10: Masih Kemah

204 54 53
                                    

"Orang-orang selalu mengatakan agar mengikuti kata hati. Namun, jika hatiku sudah terpecah menjadi seribu bagian, bagian mana yang harus aku ikuti?"

Althara Fahrezi

***

ALTHA melepas sandalnya untuk alas duduk di atas rerumputan hijau ini, menekuk lututnya dan pandangannya tetap lurus ke depan. Tak ada yang berani membuka percakapan, bibir keduanya saling kelu, hanya gemercik air terjun di bawah sana yang terdengar tetapi samar-samar.

Pepohonan rindang menghiasi pemandangan di depan mereka berdua, Razel sesekali menoleh ke lelaki di sampingnya ini. Wajahnya masih sama, tetapi hatinya sudah berbeda.

Satu menit.

Dua menit.

Tiga menit.

Empat menit.

Lima menit.

Sepuluh menit.

Lima belas menit.

"Zel," "Tha," panggil mereka bersamaan. Rona merah di pipi Razel mulai terlihat, dan gigi atasnya mengigit bibir bawahnya.

Razel terkekeh kecil, "Lo duluan deh," tuturnya. Altha menegakkan tubuhnya lalu menghela nafasnya. Mungkin ia canggung?

"Gapapa, lo duluan aja."

"Lo duluan aja, gapapa kok."

"Gapapa, Zel ngomong aja duluan."

"Ih bener, kok. Lo aja duluan."

"Gapapa lo aja."

Suara toa milik Pak Tardi kembali terdengar. "Cek 1 2 3," ucapnya melalui toa. "SEMUA SISWA/i SMA FRANSA HARAP BERKUMPUL DI AULA DI KARENAKAN ADA INFORMASI PENTING UNTUK KEGIATAN MALAM NANTI!" 

"Sekolah gue, ya?!" tanya Razel panik, lalu menoleh ke arah sumber suara.

"Iya, sekolah lo." jawab Altha lalu menoleh ke wajah Razel, "Panik banget, dihukum emangnya kalo telat?"

Razel pun berdiri. "Menurut lo? Bukan guru lagi yang ngehukum gue kalo telat," ucapnya mengundang Altha untuk ikut berdiri juga.

"Terus?"

"Semua ambalan sialan." jawab Razel, kakinya sudah melangkah untuk pergi dari tempat itu dan meninggalkan lelaki yang masih terpaku di belakangnya.

Altha menatap lurus punggung Razel, kurus. "Zel!" panggilnya.

Langkah Razel terhenti mendengar panggilan dengan suara berat tersebut, terakhir kali ia mendengar panggilan dengan suara yang sama sewaktu di Mc Donald's. Dan suara itulah yang melontarkan ucapan-ucapan yang sangat menyakiti hatinya.

"Kenapa lagi?" Razel masih tetap dengan posisinya, tidak berbalik badan atau menoleh sedikit pun.

Altha mencoba menyamakan posisinya dengan posisi perempuan ini, ia berdiri tepat di depan Razel. Menatap tajam mata gadis itu. "Lo masih sama ya, Zel," kata Altha dilanjuti senyuman manisnya.

"Nggak usah ngomong hal yang gak penting lagi sama gue. Minggir gue mau lewat!"

"Seberapapun cara gue sama lo buat saling ngejauh itu percuma, kita selalu ketemu di tempat yang nggak pernah kita duga." tutur Altha, membuat Razel melirik sinis ke arah laki-laki yang tepat di depannya.

KentangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang