Part 5

11.4K 504 1
                                    

Aku mengelus rambut Gary yang sedang menikmati es krimnya, "Tante alis mau?" Tanyanya. Aku menggelengkan kepala pelan sembari tertawa kecil saat mendengarnya berkata 'alis' bukan 'alice'. Jujur aku sangat menyukai anak kecil, jika berhadapan dengan anak kecil aku lebih cenderung lembut dan sangat care.

"Alice.. Bukan alis Gary.." Ini sudah ke tiga kalinya kak Dave memperbaiki pengucapan namaku yang salah di sebut Gary.

"Ishh, susah om.." Gerutunya.

Aku menghapus sisa es krim yang menempel di pinggir bibir kecilnya, "Kalau begitu kamu panggil tante Della aja. Biasanya tante di panggil Della juga.." Kataku.

"Tante Della... Om juga panggilnya tante Della ajah. Kan gak jadi cucah.." Kata Gary.

"Iya iya tante Della. Udah puas? Sana makan aja es krim kamu.." Gary memasang wajah cemberut, lalu ia menikmati kembali es krimnya.

Gary adalah keponakan satu-satunya kak Dave, mama Gary yang merupakan kakak dari kak Dave sedang pergi ke Singapura bersama suaminya untuk urusan bisnis. Tapi kata kak Dave itu hanyalah kedok saja, mereka sebenarnya mau berbulan madu lagi. Dan sengaja menitipkan anak mereka di rumah mamanya, tetapi karena hari ini mama kak Dave sedang ada arisan. Jadilah kak Dave yang harus mengawasinya. Kak Dave kerepotan untuk menjaga Gary yang sangat aktif, seperti tadi ia sudah berlari meninggalkan om-nya serta pengasuhnya.

"Jadi kamu apa kabar?" Tanya kak Dave.

"Aku baik kak. Aku enggak nyangka kakak masih ingat namaku.." Jawabku.

Kak David atau yang biasa dipanggil Dave ini adalah seniorku sewaktu SMA, dia juga pernah menjabat sebagai ketua osis. Saat ia menjabat sebagai ketua osis, aku pernah menjadi salah satu perwakilan kelas untuk mengurus acara pensi bersama para anggota osis. Seingatku juga kami berdua tidak pernah berbicara secara langsung, jadi aku cukup kaget saat kak Dave memanggilku tadi.

"Tentu saja ingat, kamu pernah berdiri di atas panggung waktu selesai upacara dengan membawa piala atas keberhasilan kamu di olimpiade fisika dan biologi. Nama kamu juga tercantum di majalah sekolah sebagai putri dari artis Claretta yang menjadi juara pertama dalam olimpiade."

"Haduh kak, jangan di sebut deh anak siapanya..."

"Hm, kenapa? Itu kebanggaan tersendiri loh, menjadi putri dari seorang artis terkenal.."

"Hmm, aku bangga jadi anak mereka tapi aku kurang suka jika ada orang yang terlalu mengumbar-umbar aku anak artis. Karena jika ada orang yang tau aku anak dari siapa, mereka suka membandingkanku dengan mama ataupun papa. Aku punya bakat dan mimpi yang belum tentu sama dengan mereka, kak.."

Jasmeen Saputra, menyandang nama itu sangat berat. Jika aku memilih cita-cita di luar dari lingkup kedua nama itu, pastinya akan menjadi sebuah tanda tanya besar bagi sebagian orang. Jika aku berada dalam lingkup itu, tentu saja sebagian orang akan membandingkan kami dan menanyakan sejauh mana kehebatanku dibandingkan orang tuaku.

Papa adalah sosok ayah yang tidak pernah menuntut salah satu dari kami untuk berada satu profesi yang sama dengannya. Papa membiarkan kami memilih seperti apa jalan yang kami inginkan. Tapi mama? Ia adalah sosok ibu yang menginginkan anaknya bisa menjadi sepertinya. Beruntungnya kak Kiki memang tertarik untuk berada dalam lingkup itu, jadi tidak ada sedikitpun paksaan untuk kak Kiki. Tapi bagiku? Itu sebuah paksaan!

Entah mengapa mama sangat gencar menyuruhku untuk terjun ke dunia selebriti selama beberapa tahun terakhir ini. Mama bilang ia ingin putri satu-satunya bisa sepertinya, tapi mimpiku bukan di tempat itu. Mungkin saat ini aku belum memutuskan mau seperti apa dan bagaimana jalan yang aku pilih, tapi aku sudah membentengi diriku untuk tidak menjadi seperti salah satu dari orang tuaku.

"Yah betul juga, semua anak pasti tidak suka jika dibandingkan dengan orang tuanya. Tapi bukannya kamu pernah syuting? Kalau enggak salah aku pernah lihat foto kamu di media sosial."

"Yah, itu pertama dan berharap yang terakhir. Tapi sepertinya.... Neraka itu akan berlanjut.." Kataku kesal.

Kak Dave tertawa kecil, "Hei jangan bilang itu neraka. Sebagian orang mencari nafkah di situ, bahkan mereka bisa sukses lalu memiliki kehidupan yang lebih baik karena pekerjaan itu. Bagi sebagian orang, dunia selebriti itu seperti surga..." Ucap kak Dave.

Aku tersenyum kecil mendengar penuturan kak Dave. Benar juga, sebagian orang di luar sana menggantungkan hidupnya pada pekerjaan itu. Banyak orang yang bekerja keras untuk bisa berada dalam pekerjaan itu dan bertahan agar tetap eksis dalam pekerjaan itu. Ketenaran dan kekayaan tentu saja bisa mengubah kehidupan seseorang dan bahkan cara pandang seseorang pada kita.

"Hmm, betul juga. Seharusnya aku tidak berkata seperti itu.." Sesalku.

"Jadi nikmati saja Alice..." Katanya tersenyum.

"Ihhh, tante Della om.." Celutuk Gary dari sebelahku, membuat kami tersadar bahwa kami tidak sedang berdua, malah bertiga... Ehhh berempat dengan pengasuh Gary yang duduk di sebelah Gary.

"Iya Della, bukan Alice..." Kata kak Dave.

"Dan juga bukan Alis..." Tambahku.

Aku senang berbicara dengan kak Dave, ia sangat dewasa. Jika membandingkan dengan Alex?

Uhhhh, mereka bagaikan langit dan bumi!

Jika kak Dave adalah bunga.

Axel adalah bangkainya..

(wkwkwk..)

Tapi kenapa juga aku tiba-tiba mengingat anak yang menyebalkan itu?!!

***

Happy Reading, Please Vote and Comment guys...

Thank you ^^

Hello Selebriti! (COMPLETED- TERBIT DI GOOGLE PLAY BOOKS )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang