"Kau berlatih menunggang kuda hanya dalam tiga hari?" Alice duduk di belakang Liam yang memacu pelan kuda putihnya. Gadis itu memerhatikan temannya yang melecut dengan pelan, sikap duduknya yang dapat seimbang di saat kuda itu bergerak tak terduga, juga kakinya yang tahu harus ditempatkan di mana agar memudahkan dirinya sendiri. "Kau berlatih menunggang kuda hanya dalam tiga hari." Alice mengulang kalimatnya dengan nada yang berbeda.
"Ini cukup mudah," balas Liam yang terlihat tak kesulitan mengendalikan kudanya. Ia menilik ke sana dan ke mari, mengamati pepohonan yang menghiasi jalannya. Sesekali bersiul menyauti burung-burung yang lewat. "Kau akan menyukainya."
Tiba-tiba Ray mendengkus dari samping, di atas kudanya sendiri yang kini ditunggangi oleh dirinya bersama Isaac. "Yang dia lakukan selama latihan berkuda hanyalah merusak pekarangan dan hampir melukai orang-orang." Ray berkata dengan tatapan yang lurus ke depan, tak sudi untuk menoleh kepada Liam sekalipun ia sedang mengejeknya. Pemuda itu meniti jalan dengan serius, seolah tiap barisan pepohonan membentuk lorong-lorong yang berbeda. Terkadang timbul pertanyaan pada benak Isaac—apakah Ray bisa melihat jelas tanpa lensanya sampai ia bisa mengendali kuda?
Liam mencibir. "Hah, setidaknya kini aku sudah mahir."
"Mahir?" balas Ray mencemooh. "Berpacu tanpa memerhatikan sekeliling dan menabrak beberapa kios seperti tadi kau sebut mahir?"
"Hei! Kalau kau tak punya kalimat lain untuk dikatakan lebih baik tutup mulutmu." Liam sedikit menarik lebih kencang tali kekang kudanya, sementara Alice bersiap kalau-kalau kuda itu mengamuk dan mengempaskan dirinya sesuka hati.
"Seolah kau sendiri pernah mengatakan hal-hal baik. Lagi pula aku hanya mengatakan kebenaran."
"Dan itu ... apakah itu belati?" Alice teringat akan gagang belati bermata ganda milik Baltasar yang sempat Isaac bawa. Bentuknya sama, hanya saja gagangnya tidak dihiasi oleh ukiran sulur atau galur-galur lain. Meski tak seperti Baltasar yang memiliki dua belati yang sama persis, Liam hanya punya satu yang terpasang pada sisi kanannya.
Ray mendengkus lebih keras, kali ini benar-benar dipenuhi oleh rasa kesal. "Yang itu lebih buruk lagi. Dia hampir-hampir—"
Liam memotong kalimat Ray sembari menghentikan kudanya. "Sudah kutakakan, kalau kau tak punya—"
"Liam, cukup," Isaac meninggikan suaranya demi membuat Liam berhenti bicara. Dan itu berhasil. Pemuda itu mengamati Isaac tanpa mengubah raut wajahnya yang masih kesal. Keduanya bertatapan beberapa detik. Pandangan di antara keduanya terlihat kaku dan aneh, sebelum akhirnya Liam mendengkus dan melengos, kemudian kembali menjalankan kudanya. Kali ini sedikit lebih cepat dan mendahului Ray sekaligus Baltasar yang sejak tadi berada beberapa langkah di belakang mereka.
Saat itu juga, rasa ingin tahu Alice muncul. Jika Liam mengenal Isaac, maka pemuda itu mengenal Liam sebelum mereka bertemu—itu berarti Isaac sudah mengenal Liam sebelum dirinya mengenal Liam. Alice merenung pada rerumputan hijau yang hanya berjarak beberapa inci dari sepatunya yang kini tersingkap dari balik tudung. Beberapa tahun berteman, meski Liam terlihat seperti orang yang akan mengatakan apa saja yang ingin ia katakan, tetap ada satu hal yang tidak akan pernah ia katakan begitu saja—yaitu masa lalunya.
Gadis itu tak pernah memaksa atau membuatnya bercerita akan masa lalu, lagi pula jika Liam memiliki alasannya sendiri, maka Alice tak akan mengganggunya. Namun, begitu tahu Isaac mengenalnya sebelum ia mengenal Liam, berbagai pertanyaan bermunculan di benaknya. Meski begitu, mengingat reaksi keduanya dalam beberapa menit yang lalu sejak mereka bertemu dan bertukar pandang dengan cara yang aneh, Alice memutuskan untuk tak ikut campur. Liam jarang mematuhi seruan atau bahkan perintah dari orang-orang, tetapi ketika Isaac menyuruhnya diam ia tak membantah atau melawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crimson Pawns (A Crownless King #1) (ON HOLD)
FantasíaEranor--sebuah dimensi telah terbentuk dari suatu mantra kuno yang merajuk pada sihir hitam dan entah atas rapalan siapa tempat itu tercipta. Kini, dimensi tersebut hampir kehilangan keseimbangan. Setelah berabad-abad berdiri dengan agung, setelah r...