Love You 18

2.7K 248 13
                                    

Kinal POV

Pukul 12.05
Aku dan Ve sedang ada di sebuah restoran cepat saji yang sibuk juga berisik. Aku minta padanya untuk menemaniku menikmati suasana luar, karena aku bosan di rumah terus-terusan.

Ve akhirnya datang, di tangannya sudah ada dua kentang, dua minuman, dan dua burger. Kemudian Ve menaruh begitu saja baki makanannya ke atas meja, lalu menarik kursi di seberang meja kami. "Di makan ya, jangan sampai makanan yang kubeli jadi mubajir karena kamu gak memakannya," kata Ve.

"Iya," ucapku. Aku ambil satu kentang goreng untuk di makan. Begitu juga dengan Ve yang memakan burger kejunya.

Dari kemarin aku memang belum makan apa pun, karena aku tak berselera, yang aku pikirkan hanya Jinan... Tapi bagaimana caranya aku bisa membawa pergi Jinan dan melawan Budiman serta anak buahnya?

Budiman seorang penguasa yang bisa dengan mudah membunuh lalu membuang anak bawang sepertiku ke laut. Dan bagaimana aku bisa bertahan hidup jika aku dapat membawa kabur anak semata wayangnya, Budiman? Pasti Budiman tidak akan membiarkan kuhidup dengan tenang bersama Jinan. Dia akan terus mencariku sampai dapat.

Aku mendongak dari mengecek pesan chat pada ponselku untuk melihat wajah Ve. "Lebih baik kamu duduk diam," dia bicara pelan melalui sela-sela bibir pink tipis miliknya, "jangan sama sekali berpikir untuk membalikan badan."

Tanpa menggerakan bibirnya, Ve menggumam. "Papa mamanya Jinan baru saja duduk di kursi meja belakangmu. Apa pun yang ingin kamu lakukan, pokoknya jangan membalikan badan."

Budiman?! Kalut, aku berusaha untuk memikirkan bagaimana caranya pergi dari sini. Kalau Budiman sampai melihatku, bisa-bisa aku habis dipukuli anak buahnya seperti kemarin. Instingku mengatakan untuk lari! Aku beranjak dari tempat duduk tanpa menoleh ke arah belakang. Kutarik tangan Ve supaya mengikutiku dan segera pergi dari sini.

"Kita makan di tempat lain aja," ujarku pada Ve. Ia hanya diam mengikutiku. Aku bukan takut pada Budiman, tapi aku hanya menghindar darinya. Kalau aku ngotot dengan adu fisik pada seorang penguasa, aku pasti kalah. Makanya aku merubah taktikku yang sebelumnya jadi rencana matang dengan trik supaya bisa membawa Jinan pergi.

Akhirnya aku membawa Ve makan di warung kopi pinggir jalan. Mungkin di sini akan jauh lebih aman dan tak akan bertemu dengan Budiman beserta istrinya. Aku memesan mie rebus plus telur ditambah kornet sebagai pelengkap. Sedangkan Ve memesan bubur kacang ijo dan susu jahe hangat.

"Gakpapakan kalau gue ajak lu ke sini?" aku ambil sendok garpu dengan cepat, lalu kugunakan untuk menyantap semangkuk mie rebus yang lezat.

"Its ok, not bad." Sambil berkata, Ve meminum susu jahe hangatnya sedikit demi sedikit.

"Dion apa kabar?"

Uhuk... Uhuk...

"Nih," kuberikan selembar tissue ke Ve. "Makanya kalau makan itu kalem dikit, gak perlu buru-buru. Toh, abangnya juga gak nyuruh lu buat cuci piring juga setelah makan," tambahku.

Ve menatap wajah sampingku, karena aku habis meliriknya. Dari dulu aku paling benci dengan tatapan mata Ve. Buatku tatapannya terlalu sendu dan membuat orang lain ingin mengasihaninya.

"Aku gak tau," jawab Ve.

"Apa Dion terlampau sibuk mengejar pendidikannya? Sampai dia lupa dengan pacarnya sendiri yang butuh belaian dan kehangatan darinya di sini?"

"Maybe. Tapi ingat satu hal, Kinal. Aku bukan jablay yang haus akan belaian. Dan kalau pun aku kedinginan, aku bisa menghangatkannya dengan susu jahe ini," jawab Ve kesal.

Ada yang salah dengan ucapanku? Wajar kalau aku bertanya seperti itu pada Ve. Semenit kemudian, Ve beranjak dan pergi keluar dari warung kopi.

"Ve!" kupanggil dia. Sebelum aku meninggalkan warung ini, kubayar makanan yang kami makan tadi. Setelah itu berlari mengejar Ve yang sudah berjalan cepat dan menjauh dariku.

Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang