Cerita Hujan

487 35 4
                                    

"Bagass??!" seru Chelsea kaget. Matanya sembab, bibirnya pucat pasi, keadaannya tidak karuan.

Mata Chelsea menatap lurus ke depan tanpa kata, hanya sebuah sorot mata yang berisi banyak makna.
Bibir Chelsea bergetar, ia sangat kedinginan dengan kondisinya sekarang.

"Bagas" ulang Chelsea dengan lirih. Ia hanya mampu mengucapkan satu kata, hanya bisa menyapa laki-laki yang berada beberapa meter di hadapannya.

Entah sejak kapan laki-laki itu berdiri di tempatnya. Yang jelas, Chelsea tak menyadarinya karena ia terlalu sibuk dengan pikirannya. Juga penyesalannya.

Bagas.

Dia bagas.

Bagas.

Dia ada disini?

Chelsea masih enggan untuk berbicara banyak, ia hanya mampu menatap laki-laki berperawakan jangkung yang kini telah basah kuyup di hadapannya.

Biarkan mata yang menjelaskan semuanya.

"Yang gue tau mencintai lebih sulit daripada dicintai" Bagas mengusap pelan wajahnya yang tak henti diguyur hujan. Pandangannya blur karena air hujan.

Suaranya hanya samar-samar, seolah berlomba dengan suara hujan yang deras.

Lagi-lagi Bagas mengusap wajahnya pelan yang tak henti hujan mengguyurnya, ia ingin melihat jelas wanita yang kini menatapnya sendu. "Mencintai lo, Agatha Chelsea" tambah Bagas.

Air mata Chelsea tak henti-henti untuk tidak menetes. Wajahnya telah basah dengan air mata, namun tetap saja wajah pucatnya masih terlihat. Chelsea tidak basah kuyup seperti Bagas karena ia terlindungi oleh atap halte yang sedari tadi menjadi tempat berlindungnya, sebelum hujan turun.

Chelsea menunduk, menyembunyikan raut wajahnya yang bisa menceritakan kondisinya. Ia tak ingin terlihat lemah. Apapun yang terjadi, Chelsea selalu ingin menutupi dan hanya dirinya yang mengetahui.

"Chels?" langkah Bagas mendekati Chelsea yang sedang menyembunyikan wajahnya dengan telapak tangan sambil menunduk.

Chelsea tak bergeming. Hanya suara isakan kecil yang terdengar. Terlalu sakit untuk yang mendengarnya.

Apalagi sekarang Bagas mendengarnya. Orang yang ia sayangi menangis di hadapannya, apa yang harus dilakukan?

Setelah posisinya dekat dengan Chelsea, Bagas mendesah pelan. "Gue sayang lo Chels" Bagas berbisik pelan sambil berjongkok di hadapan Chelsea.

Bagas telah siap dengan resiko apapun. Ia tak bisa menunggu lagi, penantiannya harus ia akhiri apapun hasilnya. Baik buruk ia akan menerimanya.

Termasuk harus mengorbankan perasaannya.

Bertepuk sebelah tangan.

Suara isakan Chelsea yang beradu dengan suara hujan tak bisa ia sembunyikan. Bungkaman telapak tangannya tak memberi pengaruh apapun, suara isakan masih saja terdengar.

Punggung Chelsea bergetar. Bagas hanya bisa memandangnya dengan tatapan kosong, bingung dengan apa yang harus dilakukannya saat ini.

"Pergi" lirih Chelsea pelan.

Bagas terhenyak dengan apa yang didengarnya. Satu kata yang membuat tubuh Bagas kaku setelah kedinginan yang melanda tubuhnya saat ini.

Perjuangannya untuk bisa memastikan gadis yang ada di hadapannya, gadis yang tengah menangis dengan punggung yang bergetar hebat dan suara isakannya sangatlah sulit. Ia harus mengorbankan kondisi tubuhnya untuk menggigil kedinginan. Ia sungguh tak peduli akan hal itu.

Grandpa And GrandmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang