Chapter 14

4.1K 205 0
                                    

2 chapter update on same day! aahhh nggak percaya banget sama yang aku kerjain.

gimana sama last chapter? i see you leave nothing there. kenapa sih nggak pernah ada yang apresiasi dari kalian? nulis itunggak gampang serius. apalagi saat ide nge stuck nggak bisa direalisasikan dalam kata-kata supaya bisa dibaca dan dirasakan orang lain.

i think last chap was the longest chap. for me. bosenin nggak sih kalo panjang?

jadi aku kira, aku kembali seperti sebelumnya. lebih pendek.

hope you like it! and leave feedback please??

sorry for typo(s)!!!

***********************************************

People talk in riddles because they don’t want you to figure it out.- Zayn Malik

            Ku langkahkan kakiku menuju taman kota yang letaknya sedikit tersembunyi. Aku tak sendirian, bersama dengan tiga teman gadisku yang lain. Memberanikan diri untuk memasuki tempat ini tanpa seorang lelaki membuatku sedikit ngeri. Tempat ini terkenal akan mesumnya.       

Aku, Fira, Marta dan Renaa sedang berniat untuk mengerjakan tugas Antropologi, yaitu mencari kejadian yang merupakan penyimpangan sosial. Well, sedikit menyebakan. Karena ada bapak tua yang berniat untuk menggoda kami dengan alibi yang meyakinkan. Yaitu menawarkan bantuan untuk mencari spot yang bagus, dan menawarkan diri untuk menjadi guide kami. Gila. Kata yang terlintas dibenakku.

Jika bukan untuk tugas, aku tak akan mau menginjakkan kaki di tempat yang terlarang untukku. Banyak pasangan kekasih yang sedang bermesraan secara terang-terangan. Dari kejauhan, aku memposisikan kameraku ke arah target untuk mendapatkan bukti penyimpangan sosial yang ada di daerahku. Well, terkadang aku juga melakukan hal yang termasuk dalam penyimpangan sosial. Tapi itu hanya hal kecil. Bergandengan tangan, well, I kissed my boyfriend’s cheek.

Tak hanya aku yang memegang kamera. Fira juga memposisikan kameranya, mencari objek lain yang tepat untuk direkam dan diambil gambar dalam kameranya. Marta menemaniku, sedangkan Renaa menemani Fira. Well, kami memang bersama karena takut hal yang tak diinginkan terjadi. Tapi kami sedikit memiliki jarak untuk mendapat gambar yang baik.

Tanpa Neva, aku menjadi gadis yang lebih pendiam dari biasanya. Begitu pula dengan sekarang. Aku lebih memilih untuk tak ikut dalam percakapan antara tiga gadis yang sering dijuluki tiga serangkai karena saking seringnya mereka terlihat bersamanya. They are talking about boys, how to moving. When I’m takling to myself not to love another boy, beside—Damn.

Aku mendengar suara yang sangat khas di telingaku. Mataku bergerilya, mencari dimana sumber suara yang merusak konsentrasiku untuk mengerjakan tugas terganggu. Suara lelaki yang aku kenali. Hem, aku mengenalinya sangat. Get it! Kameraku menangkap sosok lelaki mengenakan kemeja berwarna pink kotak-kotak dengan kaos putih polos di dalamnya. Lelaki itu mengenakan kacamata. Badannya tak terlalu tinggi dan tak terlalu kurus—berisi.

Bersama dengan gadis yang mengenakan short skirt. Penampilannya sama sekali tak mencerminkan gadis yang masih menduduki bangku SMA. Aku mengenali keduanya. Sangat.

Satu tangan sang lelaki memegang tangan gadis di sampingnya.  Tangannya yang terbebas bergerak untuk menyentuh pipi gadis di depannya. Kemudian mengucapkan kalimat yang tak bisa aku tangkap gerakan bibirnya. Membuat gadis di sampingnya bertingkah sekan tersipu malu.

This thing officially hurt me. So bad. 

“Kau kenapa Lea?” pertanyaan Marta membuatku sadar. Kuturunkan kamera dari depan mataku yang kugunakan untuk mengamati dua sejoli tadi.

“Nothing.” Jawabku dengan menggeleng.

***********

            “Kita tak pernah tau apa yang akan terjadi selanjutnya jika kita tak melangkah ke depan, sayang.” Nasehat Kak Candra dengan penuh tatap kepadaku.

            Kali ini, aku yang mengangguk. Menyesali apa yang telah terjadi menimpa hubungan kami yang begitu saja aku menyerah karenanya. Hal yang sama sekali tak pasti dan kelas. Seharusnya kita tak berdiam diri di garis yang tak akan pernah membawa kita ke perubahan. Membuat kehidupan yang seharusnya kita jalani menjadi terbengkalai. Kita harus tetap bergerak bagaimana pun keadaannya.

            “Can you please tell me what’s really goin’ on with you and her?” aku memberanikan diri untuk bertanya. Atau aku akan selamanya penasaran dengan hal yang belum tentu kejelasannya.

            Kak Candra meletakkan kaleng minuman di samping kakinya. Tangannya yang telah bebas ia gunakan untuk menggenggam tanganku yang tak memegang kaleng minuman bersoda kesukaanku. Aku tak tau mengapa, Kak Candra mengambil kaleng yang tergenggam olehku. Senyuamn tak berdosa nampak di wajahnya.

“Dimana Lea yang suka minum jus ketimbang minuman bersoda?”

            Dia mengetahuinya. Akhir-akhir ini aku melakukan kebiasaan buruk Kak Candra yang sebenarnya aku larang. Minum minuman bersoda. Aku melarangnya karena Kak Candra terlalu banyak mengonsumsinya. Dan sialnya, aku kemakan omonganku sendiri. Tapi Kak Candra benar, dengan minuman bersoda yang seratus persen tanpa alkohol akan membuatku sedikit lebih tenang.

“Mencoba hal baru, eh?” jawabku rancu. Aku hendak mengambil kembali minumanku, tapi Kak Candra menahan gerakan tanganku. Ia membawa tanganku yang bebas ke dalam genggaman tangannya, menjadi satu dengan tanganku satunya.

Look, nothing happen between me and her. I told you she just my past, and you’re with me now. I want you today tomorrow and for my future. Nobody else. Apa itu sudah cukup menjelaskan semua pertanyaan yang ada di kepala kamu?”

            Kali ini aku menggeleng. “Lalu mengapa banyak gosip yang beredar tentang kebersamaan kalian lagi? I mean that’s not just gossip, I see the pict. I saw with myown eyes. You’re with her, again. Like a couple.” Aku merinis di akhir kalimat. Terputar kembali kejadian aku melihat Kak Candra dan Kak Nina di taman terlarang itu.

Aku tak habis pikir. Aku melihatnya berduaan dengan Nina dengan tangan mereka bertautan, dan Candra mengatakan bahwa tak ada apa-apa di antara mereka? What a shit!

“Percayalah Lea, tak ada apa-apa antara aku dan Nina. Just friend. Get it?”

“Just friend? Kamu kira aku bakal gitu aja percaya?!!!” aku tak terima. Kenyataan telah aku lihat dan Kak Candra berusaha untuk mengelek kenyataan yang menyakitiku.

Apa maksud dari semua yang ia lakukan?

Mencoba untuk mengetes seberapa besar rasa cintaku kepadanya? Dengan cara bermesraan dengan gadis yang merupakan mantan kekasihnya yang sama sekali tak aku sukai? What a good boyfriend?

My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang