Tidak semua cinta harus diketahui manusia lainnya, ada kalanya cukup kita, semesta, dan Tuhan yang menyimpannya.Untung Keya tidak telat, meski ia tiba di kampus tepat pada pukul setengah enam pagi, tidak kurang tidak lebih. Ia heran mengapa pagi-pagi buta begini panitia sudah bertengger di gerbang fakultasnya sambil membawa toa dan meneriakki mereka untuk berlari agar segera tiba di halaman utama kampus. Dipikir lari pagi sambil membawa tas berisi barang-barang Ospek itu enak? Kalau Keya boleh jujur, itu sama sekali tidak enak, tas yang dibawanya cukup berat dan membuat punggungnya sakit.
Ospek itu adalah bentuk penyiksaan mahasiswa baru dengan cara halus, meski tidak ada bully dan perpeloncoan tetap saja namanya tersiksa? Ya bagaimana tidak, kalau ia hanya bisa tidur tak sampai lima jam semalam demi tugas Ospeknya ini?
'Sabar Ke...risiko jadi maba mah gini, yang kecil ngalah sama yang gede' ia membatin sambil berjalan cepat menuju halaman utama kampusnya.
"Kirain telat tadi," bisik Maya saat ia sampai di deretan belakang kelompoknya. Postur tubuh Keya tidak begitu tinggi jadi harap maklum jika ia kebagian barisan di belakang, bersama Maya tentu saja, mereka sama-sama pendek.
"Mepet sih, tapi nggak sampai telat."
Maya mengangguk-angguk sambil menghalau sinar matahari yang mulai tampak dengan tangan telanjangnya.
"Puisi lo udah selesai belum Ke?"
"Hah puisi? Apaan?"
Maya menepuk dahi Keya, beberapa hari mengenal Keya membuat Maya paham, Keya ini termasuk anak pelupa dan ceroboh, ia juga semaunya sendiri. Maya bahkan masih ingat slogan favorit gadis ini 'Suka-suka Keya dong'.
"Hukuman kemarin pra Ospek."
Berpikir sejenak sambil mengerutkan dahinya, Keya menatap Maya skeptis.
"Oh iya hehe...eh tapi mungkin nggak sih mbak-mbak yang kemarin kasih itu hukuman lupa sama tugas buat kita?"
Maya mendengus, Keya ini ajaib apa bagaimana? Ya mana bisa lupa, orang saksinya hampir dua ribu maba dari satu fakultas mereka dan hampir seratus panitia.
"Cerdas dikit kek, yakali mbaknya lupa, saksinya banyak Kee..."
Keya tertawa, ia baru sadar dirinya begitu konyol di depan Maya tadi.
"Yang di belakang jangan ngobrol, segera baris!" seru seorang panitia komisi disiplin yang membuat Maya dan Keya terkejut. Lagi-lagi Mbak-Mbak bergincu merah yang kemarin memberi mereka hukuman.
'Yaelah dia lagi, bosennnn...' gerutu Keya di kepalanya, tapi ia tak menyuarakannya, Keya masih sayang pada dirinya sendiri.
***
Setengah hari ini Keya merasa lelah. Sekarang ini sedang jam Ishoma. Banyak kegiatan Ospek sedari pagi yang membuat energinya terkuras habis. Sebenarnya kegiatan Ospeknya lebih banyak diisi oleh seminar di dalam ruangan, tapi duduk berjam-jam di atas lantai dengan kaki tertekuk bukan hal yang mudah juga. Beberapa kali kaki Keya kesemutan.
Ia menyantap makan siangnya dengan minat yang minim. Nasi bungkus yang tadi diberikan oleh panitia terasa pahit di lidahnya, bukan karena rasanya yang benar pahit, tapi hidupnya yang hari ini pahit. Bayangkan ia sama sekali tak mendapatkan poin sampai siang ini karena tak satu pun melontarkan pertanyaan untuk narasumber di seminar tadi, Keya hanya malas bertanya, ia juga tak sempat memikirkan pertanyaan apa yang sekiranya bisa ia ajukan, karena otaknya kepalang dipenuhi nikmatnya tidur di atas kasur empuk kamarnya.
"Ke! Belum salat kita, makan yang cepet," kata Maya membuat Keya menoleh dengan malas.
"Nggak abis, ayo deh sholat."
"Yee mubazir tahu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
So I Married A Senior
RomanceTersedia di Seluruh Toko Buku! #SeriesCampus1 Biar kuberitahu kamu satu hal. Laki-laki itu, yang sedang berada di bilik kerjanya di Ormawa, yang sedang meladeni para mahasiswa baru yang meminta tandatangannya, yang sedang sibuk mengusap peluhnya ya...