"Bunuh aku...."
Gio tercekat. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "A...apa?"
"Bunuh aku."
"Kau...."
"Bunuh aku," kata Yuki tetap lirih. "Mati akan terasa lebih baik untukku."
Gio kehilangan kata-kata. Ia mengakui bahwa penderitaan yang gadis itu alami gara-gara ulah tuannya memang bukan hal yang mudah. Disiksa setiap hari, dipukuli, ditendang-siapa yang akan tahan dengan semua itu?
Akan tetapi, meski demikian, Gio tetap tidak pernah menyangka bahwa kata-kata seperti 'bunuh aku' akan meluncur keluar dari bibir perempuan yang menjadi korban dari ambisi balas dendam tuannya.
"Hentikan omong kosongmu. Sekarang cepat makan!" kata Gio setelah berhasil mengembalikan kendali atas dirinya yang sempat terkejut.
Yuki menatap kosong makanan di hadapannya. "Kau...tidak mau membunuhku?" katanya dengan suara yang benar-benar terdengar putus asa. "Baiklah kalau begitu. Biar aku saja yang melakukannya."
Mata Gio yang tadinya menyipit sontak melebar kala melihat gerak tangan kurus milik Yuki yang meraih sebuah garpu perak dan mengarahkannya ke atas urat nadi tangannya.
Tidak mungkin!
Dengan gerakan secepat kilat, Gio merebut garpu itu dan menjauhkannya dari jangkauan Yuki. Matanya lalu memelototi gadis itu galak.
"Kau gila? Kau berniat membunuh dirimu sendiri?!"
Yuki membalas tatapan galak Gio dengan tatapan kosongnya.
Ia memiringkan sedikit kepalanya. "Kau tidak mau membunuhku, jadi biar aku yang membunuh diriku sendiri," katanya dengan sorot mata yang begitu hampa. "Hanya dengan matilah aku bisa mengakhiri semua penderitaan ini."Gio memandangi Yuki dengan tatapan prihatin. Sebelumnya, ia pernah diberitahu kalau hal seperti ini akan terjadi. Terus-terusan disiksa begitu kejam oleh Sir William pasti akan membuat gadis itu menderita hingga merasa hidupnya tidak lagi berharga.
Tak ingin mengambil risiko, Gio menyambar borgol dan memasangkannya kembali pada tangan Yuki. Melakukan tindakan pencegahan sebelum gadis itu kembali nekat melukai dirinya sendiri. Selanjutnya, tanpa berkata apa-apa, Gio keluar dari kamar itu. Meninggalkan Yuki yang hanya duduk membisu sambil menatap makanannya kosong.
Nyaris seperti raga tanpa jiwa.
***
William memijat pangkal hidungnya pelan. Menteri Pertahanan dan Keamanan Amerika baru saja meneleponnya untuk memberitahu kalau Perdana Menteri Inggris sedang dalam perjalanan ke markasnya dan diperkirakan akan tiba esok pagi.
Kedatangan perdana menteri itu bertujuan untuk mendiskusikan kerja sama pasukan kemiliteran mereka dalam usaha melawan Blok Poros. Selain itu, Menteri Pertahanan dan Keamanan juga meminta konsultasi lanjutan pada William terkait dengan negara-negara mana saja yang berpeluang untuk mereka beri bala bantuan.
Dalam keadaan perang dunia yang besar seperti ini, mengambil peran sebagai penyelamat negara-negara yang membutuhkan bantuan memang menjadi pilihan yang paling bagus. Mereka bisa meraih simpati dan dukungan dari berbagai negara sebanyak mungkin. Simpati dan dukungan ini akan sangat berguna untuk membantu meningkatkan kuasa mereka pada negara-negara yang telah mereka bantu. Setidaknya, di masa mendatang nanti, negara-negara itu akan memiliki ketundukan dan kepatuhan kepada Amerika yang telah banyak membantu mereka saat berada dalam masa-masa yang sulit.
Dan di sinilah peran William banyak terlibat.
Ia bukanlah seorang anggota parlemen pemerintahan. Ia juga bukan bagian dari kementerian negara. Hanya saja, kemampuan intelektualnya yang luar biasa itu, membuat ia sangat dipercaya oleh Kementerian Pertahanan dan Keamanan untuk membantu dalam menganalisis dan memetakan strategi perang, juga menentukan negara mana yang berpeluang untuk mereka bantu. Apalagi sejak ia menyarankan pemerintah untuk memfokuskan diri pada pengembangan ekonomi perang, kekuatan internal Amerika semakin kuat dalam menghadapi perang dunia.
![](https://img.wattpad.com/cover/63416128-288-k212550.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pain And The Darkness
Fiksi Sejarah[ CERITA LENGKAP ] Rencana yang tadinya sudah ia susun rapi dan terencana, mulai buyar dan berantakan. Tak ada lagi kepingan yang berjalan sesuai dengan apa yang William rencanakan. Semuanya menjadi kacau dan tak terduga. Hanya karena gadis itu. Han...