Jealous

270K 22K 871
                                    

Tulis dong guys, kesan kalian baca cerita ini gimana? kasih gue masukan hehe

Oh ya mau bilang, sistem per kampus itu beda ya, jangan menyama ratakan, kalau di kampus kalian sistem organisasi dan kebijakannya begitu di kampus lain belum tentu. Kritiklah karya ini dengan sopan, gue bakal seneng kok :3

***

Dan kamu adalah segala hal yang kuminta, yang kehadiranmu selalu kunanti dan kuharap ada dalam rencana semesta.

"Kee.."

"Hmm?"

Keya sibuk menikmati makan pagi merangkap makan siangnya di sebuah restaurant Sunda. Menu lalapan dan sambal kesukaan Keya membuat gadis itu tidak begitu fokus dengan ucapan Jiver semenjak tadi.

"Kamu mau ikut aku ke Skotland?"

Uhuk...uhukkkk

"Minum..."

Jiver menatap istrinya khawatir, laki-laki itu lantas menyodorkan segelas jus jeruk yang tadi Keya pesan. Pandangan Keya jatuh tepat pada manik mata suaminya, usai mengatasi tersedak yang membuat tenggorokannya perih. Air matanya menggantung di pelupuk, bukan kerena sedih, melainkan karena rasa perih di tenggorokannya yang mengundang air mata.

"Kamu nggak papa?"

"I'm okey. Jadi...tadi kenapa ngomong kayak gitu?"

"Aku nggak mau kita berjauhan. Kalau kamu ikut kuliah di sana, aku akan tenang. Aku khawatir meninggalkanmu di sini."

Keya melanjutkan sesi makannya yang tertunda, sempat ia melirik sekilas pada Jiver. Sambil memikirkan jawabannya, yang paling penting adalah perutnya harus terisi saat ini juga. Keya bukan orang yang jaim, yang sanggup menahan rasa lapar, ketika lapar ya ia akan makan, kecuali saat puasa atau ketika sarapan pagi hari, Keya bisa menahannya.

"Aku nggak mau. Skotland itu jauh, nanti kalau aku kangen bunda gimana? Lagian aku nggak begitu bisa bahasa Inggris, itu nggak baik sama sekali."

Keya berhenti sejenak, ia mengunyah ayam goreng dan lalapannya lagi.

"Lagian ya, pindah kuliah itu nggak gampang, kamu sih pascasarjana enak, nah aku strata satu, kamu lulus aku belum lulus. Aku nggak mau ambil risiko, Mas. Nggak mau ninggalin temen-temenku, abisnya udah klop, belum tentu orang di sana ramah-ramah."

"Tapi, Ke..."

"Kamu bilang sebuah hubungan itu harus dilandasi rasa saling percaya? Ya kan?"

Jiver mengangguk. Ia tak bisa berkata-kata lagi, apa yang disampaikan Keya memang benar. Hidup di negara orang tidak mudah, kuliah pun tidak mudah, ia mana tega membebani Keya dengan status mahasiswi di negara asing sementara istrinya itu tidak begitu mahir bahasa asing?

"Asal, kamu nggak lupa pulang aja pas liburan."

"Aku pasti pulang. Kamu nggak usah khawatir," kata Jiver, Keya terkikik geli. Jantungnya berdebar lagi. Sial.

"Kalau kamu lupa pulang sih paling-paling kutinggal nikah lagi."

Mata Jiver melebar. "Kee..."

Keya tertawa sampai ia tersedak lagi.

***

Keya sedang tiduran di kos Maya dan Lily. Udara kota siang ini sangat panas, untung di kamar dua anak itu tersedia kipas angin ukuran besar yang cukup bisa mendinginkan udara. Keberadaannya di kos ini untuk mengerjakan UTS take home bersama dua temannya itu. Daripada ia mengerjakan sendiri di apartemen, lebih baik ia mengerjakannya bersama Lily dan Maya. Lagi pula, Jiver juga pulang malam, laki-laki itu sibuk mengurusi pemira di kampus yang akan berlangsung sebentar lagi. Dalam artian, ia akan segera lengser dari jabatannya sebagai Presiden BEM di kampusnya.

So I Married A SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang