Meski dia yang menjadi titik awal dari perjuangan saya, tapi kamu adalah akhir dari segala perjuangan saya.
***Jiver bersikap tak acuh terhadap orang-orang yang menatapnya heran ketika ia tak kunjung keluar dari ruang kesehatan. Keya masih terbaring lemah di atas brangkar usai diberi pertolongan pertama oleh panitia kesehatan dan seorang tenaga kesehatan yang berjaga di sana. Katanya, Keya mengalami kelelahan dan kurang tidur sehingga kondisi badannya menjadi drop.
Beberapa panitia kesehatan perempuan dan beberapa maba sakit yang ada di sana sibuk berbisik membuat hipotesis tentang Jiver yang menunggui seorang mahasiswa baru bernama Keyana, masih ada dalam benak mereka bagaimana tadi Jiver membuat heboh dengan tindakannya yang menggendong Keya dari atas panggung dan ditambah menunggui Keya saat ini.
Jiver mengalihkan tatapannya dari wajah pucat Keya begitu Amir menyibak tirai setengah tertutup di mana Keya berbaring di atas brangkar. Amir menaikkan sebelah alisnya, menatap Jiver heran sekaligus penasaran.
"Lo kenal dia?"
Amir berkata. Jiver tak langsung menjawab, ia memilih menyeka keringan dingin yang keluar dari pori-pori di dahi Keya.
"Ver..." Kata Amir lagi.
"Penting buat lo?"
"Yaelah kan penasaran gue."Jiver terkekeh kecil, melempar tatapannya pada Amir tanpa menjawab pertanyaan Amir.
"Lo suka sama dia?"
"Lo tahu jawabannya."Jiver tersenyum masam. Amir menghela napasnya malas. Ia paham maksud Jiver.
"Ahela ribet ya ngomong sama lo kayak ngomong sama cewek PMS muter-muter malah bikin naik darah. Sue lo!"
"Mulut lo perlu dijahit, Mir."
"Lah..."
"Jam ishoma sudah habis, sana balik ke acara."Jiver mengibaskan tangannya--mengusir Amir, membuat laki-laki itu mendengus lalu pergi meninggalkan Jiver bersama Keya. Jiver melihat lagi sisa tempat yang tadi menjadi titik Amir berdiri, laki-laki itu lantas berdiri dan menutup kembali tirai yang tadi sempat dibuka oleh Amir.
"Ehhhmm...aduh pusing," kata Keya pelan.
Jiver melihat istrinya yang sudah terbangun, ia tersenyum kecil sambil menghampiri Keya yang tampak linglung.
"Pusing ya?"
Keya mendengus, ia menatap enggan pada Jiver. "Lo kok di sini? Ngapain coba?"
"Suami yang baik harus menunggu istrinya yang tadi pingsan di panggung."
Lalu, Jiver tertawa lagi.
"Eh eh eh...bukan lo kan yang tadi bawa gue ke sini?" Pekik Keya, seakan tersadar sesuatu.
"Memang siapa lagi?"
"Anjir! Matek, Perrrrr...kenapa kudu lo coba?"
"Kenapa?"Keya mengusap wajahnya, seperti orang frustrasi.
"Ntar gue dikroyok fans lo gimana? Gue gak mau dibenci cewek sekampus kali!"
"Jangan berlebihan. Ini bukan novel teenlit yang biasanya kamu baca, ini kehidupan nyata, nggak ada istilah begitu, Ke."
Jiver tertawa membuat muka Keya merah padam.
"Mas Jiver disuruh ke panggung, ada Pak Rektor tadi," kata seorang panitia kesehatan membuat Jiver lalu menoleh.
"Ya, sebentar."
"Udah pergi sana," kata Keya setelah panitia kesehatan berjenis kelamin perempuan tadi pergi.
"Jangan pingsan lagi, nggak pantes. Biasanya kan kamu garang, tapi bisa pingsan begitu haha..."
"Garang? Sialan lo kira gue kucing?"
KAMU SEDANG MEMBACA
So I Married A Senior
RomanceTersedia di Seluruh Toko Buku! #SeriesCampus1 Biar kuberitahu kamu satu hal. Laki-laki itu, yang sedang berada di bilik kerjanya di Ormawa, yang sedang meladeni para mahasiswa baru yang meminta tandatangannya, yang sedang sibuk mengusap peluhnya ya...