"Hari-hariku yang tadinya berwarna akan kamu, mendadak sepi atas tamu yang kamu undang di hubungan manis kita."
Razella Putri***
RABU pagi di sekolah Altha masih sangat sepi, teman-temannya pun belum bermunculan. Ia sengaja datang pagi untuk mengulas materi untuk ulangan nanti, Altha membaca semua materi yang sempat Razel berikan beserta cara-cara jitu untuk memecahkan soal tersebut.
Dibukanya buku paket Matematika miliknya, terdapat tulisan tangan dan puluhan tanda tangan Razel berikut emoticon melet kesukaan Razel.
Ia terdiam sejenak.
Memorinya kembali terputar saat Razel dengan lugu nya meminta Altha untuk membuatkannya tanda tangan. Altha pun membuatinya, dan diulang terus menerus oleh Razel agar hafal untuk membuat KTP nanti.
Altha terkekeh kecil dengan pandangan yang masih tertuju pada buku paket Matematika miliknya.
"Woilah, masih pagi udah kesambet setan pohon belimbing lo senyum senyum sendiri?" ucap David, yang tiba-tiba sudah duduk disamping Altha. "Wah, ini lagi buku, lo belajar?! Wah, udah nih, bener-bener lo kesambet!" sambung David menggelengkan kepalanya.
"Kapan mau maju kalo gak belajar?" ujar Altha diiringi senyuman kecut.
David menoleh, "Beh, anget!"
"Apaan sih lo," ucap Altha, lalu menyingkirkan tangan David dari jidatnya. "Liat aja nanti nilai gue." ucapnya sombong.
"Iya nih gue liatin, perlu dipelototin?" ucap David sewot.
Altha hanya membalas dengan senyuman sinisnya, kemudian melanjutkan mengulas materi dan mengerjakan beberapa soal pilihan dari Razel.
06:30
Bel masuk sudah berbunyi, kegaduhan di kelas Altha makin menjadi dikarenakan panik yang teramat panik dengan adanya ulangan yang akan mereka ikuti plus guru yang bacot nya tidak ada habisnya.
"Lo liat nih entar Bu Rere! Gue akuin soal cuma sebiji, tapi bercabangnya sampe berpuluh-puluh! Udah kalo kita lagi ngerjain tuh mulut gak bisa banget diem, ada aja yang jadi bahan cerita, tambah mumet kan otak!" cerocos Hafiz, yang sudah berdiri di meja guru layaknya sedang berpidato.
"Bawa pulang apa mangkanya kalo punya emak!" sahut Salsa dari barisan paling belakang.
Hafiz yang tadinya ingin turun dari atas meja, malah menaikinya lagi. "Gue? Punya emak kaya dia? Cih, dicekokin rumus mulu kali tiap hari." ucapnya.
Semua teman-temannya pun tertawa, begitupun Hafiz sendiri. XI IPA 1 semakin menjadi gaduh, sampai-sampai Bu Rere yang sedari tadi sudah berada di depan pintu tidak dihiraukan.
Bu Rere sudah berdecak, kedua tangannya sudah terkepal dipinggang, kacamata miliknya sudah terletak di hidungnya.
"11 IPA 1, KE LAPANGAN!" sontak semua murid pun menoleh ke arah pintu kemudian terdiam. "SEKARANG!" teriak Bu Rere di ambang pintu, semua murid XI IPA 1 pun ngibrit menuju lapangan.
Altha berpikir sejenak, "Pasti gak jadi ulangan. Sialan! Gue udah belajar 'kan semaleman, sia-sia gitu?" umpatnya.
Baginya, ulangan Matematika hari ini harus dijadikan dan tidak boleh dibatalkan. Otak Altha tidak mampu mengingat rumus-rumus tersebut untuk jangka waktu yang lama, istirahat nanti juga semua rumus yang ia pelajari akan lenyap. Dirinya bukanlah Razel, yang sangat jenius di pelajaran ini.
Altha pun menghampiri Bu Rere, "Bu, saya tadi gak ikutan ketawa bu," ucap Altha di depan Bu Rere. "Saya sudah belajar buat ulangan, yakali dah sekarang gak jadi ulangan gara-gara kelasan saya yang bikin ulah?" sambungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kentang
Teen FictionPernah kebayang dengan dinginnya es krim yang disatu padukan dengan gurihnya kentang? Hubungan itu ibarat dinginnya es krim, jika tak ada penyanding akan terus dingin. Kentang salah satu penyanding yang kuat, dan bisa diibaratkan kentang itu adalah...