Sembilan;

9.4K 1.2K 69
                                    

Ji Min menghela napasnya, beginilah jadinya kalau pemuda tidak beretika di hadapannya sudah mengetahui alamatnya. Ini baru pukul delapan pagi, dan ia, Jeon Jung Kook, sudah membunyikan bel rumahnya beberapa kali. Ribut.

"Mau apa?"

Jung Kook menatapnya aneh, "harusnya kau tahu untuk apa aku kemari."

Ji Min mengangkat bahunya. "Maaf Alpha, aku tidak tahu dan tidak peduli."

Sebelum Ji Min melarikan diri, pemuda itu sekarang berada dalam dekapan hangat Alpha Jeon. Well, wewangian Jung Kook benar-benar memabukkan.

"Lepaskan aku, Jung Kook."

Jung Kook menundukkan kepalanya, mendekati telinga yang lebih pendek. "Cepat ganti baju, dan aku akan mengantarmu."

Suara yang begitu rendah itu bagaikan perintah untuk Ji Min, tanpa membalas ataupun protes, ia segera ke dalam kamarnya dan berganti baju. Oh, betapa pengaruh Jeon Jung Kook membuatnya tidak berdaya.

Lagi-lagi, pemuda itu tersenyum penuh kemenangan. Tanpa memikirkan apapun, ia masuk ke dalam rumah kecil berdinding putih tulang itu. Isinya sungguh sedikit, tetapi begitu menyejukkan. Di dinding sebelah televisi, banyak sekali pigura foto-foto Ji Min.

"Kau menggemaskan."

Ji Min mendelik, berusaha tidak membiarkan Jung Kook memengaruhi pikirannya lagi. Setelah memastikan semuanya terkunci, dua sejoli itu masuk ke dalam mobil dan berangkat.

"Kau sudah sarapan?"

Ji Min hanya diam. Tidak mau mendengarkan apa yang laki-laki di sebelahnya katakan, terserah.

"Aku berbicara padamu."

Tetap tidak ada balasan, Jung Kook menggeram. "Kalau itu maumu, silakan bermain."

Sampai di depan kafe milik Ji Min, lelaki bersurai emas itu turun tanpa mengucapkan apa-apa.

Dan, Jung Kook geram. "Aku tidak pernah diperlakukan seperti ini oleh Omega manapun." Tanpa memikirkan apapun, Alpha itu mencium sembarangan bibir tebal itu. Membuatnya berontak. Tetapi jangan ragukan kekuatan Alpha Jeon, dengan gampangnya ia mendorong Ji Min untuk bersandar pada mobilnya, dan kembali menikmati bibir tebal itu.

Setelah merasakan tidak ada perlawanan apapun dari Ji Min, Jung Kook melepaskan ciumannya. Ji Min masih tidak bisa berpikir dengan jernih, kejadian tadi begitu cepat dan ia sampai sekarang masih berdiri dengan bodoh.

"Sampai jumpa nanti malam, setelah dinas aku akan menjemputmu, sayang."

Ciuman itu benar-benar membuat Ji Min tidak bisa berhenti tersenyum seperti orang bodoh. Ho Seok dan pegawai lainnya sempat menggodanya beberapa kali, tetapi lelaki itu hanya tersenyum.

Teruslah tersenyum sampai kau pegal, batinnya mengomel. Sekarang sudah pukul sepuluh malam, sebentar lagi kafe akan tutup. Dengan cekatan, Ji Min mulai membersihkan ruangannya sendiri dan duduk bersama Ho Seok di luar.

"Kau terlihat begitu bahagia."

Ji Min tertawa, "apakah iya?"

Ho Seok mengangguk, ikut bahagia dengan perubahan laki-laki itu. Beberapa menit mereka habiskan hanya dengan mengobrol dan menunggui pelayan membersihkan segala penjuru kafe.

"Oh, hi Tae Hyung!" Ho Seok melambaikan tangannya kepada sosok di balik pintu, yang tentu saja membuat Ji Min tersentak.

Seketika tubuhnya menegang dan ia benar-benar terkejut. Tanpa dirinya sadari, langkahnya terus mundur, menuju sudut ruangan, menjauh dari sosok itu.

"Ji Min?"

Ho Seok buta akan segala masalah mereka, kebingungan jelas terpancar di wajahnya tetapi ia tidak mengatakan apapun. Perlahan, ia menyingkir dari bingkai kejadian kedua sejoli itu, mengawasi dari jauh.

"Jangan mendekat!"

Tae Hyung menghentikan langkahnya, hanya beberapa langkah lagi, maka ia bisa mendekap Ji Min kembali. Tetapi nada yang begitu ketakutan membuat Tae Hyung berhenti.

Isakan kecil terdengar, membuat hati Tae Hyung seperti tertancap puluhan pedang. Ia benci, ia benci mendengar seseorang yang ia cintai menangis. Terlebih karenanya.

"Brengsek!" Tanpa tahu apa yang terjadi selanjutnya, Tae Hyung sudah berada di lantai dengan pinggir bibir yang mengeluarkan darah dan mulai membiru.

"Jung Kook!"

Dengan mata berkilat merah, ia mendekati Ji Min, menggunakan tangan yang baru saja menghantam rahang Tae Hyung untuk memeluk Omega kecilnya.

"Kau tidak apa-apa?" Ji Min bergetar, tangisnya pecah, tetapi ia menggeleng. Itu cukup membuat Jung Kook mendesah lega.

Perlahan, lelaki itu melepaskan pelukannya dan berlutut, sejajar dengan Tae Hyung yang kini terduduk dengan raut penuh penyesalan.

"Aku ingin meminta maaf,"

"Tapi kau membuatnya ketakutan."

Alpha Kim tahu, dan ia sudah tidak memiliki cara lain untuk bertemu Ji Min. "Aku hanya ingin ia memaafkanku."

Ji Min terdiam. Begitu pula Jung Kook. "Aku ... Aku sayang padamu, Ji." Dan satu pukulan kembali melayang, menghantam pipi kiri Tae Hyung.

"Jung Kook, cukup!" Lengkingan suara Ji Min memenuhi ruangan, tetapi tidak membuat Jung Kook tersadar.

Kerah baju pemuda Kim itu sudah begitu kusut karena remasan tangan Jung Kook, ia bahkan bisa mendengar napas Jung Kook yang begitu cepat dan panas karena emosi yang meluap. "Jangan pernah mencoba mendekati apa yang sudah menjadi milikku."

Dengan begitu, ia menghempaskan Tae Hyung, membuatnya terbatuk di lantai dengan posisi hampir bersimpuh. "Kim, sekali lagi kau berani mendekatinya, kau akan mati."

THE ALPHAS ㅡ jungkook&jiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang