Chapter 15

8.9K 392 26
                                    

"Itu tidak akan pernah berhasil." ucapku tak terima.

Heran, Kak Candra mengatakan bahwa ia ingin menguji seberapa besar cintaku kepadanya.

Mencoba untuk mengetes seberapa besar cinta pasangan kita kepada kita bukan berarti menunjukkan kemesraan kita dengan orang lain di depan pasangan kita. Itu akan menyakitkan perasaan pasangan kita, tak peduli seberapa sayang pasangan itu kepada kita. Karena melihat orang yang kita sayang bermesraan dengan orang lain adalah hal buruk untuk disaksikan.

Lelaki di depanku menatapku dengan intens. Genggaman tangannya mengerat pada tanganku. Membuat hatiku bergetar, ingin aku menarik tanganku dari genggamannya. Tapi sayangnya, sekecil apapun sentuhan yang diberikannya kepadaku akan membuatku terbuai. Sejenak melupakan permasalahn yang ada di antara hubungan kami dengan posisi seperti ini. Kedua pasang mata saling berpandang dan kedua tangan saling bertautan.

 “Melepaskan orang yang dari masa lalu bukan hal yang sepele seperti membalikkan telapak tangan. Seberapa buruk kenangan kita dengan orang masa lalu itu, pasti kita akan teringat dengan orang itu, sayang.” Jelasnya dengan masih menatap kedua mataku. Seolah tak ingin aku mengalihkan mataku darinya yang mungkin menurutnya akan membuatku mengalihkan perhatianku darinya.

Tak terhitung telah berapa kali ia mengatakan kalimat itu kepadaku. Membuatku semakin yakin bahwa ia tak ingin untuk melupakan  masa lalunya. Atau mungkin itulah yang selama ini ia coba untuk katakan kepadaku.

“Mencoba untuk melepaskan. Apakah sudah kau lakukan?”                                          

 Ia melepaskan genggaman tangannya setelah ku selesaikan kalimat pertanyaanku. Ia turun dari gazebo dan berjalan beberapa langkah menjauhiku. Ia berhenti, berdiri dengan posisi membelakangiku. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana.Kepalanya menengadah, membiarkan sinar matahari yang sedang teriknya perlahan membakar wajahnya yang indah.

"I do to let her go." ujarnya tak begitu keras. Namun aku bisa menangkap apa yang ia ucapkan.

Kuubah posisi tubuhku yang masih duduk di atas gazebo untuk menghadap ke arah lelaki yang seperti ingin menikmati angin panas di siang hari.

"And?" tanyaku mendesak. Aku tau kalimatnya tak hanya sampai disitu. Sebuah alasan kubutuhkan saat ini.

Namun sayang, ia tak berkata. Kak Candra masih sibuk dengan angin panas yang menerpanya.

Terkadang mencintai cinta memang susah untuk dilakukan. Kita terlalu berharap banyak kepada orang yang kita cintai dan mengabaikan orang yang jelas telah ada untuk kita setiap waktunya dengan cinta yang tulus diberikan kepada kita.

Kata cinta? Tak pernah terdengar olehku ia mengucapkan kata sayang atau cinta kepadaku selama lima bulan ini.

Untuk mencintaiku, ia tak perlu mengucapkannya berulang kali. Dengan perbuatannya yang menunjukkan rasa cintanya kepadaku saja sudah membuatku merasa disayang dan dicintai. Namun, keinginanku untuk mendengarnya mengucapkan tiga kata sakral itu sangat ingin terpenuhi setelah kejadian yang membuat pertahananku untuk hubungan ini sedikit mengendor.

Kak Candra memutar tubuhnya menjadi menghadap ke arahku. Dengan kedua tangan yang masih menyelinap pada saku celana. Wajahnya menjadi kusut dibanding sebelumnya. Dari kejauhan ia menatapku.

"Bisa tidak sehari saja kita melupakan masalah 'kau melihatku bersamanya lagi'?"

"Tolong jelaskan kepadaku yang sebenarnya." Suaraku terdengar begitu menyedihkan karena menahan getaran hat yang sakit mendengar apa yang ia ucapkan. Kak Candra tak ingin aku mengetahui apa yang terjadi mengenai dirinya, kekasihku. "Jika kau tak ingin aku kembali bertanya, ada apa dengan kalian?” aku membutuhkan kepastian. Sehingga semua perkiraaan bodoh akan segera menghilang dari kepalaku. Setidaknya aku bisa kembali merasa hidup tanpa angan-angan semua tentangnya.

My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang