Chapter 1

23.7K 556 10
                                    

Menjadi siswa di sekolah baru tak membuatku meninggalkan kebiasaanku saat masih di SMP dahulu. Contohnya saat ini jam tanganku menunjukkan pukul 06.00 WIB saat aku menuruni mobil yang mengantarku ke sekolah. Dimana masih banyak siswa yang ada di rumah untuk bersiap-siap dan ada juga yang masih dalam perjalanan menuju sekolah.

            Banyak yang mengatakan jika aku berangkat terlalu pagi. Dan membuatku harus sendirian di kelas menunggu siswa lain untuk datan. Tapi menurutku lebih baik aku menunggu daripada aku harus dihukum karena telat. Aku juga lebih bisa menimati pemandangan sekolah, dan suasana sekolah yang masih sepi.

            Suara ramai dan decitan sepatu terdengar begitu keras saat aku memasuki lobi sekolah. Ternyata para pemain basket sekolah sedang berlatih di lapangan. Kulihat mereka sedang berlatih dengan semangat yang berkobar. Salah satu semangat dapat kulihat dari wajah Kak Candra. Cowok senior yang sekarang menduduki kelas sembilan yang mempunyai karisma dan keindahan wajah tersendiri menurutku. Banyak informasi tentang Kak Candra setelah teman sebangku-ku yang mengagumi Kak Candra menceritakan panjang lebar tentang Kak Candra kepadaku.

            Aku bergegas keluar dari kelas setelah meletakkan tas pada bangkuku. Beruntungnya kelasku berada di lantai dua, membuatku lebih gampang untuk menyaksikan latihan basket. Aku berjalan beberapa langkah ke samping kiri untuk membuat view yang kudapat lebih bagus karena kelasku berada di pojok. 

            Sebuah senyuman terukir pada bibirku saat melihat Kak Candra sedang menyiramkan air pada kepalanya. Aku rasa Kak Candra kepanasan karena telah lama bermain basket. Aku akui, akhir-akhir ini aku lebih banyak mencari tahu tentang Kak Candra daripada Neva—teman sebangkuku yang mengagumi Kak Candra terlebih dahulu. Aku merasakan apa yang dirasakan oleh Neva. Mengagumi sosok Kak Candra.

            Aku sangat addict dengan sesuatu yang menyangkut-pautkan Kak Candra di dalamnya. Setiap hari aku ingin bertemu dengan Kak Candra, melihat wajahnya dariu kejauhan saja pun tak apa. Jika aku tak bertemu atau melihat wajahnya dalam sehari, aku merasa rindu kepadanya. Aku akan bertindak seperti orang stres yang rindu pada kekasihnya.

            Dan saat ini akou sedang memandanginya, menikmati setiap bentuk keindahan yang ada pada Kak Candra yang mampu membuatku terpesona. Mataku melotot seketika saat aku merasa bola basket yang tadi digunakan untuk bermain melayang ke arahku. Aku meletakkan kedua tangan di depan wajahku saat bola basket berada dekat dengan wajahku. Dan bugh! Aku bernapas lega karena bola basket tak mengenaiku. Aku menoleh ke belakang, bola basket telah tergeletak begitu saja di lantai. Aku rasa bola basket mngenai tembok yang ada di belakangku.

            Aku beranjak untuk mengambil bola basket tersebut, berniat untuk mengembalikan kepada poemiliknya.

            “Eh?!” kataku reflek saat sebuah tangan mendarat di atas punggung tanganku saat aku hendak mengambil bola.

            Aku mendongakkan kepalaku untuk mengetahui pemilik tangan tersebut. Untuk pertama kalinya dalam perjalanan hidupku, pandnagan mata kami bertemu. Kak Candra, pemilik dari tangan yang ada di atas punggung tanganku.

            Aku dengan gugup mendorong bola agar bisa dipegang oleh Kak Candra. Kak Candra menerima bola basket dengan pandangan yang masih menatapku. Membuatku semakin gugup, dan hanya bisa menundukkan kepala.

            “Kamu nggak apa kan, dek?” tanya Kak Candra seraya mengulurkan tangannya yang lain untuk membantuku berdiri, padahal aku tak membutuhkannya.

            “Nggak apa kok Kak.” Jawabku seraya memberanikan diri untuk mendongakkan kepala. Kuberikan senyuman manisku kepada Kak Candra.

            “Yauda take care.” Ucap Kak Candra seraya  mengusap puncak kepalaku.

            Aku hanya mengangguk. Sensi luar biasa ditimbulkan dengan hanya mengusap puncak kepalaku oleh Kak Candra.  I never imagine before that we will staring each other and he stroke my hairs. But thats not only drean right know, thats already happen.

            Aku kembali menyaksikan Kak Candra dan temannya berlatih basket di lapangan. Aku mengagumi nya. Mengagumi setiap yang ada pada dirinya. Aku menyaksikan aksi Kak Candra bermain basket dengan sesekali tersenyum. Gila memang apa yang aku lakukan. Sesuat kemudian aku menyadari jika Kak Candra tersenyum ke arahku. Ia sedikjit medongakkan kepalanya agar bisa melihat ke lantai dua. Kedua sudut  bibirnya terangkat membentuk senyuman indah yang membuatku terpesona.

My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang