Chapter sebelas.

11 5 6
                                    

Pelajaran bahasa inggris baru saja berakhir di kelas 10-3. Alza yang dipercaya menjadi sekretaris kelas, keluar kelas dengan membawa buku-buku tulis temannya yang akan ditaruh di meja Ms. Nenden di ruang guru.

   Sesampainya di ruang guru, Alza berdiri mematung di ambang pintu. Langkahnya sontak terhenti dan pandangannya tidak lepas dari sosok jangkung yang tengah duduk di sofa ruang guru.

   Entah orang itu sadar- atau memang pura-pura nggak sadar Alza ada di depannya, Alza terus berdiri diam. Dia tidak bergerak, tidak juga menjauh. Sosok ini benar-benar membuatnya tidak bisa berkutik. Ada rasa sedih. Ada juga sedikit rasa sayang yang masih tersisa.

   "Alza, kenapa berhenti? Sini" panggilan Ms. Nenden membuat Alza mengerjap.

  Sepertinya bukan hanya Alza yang kaget. Sosok di depannya itu juga. Araf seperti tersengat listrik begitu mendengar nama tadi. Dia menoleh ke kanan-kiri dan menemukan Alza berdiri mematung di depannya.

  Gadis itu terlihat sendu. Wajahnya sedikit pucat dan lemas. Tapi Alza tetap memaksakan seulas senyum kecil terbit di bibirnya. "Kak" sapanya hanya untuk formalitas junior-senior semata. Tidak ada tanggapan.

  Alza berjalan melewatinya dan tidak menoleh lagi. Araf menunggu-nunggu sampai Alza selesai dengan urusannya. Tapi ternyata Alza tidak datang-datang lagi. Sepertinya gadis itu sengaja menghindarinya dan keluar lewat pintu lain.

   Wajar saja.

  Mengingat bagaimana kasarnya dia kemarin. Mengingat bagaimana Kemarin dia membuat malu gadis itu di depan semua orang.

   Wajar saja kalau Alza marah padanya. Araf terima.

    .............

    "Kayaknya gue ketinggalan berita deh" sindir Bella ditengah-tengah hiruk pikuknya kantin yang ramai.

  Lagi-lagi tidak ada tanggapan. Bella mendengus. Kenapa teman-temannya berubah jadi patung gini, sih?

   Biasanya, jika mereka lagi diam-diaman begini, Amel-lah yang mencairkan suasana dengan lawakannya yang garing. Tapi sekarang Amel nggak masuk. Dan Bella terpaksa harus menghadapi ketiga temannya yang 'sakit' sendirian.

   "Guys! Astaga gue ngomong dicuekin. " Bella berdecak tidak percaya.

   God! Sekarang dia dilihat pun tidak.

  Lihat saja bagaimana penampilan teman-temannya sekarang.

  Alza kayaknya lagi banyak masalah. Dari awal masuk kantin, wajahnya udah murung. Mesan bakmie pun nggak niat banget makannya. Cuma diaduk-aduk doang. Kalo gak di makan, kenapa dibeli? Sayang-sayang duit aja.

   Rina mukanya gak kalah bete. Kerjaannya cuma ngelamun doang. Bella kira dia lagi dipelototin Rina, tapi pas diperhatiin lagi, pandangan mata gadis itu kosong. So, kesalahan bukan terletak di Bella.

  Aurel, beehh jangan ditanya. Mungkin dia juga lagi galau, dan demi menghindari kegalauannya yang lebih booring dari yang lain, Aurel lebih milih baca timeline. 

  Tapi tetap, mereka semua mencueki Bella! Parah!

    "Gue mau balik ke kelas. Kalo ada yang mau kalian omongin, cari gue di kelas. Gue balik. Bye"
  
   Alza yang sadar Bella ngambek, jadi menghela nafas diam-diam.

   Sorry Bel.

  .............

     Bahkan kemurungan Alza berlaku sampai di rumah!

  Mami tidak habis pikir saat melihat Alza yang baru buka pintu, langsung masuk ke kamar. Tidak salim dulu seperti biasa atau sekedar ngecek mami masak apa di dapur.

  Buntutnya dari semua itu, Aji- kakak laki-lakinya yang lagi kuliah di jogja dan sekarang sedang libur kuliah selama tiga bulan, kena perintah mami buat ngecek anak bungsunya itu.  

   Aji berdecak. "Paling juga lagi patah hati, mi. "

  Mami melotot. "Sok tau kamu! Udah sana samperin dulu"

  Alhasil, Aji dengan terus mendengus, mengetuk pintu kamar Alza yang bertuliskan

    "Kamar princess"

  Aji ingat Alza menulis itu sewaktu dia masih kelas satu Smp. Waktu itu Alza pulang sekolah dengan wajah ceria. Dan dengan bangga pula dia bilang sama Aji, "sekarang gue udah jadi princess-nya my prince."

  Mungkin adiknya itu baru ditembak cowok. Jadi norak-norak gimanaa gitu.

   Balik lagi ke awal, pintu kamar Alza tidak juga terbuka. Dengan tidak sabar, Aji membukanya.

Alza berjengit saat tiba-tiba tepukan keras mendarat di pundaknya.

   "Lo kenapa, sih?" Nada suara Aji kayak nano-nano. Ada kesal, bete, gak sabar, tapi juga sedikit khawatir. Sedikit.

   "Nggak pa-pa kok" Alza menggeleng dengan wajah menunduk, menghindari tatapan Aji yang makin lama kian menajam.

   "Nggak usah bohong deh! Gue tau lo lagi ada masalah. Cerita kenapa, sih."

  Alza memandang abangnya sebentar. Dan tanpa bisa dicegah, air matanya mengalir turun. Terus turun hingga berubah menjadi tangisan kencang.

  Aji melongo. Kenapa tiba-tiba adeknya nangis? Well, sebagai kakak yang baik, dia melakukan tugasnya. Menjadi pendengar yang baik.

  Tapi ternyata Alza nggak cerita apa-apa. Padahal Aji udah kepo setengah mati.

  Dengan mata sembab dan tangis yang masih sesenggukan, Alza mengusap pipinya.

  "Mhak.. khasih..  ya bang" ucapnya terbata-bata.

  Aji mengangguk. Lalu dia berdiri. Mengulurkan tangannya mengajak Alza berdiri juga.

   "Mending sekarang lo turun deh. Ada yang mau ketemu sama lo. " ucapnya dan langsung berbalik. Meninggalkan Alza yang terdiam sendirian.

  Ada yang mau ketemu sama gue? Siapa?

Dream in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang