6: Perih

210 80 43
                                    

"Dicuekin itu salah satu hal yang nggak enak, apalagi dicuekin sama orang yang udah berada lama di sisi kita."

Althara Fahrezi

***

SETELAH kejadian yang sangat tidak mengenakan hati Razel hari Minggu lalu, Razel yang tadinya sangat memperdulikan Altha, dan yang setiap harinya meminta jemput Altha menjadi pribadi yang agak sedikit mandiri.

Althara Fahrezi : aku jemput jam 6:15 ya!

Razella Putri : gausah, aku berangkat bareng mama

Althara Fahrezi : ooh gitu, yaudah take care sayang

Just read.

Tugas sekolah Razel pun seperti mengerti akan dirinya, sangat banyak dan jadwal eskul yang baru ia tekuni yaitu menyanyi pun tak lepas dari jadwal Razel. Kini Razel benar-benar sibuk, ponsel pun jarang disentuhnya.

"Ma, ayuk apa buru!" ucap Razel yang sudah berdiri di ambang pintu.

Fori sedang merapikan meja makan dan cukup bingung dengan gelagat putrinya belakangan ini, berangkat sekolah selalu pagi tanpa jemputan oleh Altha melainkan menyuruh dirinya untuk mengantarnya.

"Kok tumben sih, Altha nggak jemput? Inikan bukan hari Senin?" tanya Fori penasaran.

Razel berdecak sebal, "Dia sibuk, Ma, sama futsalnya." jawabnya berbohong.

Ia sangat menghindari sekali yang namanya sakit hati, lebih baik dia terlebih dahulu menjauh daripada semakin dekat lalu Altha menyakitinya.

Sesampainya di sekolah, Razel bergegas menuju kelas. Ia teringat akan ulangan Biologi nanti di jam pertama. Ia langsung menaruh tas hijau stabillo miliknya, dan meraih buku paket Biologi di dalam tasnya.

"WOY, BERISIK BANGET, SIH?!" teriak Razel dengan volume keras. Ia benar-benar tidak bisa belajar jika begini kondisinya.

Ruslan yang tadi ikut menggerombol di belakang, berjalan menghampiri Razel. "Nih, kunci jawaban dari IPA 3." katanya.

"Buat?"

"Ulangan nanti, buruan lo mau apa nggak?"

Razel pun tidak menggubris, ia lebih memilih untuk belajar sendiri. Ia pikir nilai murni walaupun jelek akan lebih terasa menyenangkan karena hasil dari diri sendiri. Daripada nilai bagus, tetapi hasil dari orang lain.

Bel masuk pun berbunyi, buru-buru Razel menutup buku paket Biologi miliknya dan memasukkan ke dalam tasnya.

Setelah ulangan selesai, hari itu juga kertas ulangan tersebut di koreksi oleh Bu Yanti dan langsung dibagikan. Senyum Razel menyungging, melihat angka yang tercetak di kertas ulangan nya, 90.

"Haduh, kenapa sih Biologi gue selalu kursi kebalik alias empat?" cerocos Dela, kertas yang dipegangnya kini sudah tidak ada lagi bentuknya.

Razel menggeleng, "Mangkanya, jangan bergantung sama kunci jawaban dari kelas sebelah!" pungkasnya.

"Lo kata gue berapa? Enam cuy!" Nabila kini sudah berselonjor di selasar kelas.

"Heh, kadal! Enam masih mending mendekati KKM 7,8." sungut Dela sedikit kesal dengan sahabatnya yang satu ini.

"Masih mending palelu bejibun," kata Nabila disertai jotosan ke puncak kepala Dela. "Tetep aja namanya remedial." sambungnya.

Dela langsung cemberut, ketika matanya bertemu dengan kertas yang sudah ia remas-remas. "Tai, banget nih IPA 3! Kunci jawbannya salah begitu, gue udah PD banget tadi ngumpulin ke depan. Eh---remedial."

KentangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang