Lea’s POV
Aku sedang memasukkan gitar ke dalam tasnya setelah selesai merapikan tempat tidur. Aku juga memasukkan sebuah baju ganti untuk tampil nnati. Setelah semuanya siap, aku berjalan menuju meja rias yang ada di kamarku. Aku memperhatikan bayangan diriku pada cermin datar di depanku.
Hancur sekali wajahku pagi ini walaupun telah dibersihkan dengan sabun pencuci muka seperti biasanya. Wajahku kusut, bekas tangisanku semalam masih nampak pada wajahku.
Sekali lagi aku masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci mukaku. Namun, hasilnya sama. Dengan bermodal nekat aku mengambil kacamata putih netral yang ada di rak kacamataku. Ku pasang kacamata itu untuk menutupi mataku yang berkantung dan terlihat sekali bekas menangis.
Aku tersenyum pahit melihat bayangan diriku di cermin. I just look like Candra. Menggunakan kacamata dengan frame berukuran lumayan besar. Tidak besar sekali, namun diatas ukuran biasanya.
Kemudian aku turun ke bawah untuk sarapan bersama keluargaku. Mungkin karena efek anak tunggal jadi rumah ini terlihat sepi dan tak begitu meyenangkan.
“Pagi sayang.” Ucap Papa menyambut kedatanganku ke meja makan.
Aku memeluk papa dan mencium pipinya. Kemudian beralih pada mama dan melakukan hal yang sama.
***
“Jangan nakal di sekolah.” Pesan Papa kepadaku saat akan turun dari mobil. Masih pesan yang sama dari kemarin. Well, setiap hari bahkan. Tapi aku tak menolak, karena itu merupakan salah satu bentuk perhatian Papa kepadaku.
“Siap, Pa.” Ucapku dengan menggerakkan tanganku ke arah pelipis untuk hormat kepada Papa layaknya aku hormat kepada bendera merah-putih. “See you laters papa.” ucapku setelah mencium pungung tangan papa. kemudian turun dari mobil.
Suara musik telah terdengar saat aku sedang melewati lobi sekolah. Suasana yang sama saat kami dalam kegiatan akhir semester seperti ini. Musik selalu terdengar sejak pagi.
“Haz?” panggilku kepada Harry yang sedang memainkan gitarnya di pojok belakang kelas.
Ia mendongakkan kepalanya, menatapku. “Hai Lea, morning btw.” Ucapnya manis menunjukkan kedua lesung pipinya yang menambah kesan manis pada wajahnya. “Jadi make lagu apa nih?”
Aku duduk di sampingnya, mengeluarkan gitarku yang masih terbungkus rapi di dalam tasnya. Aku mendekatkan tubuhku kepada Harry, kemudian membisikinya rencanaku untuk tampil di atas panggung nanti. Harry mendengarkanku dengan saksama dan sesekali mengangguk mengerti.
“Got it Haz?” tanyaku setelah selesai membisikkan ide gilaku untuk tampil nanti.
“I got it my bestie.” Jwab Harry semangat.
Kemudian kami berlatih sebentar. Diselingi dengan memainkan beberapa lagu kesukaan kami dibagian refairnya saja.
Saat mendengar panggilan peserta lomba pensi, aku turun ke lapangan dan mengambil nomor urut untuk tampil. Untung saja aku mendapat nomor tujuh dari 21 peserta yang akan tampil.
Aku kembali ke dalam kelas untuk mengambil pakaian yang telah aku siapkan untuk tampil. Kemudian aku menuju kamar mandi. Pakaian olahraga yang saat ini aku kenakan, ku ganti dengan sebuah chiffon shirt berwarna krem. aku balut dengan blazer berwarna merah. Aku juga menggunakan kets berwarna merah juga.
Kacamata putih berkaca besar masih bertengger di mataku. Aku tak akan mencopotnya sampai pulang ke rumah nanti.
Saat aku keluar dari kamar mandi peserta yang berada di atas panggung bernomor urut lima. Wow, cepat sekali tampinya? Atau aku saja yang terlalu lama berada di kamar mandi?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior
FanfictionTak ada yang tau bagaimana kehidupan membawaku pada kata hidup seperti yang selama ini aku impikan. Aku juga tak pernah menyangka, pertemuanku denganmu akan membawa sebuah perubahan yang berarti dalam hidupku. Kau berarti untukku. Kalimat itu begitu...