Past 2: Perjuangan Seseorang

198 12 3
                                    

Imagine all the people,livin' for today.

Pagi hari,matahari yang cerah menyilaukan mataku. Siapa yang membuka tirai jendela?

Hmmm.. Pasti ibuku dan ia pasti akan mengucapkan kata legend nya "Get up,John! It's time for you to go to school!"

"Get up,John! It's time for you to go to school!" Teriak ibu.

Dan pasti sudah kuduga,ia akan berkata seperti itu. Kata kata itu terngiang setiap pagi menjelang matahari terbit.

"Apakah tidak kata kata lain selain itu,mom?"

"Sekarang!"

"Baik bu." Jawabku pasrah.

Terpaksa aku beranjak dari tempat tidur untuk mandi,sarapan,dan siap siap. Sungguh hari yang membosankan.

"John,makan dulu sarapannya!" Pinta ayah.

"Tidak. Aku sudah bosan dengan hidangan ini. Apakah tidak ada yang lain seperti daging selain salad ini?"

"Tidak! Kau harus makan ini. Ini jam sarapan,bukan jam makan siang. Bedakan porsi yang cocok untuk kedua jam tersebut." Bentak ayah.

"Tapi salad juga untuk makan siang,kan?" Kataku cemberut.

"Kalau kau tidak makan,ayah akan menghukummu seminggu." Ancam ayah.

Dan terpaksa lagi,aku harus kalah debat dengan ayah dan melahap sayuran mentah itu. Ewww.. Rasanya hambar. Kemudian,ayah mengantarku sampai ke sekolah dengan tatapan seram seakan ia ingin membunuhku. Sinis dan serius. Apa ia marah karena aku membentaknya?

***
Sesampainya di sekolah,aku melihat Stewart dan aku segera turun dari mobil. Ayah langsung pergi tanpa berkata apapun. Stewart pun menyapaku dari kejauhan sambil mendekatiku.

"Hai,John! Apa kabarmu?" Sapanya.

Ya,Stewart adalah sahabatku sejak aku di sekolah ini. Kami berteman baik dan saling membuat ulah di sekolah ini yang berujung pada omelan dari guru guru. Bukankah guru itu harus sabar dalam mengajar? Jadi,istilah "guru mengajar dengan sabar" adalah ungkapan yang mustahil untuk dipraktekan di sekolah ini.

"Hai,Stewart. Kabarku tidak baik." Jawabku lesu.

"Kenapa?" Tanya Stewart.

"Kau pikirkan saja sendiri. Ini tidak usah dibahas. Dan pasti kau juga tahu jawabannya." Jawabku pasrah.

"Oh... Aku mengerti. Setidaknya,ayahmu juga berusaha melakukan yang terbaik untukmu."

"Kurasa tidak. Ia selalu membandingku dengan adikku yang belum mencapai umur 1 tahun dan belum tahu apa apa tentang hidup di dunia ini."

"Sungguh memilukan menjadi kakak."

"Seandainya aku punya kakak."

"Semoga kau mendapatkannya."

"Tidak mungkin."

Kami pun masuk ke kelas. Hmmm.. sepertinya ada yang salah dari kelas di seberangku. Itu adalah kelas 2A. Dari kesekian kelas kelas 2 lainnya,kelas 2A memanglah yang paling kacau. Karena aku tak tahan dengan suara kegaduhan mereka,aku oun sebagai kakak kelas mencoba untuk menenangkan hati dan pikiran mereka.

"Stttt.. Kalian jangan berisik. Selalu kelas kalian yang berisik. Tidak malu apa dilihat kelas lain?" Tegurku.

"Apa? Diamlah John!" Ucap salah satu perempuan.

Hmmm.. Aku melihat kejanggalan. Ada seorang murid baru sepertinya di sana. Tapi,kenapa ia di bully? Baru masuk saja kesannya sudah buruk,apalagi selanjutnya.

"Jangan panggil dia John. Dia ini kakak kelasmu." Kata Stewart.

"Selama ia menjadi kakak kelas yang selalu membuat onar?" Kata Stevi.

"Kau sendiri juga,Stevi." Kata David,laki laki sekelasnya.

"Memang ada masalah apa?" Tanyaku heran.

Stevi pun menjawab,"Dia mengambil pensilku."

"Hanya itu?" Tanya Kevin.

"Hanya? Itu penting sekali. Kau kira aku menulis dengan air liurku? Terkesan aneh,kan? Pensil itu penting."

Stewart pun membangunkan murid baru tersebut berdiri sejak Stevi menjadi parah cerewetnya.

"Kau tidak apa apa?" Tanya Stewart kepada anak itu.

"Ya. Terima kasih banyak,kak." Kata anak itu.

"Sama sama. Oh,iya. Apa yang tadi kau bilang,Stevi?" Tanya Stewart.

"Terserah." Marahnya.

Kemudian,guru pun datang disaat yang tidak tepat. Miss Alice selaku guru matematikaku yang terkenal buas itu. Itu sebabnya aku tidak suka matematika sejak dulu. Karena faktor pilihan gurunya yang tidak sesuai dengan selera muridnya.

"Hei,hei,hei! Diam semua. Ada apa ini?"

"John memukulku." Kata Stevi sambil menangis.

"Tidak. Sungguh,Miss. Aku tidak seperti itu. Aku sudah tobat."

Selama ini,aku tidak senakal itu. Bahkan itu bukan porsi yang cocok untuk disetarakan dengan kenakalanku. Aku sudah besar. Sebenarnya,itu hanya mengada-ada saja. Mereka mengadu supaya aku dimarahi ayahku.

"Oh,ya? Buktikan kalau kau bukan anak nakal lagi." Tantang Miss Alice.

***
Dan akhirnya tragis. Aku diskors dari sekolah selama 2 minggu karena Miss Alice melaporkan tindakanku ke kepala sekolah. Aku sudah banyak menerima surat peringatan selama ini. Ini adalah saat terakhirku mendapat surat ini.

Bagaimana ini? Bagaimana aku bisa pulang sekarang dengan membawa surat peringatan dari kepala sekolah?

Pada saat itu,aku duduk di halaman sekolah. Sendirian.

Kemudian,datanglah murid baru tadi menghadiriku untuk sesuatu yang penting.

"Kak John,maafkan aku. Aku telah membuatmu diskors dari sekolah ini. Semoga kau bisa memaafkanku. Tapi,terima kasih banyak kau telah melindungiku." Tangisnya menyesal.

"Hei. Jangan menangis. Air mata tidak cocok untuk laki laki berani sepertimu. Tidak apa apa. Lagipula,aku juga bisa bebas di rumah."

"Ewww?" Herannya.

"Iya. Aku juga bosan disini." Jawabku jujur.

"Sebenarnya,aku hanya tes masuk untuk disini. Nyatanya lingkungan pergaulannya tidak cocok denganku. Aku ingin ketenangan."

"Eummmm. Oh iya,siapa namamu?"

"Namaku Paul. Paul McCartney. Dan kau?"

"Bukankah kau tahu namaku?"

"Itu nama panggilannya. Nama lengkapmu siapa?"

"John Winston Lennon. Aku dari keluarga Lennon."

"Wah namamu saja keren,apalagi keluargamu." Pujinya

"Biasa saja."

"Kau belum pulang?"

"Aku takut dimarahi karena sudah membawa banyak sekali surat peringatan."

"Bagaimana kalau kuantar saja?" Tawarnya.

"Baiklah."

"Rumahmu dimana?"

"Rumahku berada dekat sini. Di Liverpool."

"Kau gila? Itu jauh sekali." Kagetnya.

"Aku berangkat pagi pagi sekali. Kurasa itu tidak jauh."

"Baiklah. Akan kuantar kau."

Tidak membutuhkan waktu lama. Setelah Paul menghubungi ayahnya,mobil itu langsung berada di hadapanku. Cepat sekali?

"Paul,ayahmu cepat sekali sampainya?"

"Sebenarnya ayahku sudah sedaritadi di jalan. Jadi lebih cepat."

"Ohh.."

"Ayo kita naik." Ajak Paul.

"Baiklah." Aku naik ke mobil disusul Paul.

To be continued.

Yesterday and Today [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang