Ada yang bertanya tentang keberadaanku; nyata atau tidaknya diriku.
Namun, aku hanya akan muncul di saat yang aku inginkan.
Aku selalu bersembunyi, di antara malam dan pagi, bulan dan matahari, hampa dan mimpi, di antara hidup dan mati.
***
Ruang makan, seperti Meysea duga—tidak kalah besarnya dengan ruang takhta. Hanya saja, ruang takhta lebih lapang dan tidak menyimpan meja-meja panjang yang disusun rapi seperti barisan. Tak seperti ruang takhta yang memiliki jendela-jendela raksasa yang estetik, ruang makan justru terlihat lebih pengap, gelap, dan ... tidak meningkatkan selera makan. Memang, ruang ini berkali-kali lebih besar dari semua ruangan yang ada di rumahnya. Meski begitu, dibandingkan dengan semua kemegahan dan kemewahan istana yang berlimpah ruah, ruang makan ini terlihat begitu sendu. Kalau boleh Meysea katakan, ini bukan ruangan yang tepat untuk menyambut tamu makan. Namun selera Raja memang aneh.
Beberapa obor digantungkan pada dinding-dinding bebatuan berwarna gelap, kandil-kandil besar digantungkan di atas setiap meja makan, dengan lilin yang semuanya menyala tanpa ada satupun yang terlewat. Peralatan makan—piring, garpu, pisau, bahkan kain berwarna putih gading dilipat dengan rapi berbentuk segitiga. Gelas yang terletak di serong kiri Meysea berisi cairan bening—yang sampai sekarang masih belum ia teguk. Raja belum menyentuh makanan maupun minumannya sedikit pun.
Berbagai lauk-pauk yang membuat orang meneteskan liur tersebar di seluruh penjuru meja, beberapa di antaranya masih dikelilingi asap yang mengepul, bahkan Meysea masih bisa merasakan uap panas yang melayang ke arahnya, membuatnya tak nyaman dan seakan menyuruhnya untuk segera bangkit, keluar dari ruangan ini untuk mencari udara segar.
Meysea mau saja seketika berdiri di tengah penjamuan makan berlangsung, tetapi ayahnya yang ketat soal tata krama pasti akan memarahinya habis-habisan—apalagi ia lakukan di depan wajah Sang Raja. Dan kini, ia terjebak duduk di samping ayahnya, dan di seberang Putra Mahkota yang sejak tadi hanya diam layaknya patung.
Pemuda itu yang sejak tadi menjadi salah satu alasan Meysea merasa tak nyaman berada di ruangan ini. Ia tetap bergeming, tidak bergerak sekalipun, hanya kedua bola matanya yang seperti bunga es merekah sejak tadi berpindah-pindah dari Meysea dan pintu ruangan. Mungkin ia juga tidak betah berada di ruangan ini. Selebihnya, ia tidak melakukan apa-apa, tidak juga mengamati makanan-makanan yang menggugah selera—mungkin dirinya telah terbiasa. Mahkota maupun zirahnya yang berwarna sama memantulkan cahaya obor yang menari-nari, tak luput dari matanya yang juga memaparkan tarian obor.
"Aku ingin mendengar tentang Sunburst langsung dari dirimu, My Lord, sang Kepala Tertinggi Klan." Demikian Meysea memilih untuk mendengarkan percakapan ayahnya dengan Sang Raja, dan Sang Ratu yang beberapa kali menyelingi pembicaraan mereka. "Kudengar tempatmu itu memiliki gua tanpa ujung yang berada di tengah-tengah gurun!" Daemon meninggikan suaranya di akhir kalimat, kemudian menutupnya dengan tawa yang begitu keras, menggema ke seluruh ruangan.
Semua pasukannya yang ikut makan di sana ikut tertawa, meski Meysea yakin sebagian besar di antara mereka tidak mengerti apa yang sesungguhnya Raja mereka anggap lucu. Mau tak mau, Zoran ikut terkekeh. "Itu hanya legenda lama, Your Majesty. Aku dan pasukanku telah menjelajahi gurun Sunburst dari ujung yang satu," Zoran memainkan tangannya, "hingga ujung yang satunya. Dan kami masih tidak menemukan gua tersebut."
Sang Raja menggumam mendengarnya. "Kadang legenda memang suka melebih-lebihkan. Aku tak paham dengan para leluhur kita yang mengarang cerita demikian." Daemon mengangkat gelasnya, kemudian menganggukannya ke arah Zoran. "Apa yang mereka pikirkan? Apa dulu mereka berpikir legenda macam itu akan berguna untuk keturunannya nanti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crimson Pawns (A Crownless King #1) (ON HOLD)
FantasyEranor--sebuah dimensi telah terbentuk dari suatu mantra kuno yang merajuk pada sihir hitam dan entah atas rapalan siapa tempat itu tercipta. Kini, dimensi tersebut hampir kehilangan keseimbangan. Setelah berabad-abad berdiri dengan agung, setelah r...