Chapter 9

5.8K 250 2
                                    

Lea’s PoV

Rabu pagi yang kelabu menemani perjalananku hari ini menuju sekolah. Kelabnya langit, sama dengan kelabunya hatiku. Bukan karena aku mengalami pertengkaran dengan Kak Candra atau karena orang tuaku yang tak menuruti keinginanku. Hanya saja, hatiku terasa tak tenang dan seperti ada hal buruk yang akan menimpa ku dan orang disekitarku. Hatiku berdetak lebih kencang tidak karuan dengan siluet kejadian buruk yang terus berputar di kepalaku yang terlihat seperti Kak Candra.

Pertemuanku dengan Tante Selvi beberapa hari yang lalu membuatku menjadi lebih dekat dengan beliau. Tante Selvi juga menginginkan untuk bertemu dengan kedua orang tuaku untuk menjalin silahturahmi, katanya. Aku hanya bisa tersenyum untuk menjawab setiap pujian yang ia ucapkan untuku.

Aku berdiam diri di dalam kelas setelah sampai di sekolah. Dengan kedua telinga yang kututup dengan earphonr. Ku letakkan kepalaku di atas meja dan mendengarkan lagu yang sedang berputar.

“uh-oh I’m gratefull for your existence. Faitfull no matter the distance. You’re the only girl I see. From the bottom of my heart plese believe.’

Ku buka kelopak mataku secara perlahan. Karena kaget dengan suara yang kudengar seperti tak hanya keluar dari musik yang sedang melantun. Tapi juga suara seorang lelaki yang menirukan lagu yang aku dengarkan. “All that Matters” dari Justin Bieber.

“Kak Caca..” gumamku melihat Kak Candra yang sudah ada di depanku. Dan bagaimana mungkin aku tak menyadari jika telah banyak temanku yang datang memenuhi kelas.

Kurasakan kelembutan saat tangan Kak Candra mengelus puncak kepalaku. Kemudian turun untuk menyentuh pipiku. Aku sangat menikmati sentuhan yang diberikan. Namun bodohnya, aku justru menguap di depan Kak Candra dan membuatnya tertawa kecil karenaku.

“Tidur jam berapa semalem?” tanya Kak Candra kemudian menduduki kursi yang masih kosong di sampingku.

Membuatku membenarkan posisi dudukku untuk menghadap lawan bicaraku.

“Semalam...” kalimatku tak terlanjyt begitu saja saat kulihat wajah Kak Candra. Siluet kejadian buruk itu kembali muncul di benakku. Desir tak karuan terasa dihatiku. But I can’t tell him or I will destroy his day. “Aku tidur kayak biasanya.” Lanjutku. Its better if I’m nnot say that.

“Sleepy head!” ujarnya dengan mencubit hidungku pelan.

“Dih suka-suka.” Amberkku seraya mengelus hidungku. “Olahraga nanti ngapain, Kak?” pertanyaan bodoh itu begitu saja melunucr dari bibirku. I shouldn’t ask him like that.

“Penilaian senam kayaknya.” Jawab Kak Candra ragu.

“Udah hafal gerakannya?” tanyaku lagi mengingat kelas dua belas yang disuruh senam perkelompok dengan tuntutan harus hafal gerakannya. Karena Kak Candra pernah melampiaskan amarahnya denganku saat ia tak kunjung hafal dengan gerakan senam yang diciptakan oleh teman-temanya.

**

 Saat itu aku sedang asik berbincang dengan temanku yang masih ada di kelas walaupun bel pulang telah berbunyi satu jam yang lalu, selagi aku menunggu Kak Candra yang latihan senam dengan teman kelompoknya di kelasnya.

“Lea?” panggilan itu membatku mengalihkan perhatianku dari percapakan teman-teman menuju depan kelas yang menampakkan Kak Candra siap untuk pulang, namun dengan wajahnya yang nampak kusam dan rambutnya yang lebih berantakan dari biasanya.

Kak Candra segera keluar dari kelasku saat aku hendak berada tepat di depannya. Ku ikuti langkah kakinya, dengan mengambil tasku sebelum meninggalkan kelas.

“Kenapa, kak? Something wrong happen?” tanyaku khawatir karena langkah kakinya tak terlihat santai, justru menyeramkan di lorong sekolah yang tak lagi ramai karena banyaknya siswa yang telah meninggalkan sekolah.

My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang