Di balik sepasang mata merah tersebut—mendekam sesuatu yang tak pernah insan mana pun berani jamah.
Begitu penuh dengan siksa sekaligus permata, terisi dengan keindahan fana beserta pilu yang menyayat.
***
Kelam dan torehan aksara kuno yang membisu menguar di udara, menyatu dengan hawa bengis berlumur amarah, tengah mengancam dan menyelubungi sebuah ruang gelap dipenuhi rapalan sihir-sihir hitam yang mengerikan. Udara yang ada bergelut dengan rasa putus asa dan keserakahan. Angin berembus bagai cakar yang menggapai-gapai dari kegelapan. Tempat itu terasa mati tanpa adanya titik cahaya, atau azimat yang bisa menyertai ke atas permukaan dan terlepas dari kebencian maupun roh-roh jahat yang terkurung di dalamnya.
Puluhan tahun lalu, perang meledak dan para iblis berkuasa. Memporak-porandakan semesta, mengambil alih kekuasaan, mengirim semua insan pada jurang hina tanpa dasar—sebelum akhirnya tertidur dalam rantai panjang dan siap menerkam kembali. Sejak itu, para iblis terus mengumpulkan kekuatan dalam tidur mereka, menyuapi mimpinya dengan segala ketakutan yang berpendar di angkasa, serta meregangkan tangan-tangan mereka sebelum kembali mencengkeram kursi takhta.
Ratusan tahun sebelumnya, para dewa berkelana ke seluruh pelosok dunia, mengurung dan mengutuk para iblis yang nantinya berhasil membebaskan diri. Adalah kesalahan besar bagi para dewa untuk terlena dengan tampuk kekuasaan mereka, terbutakan dari pergolakan para iblis yang tiap harinya kian kuat. Dan pada suatu waktu di masa nanti, para dewa terkalahkan. Bangsa iblis mengubur mereka hidup-hidup, dengan mudahnya membungkam kekuatan agung para dewa.
Detik ini, keganasan meraung-raung pada cakrawala yang semakin pekat. Bersamaan dengan kilat putih yang mengakar dan ombak laut yang menghajar tebing-tebing tinggi, kekuatan purba itu hampir lepas kendali. Para dewa sudah tak berdaya, tak lagi bisa dimintai tolong untuk melindungi diri dari para iblis. Kini, seluruh dunia harus bersiap untuk membayar dosa-dosa keji yang menggunung.
Nyawa tidaklah lebih dari sekadar nyawa. Darah bagaikan embun-embun pagi yang bergolek di atas rumput. Kedamaian sebentar lagi akan sirna, dan hanya akan menjadi legenda yang diturunkan dari mulut ke mulut di tengah kehancuran dunia.
***
Pada satu titik waktu yang kelam di masa lalu, seorang manusia tengah terjebak dalam labirin kekuasaan agung milik Sihir. Kekuatan insan itu terbentuk dari dendam dan kesedihan—kebencian dan kerendahan diri, ia mencoba merobohkan dinding sihir yang bertahun-tahun telah dibangunnya dalam dirinya sendiri. Insan itu pikir ia cukup kuat, cukup lihai dan cukup layak untuk menjawil sepetak pertahanan milik Sihir. Nyatanya, kini ia justru hidup dalam derita, kehabisan darah tetapi tak kunjung mati—tepatnya, Sihir tak ingin memberinya kemudahan dengan meninggalkan semesta semudah itu.
"Dan apa yang tersimpan di dasar lubuk hatimu itu, wahai Manusia?" Demikian Sihir rela untuk bersuara, kepada apa yang telah berusaha mencelakainya. "Kuberikan padamu seluruhnya, semua yang kau minta, semua yang bahkan tidak dapat terpikirkan oleh akal manusia. Lalu, yang kaulakukan malah perbuatan tanpa tabiat."
Sang manusia bersimpuh pada kedua kakinya yang tertekuk. Ia merunduk, sendirian di atas hamparan merah tanpa batas. Tudung hitam panjang yang kusam itu menyembunyikan wujudnya—seolah hal tersebut bisa membuatnya bebas dari kekangan sihir. Lambat laun, terdengar tawa lirih dari manusia itu. Berat dan dipenuhi kumpulan energi yang bermacam-macam dari dalam dirinya. "Semuanya, kaubilang? 'Semua yang bahkan tidak dapat terpikirkan oleh akal manusia'." Ia mengulang kata-kata Sihir dengan suara rendah dan mencekam. Ia tertawa lagi, kali ini lebih keras. "Kaukira seleraku serendah itu!?"
Hening menjawab. Tak ada angin yang berembus, atau kersik daun yang memecah sunyi. Sihir masih diam, tidak menanggapi. Sementara manusia tadi masih bergeming. Kemudian, perlahan terdengar isak tangis pelan. Datang lagi dari manusia yang sama. Tangis tersebut begitu lirih, penuh rasa sakit dan kesedihan, tetapi Sihir tidak tergugah untuk mendekati dan membelainya.
"Obsesimu telah membelenggu dirimu sampai saat ini, wahai Manusia. Dirimu sendiri yang telah memenjarakanmu, mengurungmu pada lubang yang kau gali sendiri. Sekarang, yang sudah terjadi memang tak bisa diubah. Sihir tak punya kuasa untuk melawan takdir. Tapi, kau masih bisa beranjak dari tempatmu. Tinggalkanlah kekelaman itu, dan di sini kau bisa menemukan dirimu yang baru."
Tidak butuh menunggu lebih lama, sang manusia kembali tertawa seolah tangisan tadi hanyalah omong kosong. "Apa maksudmu, Makhluk Rendah? Kau hanya energi tak kasat mata yang melayang-layang di atas kehidupan, rupa saja kau tak punya. Untuk apa aku beralih padamu? Untuk apa aku mencoba memperbaiki semua hal ketika di sini aku bisa mengabulkan harapanku sendiri?"
Untuk jawaban itu, Sihir memilih mundur. Ia tidak mau lagi berurusan dengan manusia ini. Baginya, manusia hanyalah sekelompok makhluk tak kenal belas kasih ataupun rasa cukup. Ketika kau tidak memberi mereka apa-apa, mereka akan terus-menerus memohon dan meminta, bahkan mencela jika mereka tak kunjung mendapatkan yang mereka mau. Namun, ketika kau memberi mereka sedikit saja, mereka akan terus kembali padamu dan meminta untuk selamanya hingga tidak lagi bisa meminta. Manusia itu makhluk serakah dan penuh ambisi. Bagi sihir, menyadarkan manusia atas sesuatu yang tidak bisa mereka dapatkan begitu saja adalah mustahil. Sulit untuk menemukan manusia dengan hati yang jernih.
"Baiklah, wahai Manusia." Jeda sebentar, seakan Sihir memilah jawaban yang tepat dari ribuan jawaban yang berputar-putar di udara. Manusia tidak butuh omong kosong, dan Sihir tahu itu. Manusia hanya mau apa yang mereka inginkan. "Mulai kini, akan kuberi semua kebebasan di dunia ini kepadamu." Setelah menjawab, sihir pergi dan meninggalkan manusia itu bersama dengan kehancuran yang akan ia buat.
o0o
A/n
Hai! Sebelum masuk lebih jauh, aku mau disclaimer dulu kalau cerita yang versi ini gak akan dilanjut yah! Karena mau aku rombak dari ulang secara konsep dari awal.
Sebenernya cerita ini udah aku tulis sampai beberapa chapter ke depan di 2019, cuma pas itu (dan sampai sekarang) aku keilangan minat buat nulis cerita ini wkwkw, konsepnya sih masih terus jalan, makanya mau kurombak. Dan karena ngerasa sayang buat draft yang selama 5 tahun ini kesimpen doang di PC tanpa ada yang baca, jadi bakal aku post semua, sejelek apapun itu wkwkw. Dan tanpa revisi, jadi mungkin ada typo atau ada hal yang ga konsisten sih.
Intinya itu aja, aku mau kasih tau dulu dari awal kalau cerita yang versi ini gabakal ada ending dan bakal berhenti di tengah-tengah, karena gaenak kan kalo tiba-tiba ilang di tengah-tengah tanpa kabar apapun? :p HAHAH
jadi kalau mau lanjut baca atau engga pun, terserah kalian yaa! thank you!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crimson Pawns (A Crownless King #1) (ON HOLD)
FantasyEranor--sebuah dimensi telah terbentuk dari suatu mantra kuno yang merajuk pada sihir hitam dan entah atas rapalan siapa tempat itu tercipta. Kini, dimensi tersebut hampir kehilangan keseimbangan. Setelah berabad-abad berdiri dengan agung, setelah r...