orang tua dan dokternya yang tau. Keith juga tau tanpa sengaja dan ia tidak suka dikasihani makanya sampai sekarang Liezy memilih bungkam.

"Liezy, makan malam sayang..." suara Alice membuat gadis itu bangun dari baringnya.

Suasana meja makan sangat tenang, El sedang bemesraan dengan Alice dimeja makan seakan dunia milik mereka berdua dan Liezy hanya numpang. Gadis itu duduk dikursinya, disebrang Alice dan disebelah El.

"Ekhem... Dady kalau udah jumpa Momy seakan dunia cuma milik berdua deh! Anaknya yang cantik dianggurin!" Ucapnya dengan nada merajuk dibuat-buat.

El tertawa, "Momy nomor satu, kamu nomor dua sayang." Ucapnya menjawil hidung putri semata wayangnya itu.

"Udah-udah, ayuk makan dulu." Alice mengisi piring suami dan anaknya dengan nasi lalu mengisi piringnya sendiri.

"Gimana sekolah barunya Queen?" Tanya El disela makannya. "Ada yang gangguin kamu?"

"Biasa aja Dad, mana ada yang berani gangguin aku. Kalau ada udah kupatahkan tulangnya."

"Hahaha iya, Dady tau. Tapi, jika ada yang mengganggumu. Lapor sama Dady okey? Nanti akan Dady ratakan rumahnya dengan tanah." Ujar El bangga. Alice menggelengkan kepalanya. Ayah dan anak itu kalau membahas hal yang mengganggu mereka pasti seperti itu. Tapi itu bukan hanya sebuah bualan, waktu itu ada yang mengganggu putrinya saat sedang bermain ditaman dan El benar-benar meratakan rumah anak itu dengan tanah.

Setelah selesai makan malam, Liezy pamit untuk balik kekamarnya. "Jangan belajar terlalu rajin ya Queen, Dady sama Momy nggak pernah minta kamu juara kami hanya minta kamu selalu bahagia. Nggak masalah nilai akademik rendah karna nggak semua orang sempurna."

"Iya, iya, Dady mulai deh ceramahnya."

"Hahaha yaudah sana, jangan terlalu larut tidurnya!"

Basket OR Futsal (BOF) | New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang