"Sajak dan aksara tidak berarti ketika rindu ini datang menghampiri. Secangkir kopi pun hening jika mengetahui rindu ini datang. Perihal angin yang membisikkan rindu ini kepadamu hingga kau pun tersadar."
Razella Putri
***
RAZEL tetap bersikap stay cool di depan kedua orang tuanya. Seperti tidak terjadi masalah apa-apa.
Namun, Fori sudah mengetahui gelagat anaknya yang kian berubah. Menjadi pribadi yang periang, tetapi jarang sekali makan dan selalu mengurung diri di kamarnya. Fori juga bingung, mengapa akhir-akhir ini Altha jarang sekali main kerumah atau menjemput Razel untuk berangkat sekolah bersama. Selalu dirinya yang dihubungi Razel ketika Razel sudah pulang sekolah ataupun ingin kerja kelompok dirumah temannya.
Brukk!
"Haduh! Sampe juga aing," ucap Dela, meletakkan tubuhnya di sofa biru muda. "Minum dong, Jel!" lanjutnya. Matanya sudah mengerjap tak kuasa menahan kantuk selama pelajaran Ekonomi tadi.
Razel mendesis, "Ah, ambil sendiri!" ucapnya. Ia pun sama, sudah tergeletak lunglai di atas sofa biru muda miliknya. Kakinya sudah mengatung di atas meja, kaus kakinya pun belum sempat ia copot.
Mata Dela sedikit mengerjap, mendapati Nabila sedang menonggak abis botol yang berisikan air putih dingin dari dalam kulkas Razel. "Heh, beruk! Gak sopan banget lu," pekiknya.
Mereka bertiga habis berbelanja semua kebutuhan untuk Persela, dari mulai toya, tambang, kaus hitam, dan lain sebagainya. Malam ini mereka memutuskan untuk menginap di rumah Razel, karena hanya rumah inilah yang akan menampung mereka bertiga. Di rumah Nabila banyak sekali adik-adiknya, sedangkan rumah Dela sangatlah jauh dari sekolah. Rumah Razel lah tempat berkumpul mereka, karena yang tinggal hanyalah Razel, Mamanya, dan Papanya.
"Gak usah sok jaim, udah berapa taon sih lu kesini?" ucap Nabila, dari belakang pintu kulkas.
"Emang nih, Delima. Sok malu-malu gitu," sambar Fori, yang sudah berada di ambang pintu.
Razel mengerjap, "Loh, dari mana, Ma?" tanyanya kepada sang Mamah yang masih menggunakan helm.
"Beli cemilan buat kalian." jawab Fori sambil berjalan ke arah dapur.
Mata Dela berbinar, "Wah, kriuk kesukaan aku ya, Tante?" tanyanya mengundang cekikikan halus di dalam dapur.
"Makanan mulu lu!" desis Nabila diiringi lemparan tutup botol yang melayang tepat di puncak kepala Dela.
"Yeee---orang kalo kaga makan ya kaga idup!"
"Tuh, Zel. Dengerin kata Delima, kamukan jarang makan akhir-akhir ini." teriak Fori dari dapur.
Wajah Razel memurung, pikirannya kembali memikirkan Altha. "Apaan sih, Ma!" bantah Razel, lalu memalingkan wajahnya ke arah jendela, melihat rerintikan air hujan. Entah, kenapa akhir-akhir ini hujan turun terus menerus.
"Zel," panggil Nabila, "Lo harus cerita sama nyokap lo, lo kan deket sama dia. Gak usah ditutup-tutupin, nyokap lo udah curiga tuh lo jarang makan. Lagian lo apa banget, sih? Perasaan di sekolah biasa aja, deh. Kita juga gak bakal lo kasih tau kali kalo tadi si lolot ini nggak keceplosan bawa-bawa nama Altha." cerocos Nabila panjang lebar, menekankan kata 'lolot' dan melirik ke arah Dela ketika kata itu terucap.
"Gue nggak lolot!" cegah Dela.
"Gue yakin Altha bakal balik sama gue, dia sayang kok sama gue. Kalo gue bilang hal ini ke nyokap, dia pasti mikir Altha itu jahat. Altha nggak jahat kok, guenya aja yang tolol ngebiarin dia tanpa kabar. Eh---" Razel tersenyum, "Kak Ghina masuk ke hidup dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kentang
Teen FictionPernah kebayang dengan dinginnya es krim yang disatu padukan dengan gurihnya kentang? Hubungan itu ibarat dinginnya es krim, jika tak ada penyanding akan terus dingin. Kentang salah satu penyanding yang kuat, dan bisa diibaratkan kentang itu adalah...