Chapter 17

989 132 5
                                    

“Stefan.”

Dan Yuki memilih untuk berdamai dengan keinginan hatinya.

“Aku menyukaimu.”

Sebut dirinya gila.

Yuki sendiri tidak mengerti kenapa mulutnya bisa mengeluarkan pernyataan semacam itu.  Yang ia tahu, ketika ia berpikir untuk mengikuti keinginan hatinya, perkataan itu keluar begitu saja. Seolah-olah hatinya-lah yang berbicara tanpa dikomando oleh akal sehatnya.

Dan ajaibnya, Yuki langsung merasa lega. Beban yang belakangan ini terus-menerus mengganggu hati dan pikirannya, seakan-akan lenyap begitu saja. Mengetahui apa yang diinginkan oleh hatinya terasa jauh lebih baik daripada tersesat dalam kegelisahan rasa yang membingungkan.

Walaupun saat ini, ia kembali merasa cemas ketika mendapati William yang hanya berdiri diam, mematung beberapa langkah di hadapannya.

Pria itu pasti syok.

Yuki mengerti. Ia sendiri bahkan masih belum percaya dengan apa yang baru saja dikatakannya.

Namun, semua ini memang nyata. Perasaannya pada William tak bisa ia pendam dan sangkal-sangkal lagi.

Ia memang menyukai lelaki itu.

“Stefan, aku....”

Mata Yuki sontak terbelalak lebar ketika merasakan sapuan lembab yang mendarat tipis di atas bibir merahnya. Ia terkejut bukan main. Semuanya terlalu tiba-tiba hingga ia tak mampu mencerna dengan baik apa yang sedang terjadi.

Darahnya berdesir begitu deras.
Dan saat ia mencoba untuk memahami semuanya, sentuhan lembut itu lenyap begitu saja. Meninggalkan kekosongan tersendiri yang membuat Yuki sempat merasa takut. Ia sudah bermaksud untuk menatap lelaki di hadapannya itu sebelum bisikan pelan mengalun tipis di samping telinganya.

“Maaf. Maafkan aku.”

***

Ketika malam menjelang, Yuki sama sekali tidak bisa jatuh terlelap. Kepalanya terlalu sibuk memikirkan apa yang terjadi hari ini di mana ia mengungkapkan perasaannya pada William. Hatinya jadi tak karuan untuk banyak alasan. Terutama tentang bagaimana sikap William terhadapnya setelah kejadian itu.

Lelaki itu mendiamkannya. Tidak berkata apapun setelah mengucapkan permintaan maaf yang sukses membuat Yuki bertanya-tanya. Andai kata maksud dari permintaan maaf itu adalah penolakan atas perasaan Yuki, lalu kenapa sebelumnya lelaki itu harus menciumnya? Itu semua membuat Yuki jadi gusar sendiri.

Yuki bingung. Ia duduk di atas rerumputan seraya memeluk kakinya sendiri dan menatap hamparan langit malam. Cuaca tidak begitu cerah dan jumlah bintang pun masih bisa dihitung dengan jari. Yuki lantas menarik napas berat. Berpikir kalau alam pun mendukung kerisauan hatinya.

“Apa aku sudah melakukan kesalahan?”

Yuki bimbang. Ia tidak bisa memutuskan mana kesalahannya yang paling fatal. Kesalahannya karena telah mengungkapkan perasaannya, atau kesalahannya karena telah jatuh cinta pada seorang William.

Jika boleh memilih, Yuki juga tidak pernah berharap akan jatuh cinta pada sosok William. Pemikiran seperti itu bahkan tidak pernah sedikit pun terlintas dalam benaknya. William adalah mimpi buruk. Dan Yuki tidak mungkin menaruh perasaan untuknya.

Tapi takdir, tak pernah ada yang bisa menduga.

Tanpa ia ketahui kenapa, tanpa ia tahu bagaimana caranya, semuanya terjadi begitu saja. Takdir mengjungkir-balikkan hatinya dan melabuhkannya pada William. Membuatnya memiliki seluruh rasa itu hingga mendorong hatinya untuk mengungkapkan semuanya.

Pain And The DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang