Di masa kecil dulu, Yuki sering mendengar sebuah dongeng pengantar tidur dari ibunya. Dongeng itu bercerita tentang seorang putri yang terpisah dengan keluarganya sejak ia dilahirkan. Ia dirawat oleh seorang nenek tua di pedesaan hingga usianya remaja dan si nenek tua meninggal dunia. Sejak saat itu, sang putri hanya tinggal sendirian. Ia bekerja di sebuah toko jahit untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Lalu suatu ketika, tuan putri disuruh oleh pemilik toko jahit untuk mengantarkan jahitannya ke istana. Dan di sanalah mereka bertemu. Raja dan ratu dari istana itu ternyata adalah orang tua dari sang putri. Sejak saat itu, sang putri pun hidup bahagia bersama keluarganya.
Cerita Yuki berbanding terbalik dengan dongeng sang putri.
Jika sang putri pada awalnya terpisah dengan keluarganya lalu kembali bertemu dan hidup bahagia, Yuki justru sebaliknya. Keluarga yang dulu selalu ada untuknya, hangat dan membuat hidupnya terasa sempurna, perlahan mulai direnggut darinya satu persatu.
Ibunya tewas dalam perang yang melibatkan negaranya dan China lima tahun yang lalu.
Ayahnya jarang memiliki waktu bersama keluarga karena kesibukannya dalam kesatuan militer Jepang.Dan sekarang, ia harus kembali merasakan kehilangan karena terpisah dengan kakak berharganya.
Yuki tidak mengerti. Sungguh. Kenapa hidupnya menjadi seperti ini? Jika sang putri pada akhirnya bisa hidup bahagia karena selalu bersikap baik, lalu kenapa Yuki tidak? Apa ia pernah melakukan sesuatu yang jahat? Apa ia pernah menyakiti orang lain? Jika ya, Yuki mohon maaf. Dia memohon ampun pada siapapun yang telah ia sakiti. Tapi ia juga mohon. Ia benar-benar ingin hidupnya yang dulu kembali. Kalau dengan ibu mustahil, setidaknya ia ingin bertemu dengan kakaknya. Bersama dengan kakaknya.
Tidak di tempat asing dengan pria kejam yang mungkin bisa membunuhnya kapan saja.
Yuki merinding. Ia kembali mengingat kejadian kemarin di mana pria kejam itu datang dan memainkan pisau di pipinya. Tatapan tajam si pria itu menyiratkan sesuatu yang membuat Yuki takut untuk menghirup udara walau hanya sedikit. Begitu kelam, dingin dan gelap.
Suara derikan pintu terdengar. Setelah apa yang terjadi belakangan ini, lama kelamaan Yuki mulai mempersonifikasikan derikan pintu sebagai panggilan dewa kematian. Ia merasa pintu yang terbuka itu menjadi pertanda yang buruk untuknya. Siapapun yang muncul atau apapun yang terjadi setelah pintu itu terbuka, pastilah akan membawa sesuatu yang tidak menyenangkan untuknya.
Dan begitu pula hari ini.
“Kau sudah bangun? Baguslah, aku tidak perlu repot-repot membangunkanmu.”
Itu si tentara jahat. Di antara semua tentara, Yuki paling hafal wajah tentara yang satu ini. Kalau tidak salah namanya Gio.
Ia berjalan tegap menghampiri Yuki. Langkahnya lebar, khas seorang tentara terlatih. Ia lalu berjongkok, meraih tali yang mengikat sebelah kaki Yuki dan mengencangkannya. Kemudian meraih ujung tali lainnya yang terikat pada tiang besi. Ia melepaskannya lalu mengikatkannya pada pinggangnya.
“Berdiri!” perintahnya tegas.
Yuki bergeming. Tubuhnya masih terasa kaku karena tidak beristirahat semalaman. Tangan dan kaki yang diikat, juga fakta bahwa ia tengah berada dalam tempat asing yang menakutkan menjadi alasan utamanya tak bisa memejamkan mata barang sedetik pun.
“Berdiri atau aku harus menyeretmu!”
Pernah mendengar ancaman yang serupa, Yuki tidak ingin mencari masalah lagi. Ia berdiri dengan sedikit susah payah karena tangannya yang terborgol namun berhasil di detik ke delapan.
“Ikuti aku dan jangan pernah mencoba untuk melarikan diri lagi. Kau akan tahu akibatnya.”
***
![](https://img.wattpad.com/cover/63416128-288-k212550.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pain And The Darkness
Ficción histórica[ CERITA LENGKAP ] Rencana yang tadinya sudah ia susun rapi dan terencana, mulai buyar dan berantakan. Tak ada lagi kepingan yang berjalan sesuai dengan apa yang William rencanakan. Semuanya menjadi kacau dan tak terduga. Hanya karena gadis itu. Han...